"Menikah?!!!" Nada suara Dewa meninggi, ada keterkejutan dan marah yang samar-samar tersirat.
"Omong kosong macam apa ini Mam? Mami taj sendiri, aku datang ke bali bukan untuk bersenang-senang apalagi menikah. Tapi, untuk bersembunyi dan mami tau itu." Lanjutnya. Dirinya tidak habis pikir dalam keadaan seperti ini, bagaimana mungkin hal itu Terpikirkan di benak maminya.
"Mami tau itu dewa, tapi kamu juga harus mengerti bahwa ini adalah permintaan terakhir almarhum papi kamu. Mami tidak akan bisa tenang sebelum ini terpenuhi dan mami yakin papi juga merasakan hal yang sama." Buk Dayu mencoba menjelaskan dan berharap Dewa mau mengerti dan bersedia melakukannya.
Diam. Dewa tidak bisa berkata-kata, dia bingung harus merespon seperti apa. Dua hal yang tidak mungkin dia lakukan, tapi memaksanya harus memilih.
"Mam, aku ini sedang tidak aman. bahkan mamipun tidak aman bersama ku, apalagi Cinta yang nantinya akan menjadi istriku bila aku menikahinya. Aku tidak mau, Cinta berada dalam bahaya, dia tidak akan bahagia bersamaku. Dan aku TIDAK MENCINTAINYA!!"
Buk Dayu termangu, kata terakhir itu seolah menjadi kutukan bagi keinginanya untuk memujudkan permintaan terakhir almarhum suaminya. Dia sangat ingin mrmujudkan hal itu, karena keinginan itu sudah di pupuk suaminya sejak Dewa dan Cinta belum di lahirkan.
"Dewa, sebenarnya ini adalah salah satu alasan kenapa Mami memilih Bali. Mami terikat dengan janji di tanah ini, sejauh apapun mami mengacuhkannya, mami tetap teringat. Tapi mami tidak bisa berbuat apa-apa, jika kamu memang tidak mau melakukannya. Mami juga tidak boleh egois." Suara perempuan setengah baya itu merendah, terdengar putus asa dan pasrah. Ada rona kesedihan di balik warna suaranya, mata hazelnya merebut tak menampakan sinarnya lagi. Tidak ada lagi berbinar.
Dewa sangat mengerti perasaan Maminya yang ingin melihatnya bahagia dan berkeluarga. Tapi, itu hal yang sangat mustahil untuk dia lakukan. Setidaknya untuk saat ini. Dia tidak ingin mengambil resiko dan bersikap egois dengan membahayakan orang lain yang tidak tau apa-apa.
Sebenarnya Cinta bukanlah orang yang buruk, gadis itu sangat baik dari segi moral ataupun fisik. Tapi karena kebaikan itulah, Dewa tidak ingin merusak hidup gadis itu. Dia sudah cukup bahagia di sini dan meskipun dia belum sepenuhnya bahagia, menikahinya bukanlah solusi terbaik. Gadis itu berhak bahagia tapi tidak bersama dirinya.
Dewa juga tidak bisa melakukan apapun untuk Maminya. Maminya harus mengerti dengan keadaannya, ini adalah jalan terbaik untuk dirinya, Maminya dan juga Cinta.
Buk Dayu pergi meninggalkan Dewa dengan langkah gontai. Dewa hanya bisa menyaksikan kesedihan di raut wajah Maminya. Mungkin untuk saat ini, wanita setengah baya itu sedih tapi seiring berjalannya waktu, Dewa yakin Maminya pasti akan mengerti dan bisa menerimanya.
Maafkan aku,mi. - bisiknya
0-0-0-0-0
Malam itu juga, Dewa bergegas menemui Cinta di sebuah kafe yang sudah mereka sepakati. Dia ingin memperjelas semuanya, jangan sampai ada kesalah pahaman diantara niat perjodohan itu.
Ajakan Dewa untuk bertemu di sambut baik oleh Cinta karena hal itu sejalan dengan apa yang dia pikirkan. Sàma seperti Dewà, Cinta juga ingin mengatakan sesuatu soal perjodohan kedua orang tua mereka.
Mobil avanza berwarna silver itu memasuki areal parkir kafe. Suasanyanya cukup lengang di karenakan tidak banyak yang datang di jam malam seperti ini, biasanya di jam-jam seperti ini kebanyakan orang memilih bar sebagai tempat tongkrongan mereka.
Dewa mengenakan pakaian yang cukup formal namun tetap terkesan santai. Kemeja putih polos, celana denim hitam, sepatu cats berwarna gelap dan jam tangan mahal melengkapi penampilannya. Rambutnya di sisir tidak begitu rapi memberikan kesan gagah dan gentle.
Dia menuruni mobilnya setelah memastikan mobilnya terparkir dengan rapi, menguncinya dan segera melangkah memasuki kafe. Tempat itu bernuasa romantis, dihiasi lampu remang-remang, alunan musik menyambut para pengunjung di pintu masuk dengan lagu romantis membuat siapapun yang mendengarnya akan terhanyut. Tempat ini sangat cocok untuk pasangan menghabiskan waktu bersama.
Ada banyak meja dengan masing-masing dua kursi yang tersedia. Meja-meja itu tertata dengan rapi namun lengang dan kosong. Hanya satu, dua yang diisi oleh sepasang kekasih yang sedang mengahabiskan waktu bersama. Mereka tertawa bersama, berpegangan tangan dan bahkan ada yang saling suap menyuapi.
Mata Dewa mencari-cari kesegala arah penjuru ruangan, mencari sebuah sosok yang sedang menunggunya. Dia menyisir seluruh ruanganencari-cari hingga akhirnya dia menemukan sosok yang sedang dia cari. Seorang gadis sedang duduk di bangku dekat jendela, dia sedang asik memandang lampu-lampu di jalananan. Entah dia memperhatikan atau justru melamun memikirkan sesuatu.
Gadis itu memakai gaun selutut berwarna pastel mengembang di bagian bawahnya, tas slempang terlilit di tubuhnya, memakai hills pendek berwarna kuning telur sangat pas di kakinya membuatnya tampil sangat cantik dan anggun.
Beberapa saat Dewa terpesona dengan gadis cantik di hadapannya, keanggunannya bak dewi laut yang menyejukan. Tapi, Dewa sadar akan tujuan dia datang kemari. Dia melangkahkan kakinya cepat terkesan terburu-buru dan seolah sesuatu yang sangat genting dan penting.
Cinta menoleh saat mendengar derap langkah mendekatinya, matanya langsung menangkap sosok laki-laki berbadan tinggi, berkulit sawo matang bersih, berambut hitam legam dan mata hazel yang indah mendekatinya. Spontan Cinta tersenyum namun, laki-laki itu tampak biasa saja tidak menghiraukannya. Tidak apa-apa
Dewa duduk di depan Cinta dengan wajah yang serius, menatap gadis itu lekat.
"To the point saja. Aku datang kesini untuk membicarakan soal perjodohan kita. Jujur saja aku menolak perjodohan ini, dan aku berharap kamu juga melakukan hal yang sama seperti yang aku lakukan." Ungkapnya serius.
Deg. Entah kenapa jantung Cinta seolah berhenti berdetak, waktu seakan berputar di sekelilingnya. Apa barusan Dewa terang-terangan menolaknya? Kenapa? Apa sebegitu buruk dirinya? Apa dia tidak pantas?
Apa yang Cinta pikirkan ternyata berbeda dengan Dewa. Dirinya menyetujui perjodohan itu karena dia yakin Dewa orang yang baik tapi ternyata, laki-laki itu justru lebih dulu menolaknya dan bahkan secara pribadi ingin bertemu untuk membicarakan tentang penolakan ini.Gadis polos itu tidak mengerti kenapa perasaannya seolah di lukai, seperti sebuah jarum yang menusuk-nusuk. Tapi Cinta tidak memperlihatkan kelemahannya, dia bersikap rasional dan ikut seolah menolak perjodohan itu.
"Ya tentu saja. Aku juga tidak ingin menikah denganmu." Suara Cinta tertahan di pangkal tenggorokannya. Dia berusah mempertahankan harga dirinya.
"Baguslah." Singkat, padat dan jelas
"Tapi aku juga butuh alasan."
"Alasanku sudah jelas, bukannya kita tidak saling mencintai? Jadi itu apa menikah bila tidak saling menyukai?" Jawaban itu terkesan kasar dan arogant. Dewa kembali ke watak aslinya, berbeda dengan dewa yang beberapa hari lalu sangat lembut dan penuh kasih sayang.
#TOBECOUNTINUE
SORRY UPDATENYA LAMA dan maaf kalok rada nggak nyambung hehe
Banyak typonya juga
Karena ku lagi gabut, banyak problem hidup..
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Dewa Cinta Bertemu [END]
General Fiction"Mencintaimu adalah rasa sakit.. Tapi, tidak mencintaimu jauh lebih sakit" Hubungan antara Dewa dan Cinta berawal dari sebuah perjodohan. Dimana perjodohan itu membawa Cinta seorang gadis desa asal bali harus tinggal di tempat yang asing, yang tida...