BAB 14

519 63 12
                                    

Saat ini telah memasuki musim pendingin, angin-angin yang berhembus terasa membekukan pori-pori kulit. Orang-orang mulai berlalu-lalang menggunakan mantel tebal mereka , ada yang berbahan bulu-buluan, wol dan ada juga beberápa jenis bahan hangat lainnya.

Kota New York, Amerika Serikat basah. Hujan mulai sering turun, yang biasanya berskala besar di malam hari. Hingga udara pagi di kota itu terasa lebih bersih dan segar.

Laki-laki blesteran indo-spanyol, berbadan tinggi besar itu masuk ke dalam mobil marcedes berwana hitam. Seorang supir paruh baya membukakan pintu untuknya. Dengan sikap yang sopan dan sedikit menunduk. Sama seperti cuaca hari ini, wajah pemilik perusahaan senjata ilegal terbesar nomer dua di dunia itu, sedang tidak bersahabat layaknya seperti awan mendung yang bergantung di langit Amerika.

Tujuan utamanya hari ini adalah Rumah Besar Maxim, kakeknya. Seorang pengusaha barang-barang gelap ternama di dunia. Laki-laki tua itulah yang membawa dan mendidik Wiliam sejak kecil di dalam dunia hitam perjudian, penjualan senjata dan pekerjaan haram lainnya. Dia menanamkan etos kerja yang tinggi pada Wiliam kecil, mempengaruhinya untuk menjadi penerus usaha kotornya. Kekayaan yang dia dapat dari pekerjaannya itu, bahkan melebihi presiden Amerika sekalipun.

Maxim, laki-laki berdarah Spanyol yang memiliki 53 cabanh usaha gelap dan barang-barang ilegal di seluruh dunia. Tak hanya itu dia juga memiliki beberapa perusahaan legal yang merupakan investasi dari hasil usaha gelapnyà. Dia memilik 5 mol terbesar di lima negara maju, hotel dan bidang properti lainnya, serta investasi emas sebagai investor utama.

Setelah menempuh perjalanàn selama kurang lebih 15 menit, mobil marcedes hitam itu memasuki halaman besar dan luas. Di hadapannya berdiri tegak sebuah rumah besar, mewah dan luas bergaya spanyol yang kental. Tanah seluas 1 hektar itu diisi oleh beberapa bangunan, yaitu rumah mewah, garasi mobil dan penyimpanan barang-barang ilegalnya.

Di halamannya terparkir puluhan mobil mewah berwarna hitam dan beberapa kendaraan body besar yang biasa di gunakan sebagai pengangkut barang kirimannya. Ada ratusan bodyguard berbadan kekar yang semuanya menggunakan sergam hitam yang menjaga setiap inci rumah itu. Semuanya merupakan orang-orang yang di latih khusus oleh Maxim.

Semua orang berbaju hitam itu menunduk memberi hormat ketika, mobil mercedes milik William memasuki halaman rumah. Hingga sampai di pintu utama, seorang penjaga membukakan pintu untuknya dan membungkuk hormat.
Wajah datar laki-laki itu masih terpampang setia, tak ada senyum sama sekali atau hanya untuk berbasa-basi. Dia langsung berjalan masuk mengacuhkan Bodyguard yang membungkuk hormat.

"KAU BODOH, BRENGSEK!!" Suara itu memekakan telinga, menyambut kedatangan William.

Terlihat seorang laki-laki tua berusia kurang lebih 60 tahun, sedang asik memarahi salah satu Ajudannya. Wajahnya merah padam, usianya yang sudah rentan dan tidak muda lagi tidak membuatnya lelah menyemburkan kata-kata kasarnya. Dia bahkan tidak segan-segan memukul tubuh Ajudannya menggunakan tongkat kayu jatinya yang berwarna hitam. Ajudan itu hanya bisa berlutut sambil menunduk, saat atasannya memaki dan memukul punggungnya dengan keras berkali-kali.

Pemandangan seperti itu adalah pemandangan biasa bagi William, dia tidak perlu terkejut bahkan bertanya, kenapa?.  Karena dia sudah tau seluk beluk sifat dan kebiasaan kakeknya itu. William berdiri santai menyandar pada salah satu pilar yang berdiri di antara ruang tamu dengan ruang depan. Dia memasang wajah santai sambil terus memperhatikan pemandangan di depannya, seolah dia sedang menonton film action di bioskop.

Matanya dengan lekat memandang ketika tua bangka Maxim memerah padam karena terbakar emosi. Kakek tua itu memang tidak pernah lelah dan tidak pernah menyadari usia senjanya yang sebentar lagi mendekati tanah merah. Alih-alih berbuat baik untuk bekalnya di akhirat nanti, dia malas semakin asik dengan duniawinya yang bergelimbangan harta. Bahkan di usianya kini yang sudah memperlihatkan gurat-gurat keriput, dia masih suka bermain dengan wanita-wanita malam yang dia bayar berjuta-juta dolar.

Ketika Dewa Cinta Bertemu  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang