BAB 4

665 79 9
                                    

Wanita dan seorang laki-laki itu sejak tadi berdebat di depan sebuah delman. Perdebatan mereka membuat kusir delman itu bosan mendengar pertengkaran tiada habisnya. Di antara mereka  tidak ada yang mau mengalah, keduanya bersihkukuh dengan kemauannya masing-masing.

Kusir delman bukan tidak mencoba menengahi mereka, hanya saja mereka  terlalu sibuk dengan argumen masing-masing dan tidak mau mendengarkan orang lain. Hal hasil kusir itu memilih jalan aman, diam.

Siang ini cuaca di kota Denpasar sangat cerah, matahari bersinar tanpa malu-malu. Para turis dari berbagai negara asik berjalan laki di trotoar, sambil sesekali mengunjungi deretan toko sovenir yang berjejer sepanjang jalan, mulai dari aksesori unik, baju dengan tulisan dan gambar-gambar khas bali, alat musik mini dan karya-karya seni lainnya yang lazimnya terbuat dari bambu. Masyarakat bali memang terkenal dengan keterampilan memahatnya dan kepiawaiannya dalam segala bidang senin, baik laki-laki maupun perempuan.

Ketika semua orang sibuk menikmati suasana ķota di pagi hari, melihat ramainya pengunjung terutama pengunjung mancanegara, menjadi daya tarik sendiri bagi para penduduk lokal. Mereka malah terlarut dalam perdebatan yang menurut orang lain tidak penting, seperti anak kecil yang merebutkan permen.

"NO! pokoknya aku tidak mau naik delman itu, sampai kapan pun." Ancam Laki-laki dengan pakaian santai berwarna putih-abu, dengan celana jins sampai lutut, kaca mata hitam dan sepatu olah raga kesayangannya, dia tetap kekeh dan tidak mau mengerti.

"Baiklah, kamu pulang saj sendiri dan Aku akan pulang dengan delman ini saja." Nada suara wanita itu terlihat angkuh dan seolah menjebak.

"Eee gadis aneh! Kamu gila ya? Aku tidak hafal jalan-jalan di bali.!!" Protesnya kesal, nada suaranya tidak menurun tetap saja sombong dan menyebalkan.

Pagi ini Cinta sudah sangat kesal dan muak menghadapi laki-laki yang satu itu. Yang selalu banyak maunya, mau inilah , tidak mau itulah, membuat Cinta terselut emosi.

Pagi buta tadi, Ajiknya membangunkan dirinya dan memintanya menemani Dewa jalan-jalan sambil melihat matahari terbit. Kurang gila apa lagi?  bangun sepagi itu bahkan mendahului ayam berkokok, hanya untuk menemani orang sombong ini melihat matahari terbit. Apa saat di Amerika, tidak ada matahari terbit?

Cinta mengajaknya ke salah satu kompleks persawahan yang paling dekat dengan rumahnya, itupun harus di tempuh dengan kendaraan. Sepanjang perjalanan gadis bali itu sedikitpun tidak tersenyum, bahkan dia malas bicara. Dia hanya memperhatikan Dewa mengambil beberapa gambar dan menikmati pagi yang dingin dan sunyi. Jelas saja sunyi, siapa juga yang mau berkeliaran di pagi buta seperti ini kalau bukan orang gila seperti dirinya.

Dan sialnya lagi- saat mau pulang, mobil yang mereka kenakan malah kempes dan tidak bisa di gunakan. Entah apa yang terjadi, yang jelas hal itu berhasil membuat Dewa kesal. Jangan tanya Cinta, saking kesalnya dia bahkan malas berkata-kata. Dengan terpaksa, mereka berdua pun berjalan kaki hingga ke jalan besar sampai akhirnya mereka menemukan delman. Sepanjang berjalan kaki, Dewa hanya mengeluh dan mengomel yang tidak jelas, membuat telinga Cinta panas mendengarnya. Tapi, Cinta hanya diam. Dia malas berdebat di saat dirinya kesal, karena biasanya dia bisa lepas kontrol saat marah dan dia tidak ingin hal itu terjadi.

Sebenarnya banyak sekali ke daraan lain yang bisa mereka pakai. Tapi, karena jaraknya tidak jauh dan untuk menghemat biaya, gadis itu memilih angkutan yang mengandalkan tenaga kuda itu. Bukan hanya itu, Ketidak tauan Dewa akan daerah bali mejadi kesempatan baik untuk membalas sakit hati gadis itu sejak pagi ini.

"itu masalah mu sendiri. Kalau kamu ingin pulang bersamaku, naik delman ini. Kalau tidak, pulang saja sendiri!" Ancamnya dengan raut wajah kesal, pokoknya hari ini dia tidak akan mengalah. Kusir delman itu, hanya menopang dagu seolah sedang menonton pertunjukan drama.

Ketika Dewa Cinta Bertemu  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang