23. After He Know the Truth

1.1K 177 43
                                    


Aku menyandarkan tubuhpada sandaran kursi. Tatapanku lurus kedepan, sebuah pepohonan hijau dengan beberapa tanaman mawar putih disekelilingnya. Cantik, tapi terasa hampa.

Aku terus dan hanya berkutat dengan fikiranku yang begitu penuh tentang: Bagaimana esok hari?  Apakah aku baik-baik saja tanpa Seulgi. Fikiran-fikiran itu memenuhi otakku dan begitu membuat  dadaku terasa sesak.

"Jimin-ah. Gwaenchana?" Tanya Taehyung.

Aku menoleh sebentar ke arahnya lalu mengangguk. "Eoh. Gwaenchana." kataku singkat.

Taehyung membuang nafasnya kasar. Sepertinya ia tahu bahwa aku sedang tidak  baik-baik saja. Kami berteman sejak lama, jadi ia cukup tahu apapun tentang diriku. Saat mendengar ceritaku tadi, sorenya ia langsung menuju kemari dan hasilnya ia mengajakku ke taman belakang. Menenangkan diri, katanya.

Taehyung, Sebenarnya aku tak ingin ia melihatku dalam keadaan seperti ini. Dia begitu lembut perasaannya. Sedikit banyak, saat melihat keadaanku yang seperti ini pasti membuatnya sedih. Maafkan aku Tae.

Aku kembali meluruskan pandanganku kedepan. "Jimin-ah," Panggilnya lagi.

"Eoh." Jawabku pelan tanpa menoleh ke arahnya.

"Hari ini hari apa?"

"Kamis."

Dari sudut mataku, terlihat Taehyung tersenyum. "Kalau misalnya Tae beli 3 butir telur lalu Tae tambah lagi 2 butir telur. Jadi berapa-"

"Lima." Ketusku. "Kim Taehyung, aku sedang tidak ingin bercanda." Aku menatap tajam ke arahnya.

Dia mengangguk. "A-aku hanya takut kau menjadi aneh atau yang lainnya. Habisnya kau diam saja. Keluarkan apa yang kau rasakan. Kau selalu mendengarkan keluh kesahku. Akupun demikian. Bicaralah." Taehyung merangkulkan tangannya di bahuku.

"Karena sudah mengkhawatirkanku, terima kasih Tae." Kataku lalu mencoba tersenyum namun sangat tipis. Aku tidak tahu maksud dan tujuannya memberiku pertanyaan ke kanak-kanakan itu. Tapi benar, dia yang begitu perhatian padaku, aku ucapkan terima kasih padanya.

"Tae, kau tau kan aku begitu mencintai eomma melebihi siapapun..." Saat aku memandangnya Taehyung mengangguk, dan benar saja. Matanya sudah berkaca-kaca seolah tahu kalimatku selanjutnya. "...meski ia bukan ibu kandungku. Aku menyayanginya sepenuh hati. Tapi. Kenapa dia harus Ibu kandungnya Kang Seulgi huh?!"

Nada bicaraku semakin tinggi namun tatapan Taehyung semakin hangat dan menenangkan. Ia tampak tak terganggu sama sekali dengan ucapanku.

"Bukan salah ibu atau ayahmu jika mereka bersama. Dan, tentu saja ini bukan salah kalian." Katanya, air matanya pun tumpah. Dia begitu rapuh apalagi saat melihatku terluka. Sahabatku.

"Apakah menurutmu ini takdir kami. Takdir buruk yang memang diperuntukkan untuk kami?" Nadaku melemah. Taehyung pun menggeleng.

"Kalian pasti bisa bersama. Semua ini pasti berakhir Jimin-ah. Kau harus semangat! Pasti ada jalan keluarnya." Kata Taehyung,  Kedua tangannya pun sudah berada pada pundakku, mencengkeramnya erat. Dia benar-benar berusaha meyakinkanku bahwa semua baik-baik saja.

"Kami baru saja berpacaran. Aku tidak siap kehilangannya secepat itu." Aku mendecih membuat Taehyung semakin tak dapat menahan air matanya. "... Apa aku kuliah ke luar negeri saja Tae? Aku bisa mengambil program pertukaran mahasiswa."

"Yak! Pabo! Kau mau meninggalkan ku sendiri?"

"Aah~ benar. Aku masih punya kau. Sahabatku."

Taehyung, dia tersenyum pilu. "Jim, Kau masih punya aku dan Jungkook. Bagaimana kau memutuskan untuk pergi begitu saja? Lagipula ibumu yang sering sakit itu mau kau tinggalkan juga? Sudah cukup ayahmu yang jarang pulang. Kau harus disini dan menemani ibumu."

Aku mengangguk. "Aku pasti akan menemani ibuku. Membahagiakannya dengan cara.." Turun sudah, air mata luka ku tak terbendung. "... menjauhi pu-te-rinya."

"Percayalah bahwa  Ini demi kebaikan kau dan keluargamu dan juga Kang Seulgi." Ucap Tae.

Aku dan Taehyung kemudian kembali ke rumah dan segera masuk kedalam kamar. Ternyata, sudah ada Jungkook yang berbaring di tempat tidur.

"Hyung. Kalian dari mana saja?"

"Taman belakang Kook." Jawab Taehyung lalu ia merangkulku menuju Sofa.

"Bagaimana keadaanmu Hyung?"

"Aku... baik." Jawabku. Tubuhku sudah di topang oleh kursi dan aku mengadahkan kepalaku dengan mata terpejam.

"Hyung. Aku harap kau segera mengambil keputusan. Dan... Keputusan itulah yang terbaik."

"Sudah. Aku sudah memutuskan untuk meninggalkan Seulgi."

"Hyung.." Panggilnya lagi sedang aku tetap memejamkan mata.

"Maafkan aku."

"Untuk apa?"

"Untuk semuanya."

Ada apa dengan bocah itu. "Eoh? Ya, ya." Aku tak terlalu menghiraukannya.

Author PoV

"Kook. Aku pulang dulu ya." Ucap Taehyung saat Jimin terpejam, ia tidur dengan kekalutannya.

"Hati-hati hyung."  Tak lama, Taehyung menuju pintu kamar dan hilang dibaliknya.

Lama Jungkook menatap Jimin yang saat ini meneteskan air matanya. Menangis dalam tidurnya.

"Seeeuuullll...." Lenguh Jimin sambil memijit kepalanya sendiri.

"Hyung..." Gumam Jungkook. Ia pun berjalan menuju sofa dan duduk tepat disamping Jimin. "Mungkin kedepannya akan semakin berat. Aku harap kau bertahan hyung."

***

Dilanjut kalau ada komen nya ya. #gakmaksabener.

Tbc!

Jadi, siapa menurut kalian yang pantas akan menjadi sahabat Seulgi. Cowok.

Kalau aku sih.......



 PRINCESS WITH A CHARMING BOY [1-33 END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang