BAB 19

541 63 6
                                    

Cinta di bawa ke rumah sakit sentral kota New york. Rumah sakit terbaik dan tercangkih di daerah itu.

Para dokter dan perawat berlarian mengawal tubuh Cinta menuju ruang UGD  untuk di periksa lebih lanjut. Setelah beberapa lama akhirnya di putuskan, Cinta harus menjalani operasi kecil untuk mengeluarkan peluru yang bersarang di balik tulang punggungnya. Dewa menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi Cinta, setelaj itu barulah para dokter bedah melakukan tindakan.

Di ruang tunggu di depan ruang operasi, Dewa menunggu dengan harap-harap cemas. Dia melantunkan seribu doa untuk keselamatan istrinya, tak henti-hentinya mulutnya berkomat-kamit melantunkan doa kepada Yang Maha Kuasa.

Setengah jam kemudian Jonh dan Kevin datang dengan nafas memburu, mereka tampak sangat khawatir hingga mereka berlarian menuju ruang operasi.

"Dave, bagaimana keadaannya?" Kevin lebih dulu membuka mulut, karena Jonh masih meneraturkan pernafasannya. Laki-laki satu itu memang tidak terbiasa berlari.

"Dia sedang menjalani operasi." Jawab Dewa putus asa. Saat ini perasaannya amburadul, dia benar-benar malas bahkan hanya untuk berbicara. Pikirannya terpusat pada Cinta yang sedang berjuang di ruang operasi, tidak ada hal yang lebih penting dari pada itu.

Jonh dan Kevin duduk di kedua sisi Dewa, menepuk  bahu sahabatnya yang sedang di landa kekhawatiran yang teramat dalam. Dewa tidak tau harus bicara apa ataupun melakukan apa? Tapi, untungnya kedua sahabatnya itu selalu ada untuknya, di kala suka maupun dukanya. Setidaknya dia bersyukur untuk itu.

"Tenang, Dave. Semuanya pasti akan baik-baik saja." Kevin berusaha menenangkan Dewa

"Ini pasti rencana William, laki-laki itu memang licik. Aku tidak akan tinggal diam." Geram Jonh. Dia masih saja berpikir jika William adalah di balik semua ini.

"Jonh, ini sama sekali bukan salah William. Aku yakin, semua ini adalah rencana Tuan Maxim." Dewa mengangkat wajahnya menatap Jonh dengan seksama, berusaha memberikan pengertian kepadanya.

"Dave, kau ini kenapa selalu saja membela William, jelas-jelas selama ini dia selalu berusaha membunuhmu?" Jonh trrsulut emosi, dia tidak habis pikir dengan jalan pikiran Dewa. Dimanatanya William adalah orang yang licik dan kejam, dan itu mutlak bagi Jonh.

"Sudahlah Jonh, jangan memperkeruh keadaan. Kita bahas soal ini nanti." Lerai Kevin yang juga sedikit kesal dengan kelakukan Jonh yang menurutnya tidak tepat dalam keadaan seperti ini.

"Jonh, William itu kakakku. Selama ini dia salah paham, aku mohon jangan pernah menyentuhnya sehelai rambutpun." Dewa memberikan peringatan tegas meski dalam intonasi kecil dan terdengar tak bertenaga.

Jonh hanya melengos malas, dia benar-benar tidak suka dengan sikap Dewa yang selalu membela William yang jelas-jelas berbuat jahat padanya. Namun, Jonh berusaha menahan diri agar emosinya tidak meledak-ledak. Dia tidak ingin hanya gara-gara masalah ini membuat hubungannya dengan Dewa renggang.

Suasana kembali sunyi, hanya terdengar suara jam berdenting. Ketiga laki-laki itu hanya duduk termenung menunggu jalannya operasi, mereka menanti dengan harap-harap cemas. Dua jam sudah berlalu, tidak ada percakapan diantara mereka bertiga. Suasana benar-benar canggung membuat Kevin beberapa kali berdehem memancing kedua sahabatnya, namun itu membantu sesikitpun.

Demhh...

Pintu ruangan itu kemudian terbuka, lampu berubah menjadi berwarna hijau. Seoranh dokter menggunakan pakaian operasi bernuansa hijau, keluar dari balik pintu kaca itu. Dewa, Jonh dan Kevin serentak berdiri menghampiri dokter itu, berharap ada kabar baik yang bisa mereka dengarkan.

Ketika Dewa Cinta Bertemu  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang