BAB 8

506 71 4
                                    

Sejak kemarin malam hingga pagi ini, Cinta masih merenung. Pikirannya melayang entah kemana, matanya menatap nanar dinding-dinding ruangan itu. Kata-kata Dewa masih terngiang-ngiang di telinganya, entah kenapa kata-kata itu terasa sangat menyakitkan. Bagai sepasang beĺati menikam hatinya.

Apakah dia kecewa karena Dewa terang-terangan menolaknya? Tapi kenapa?
Bukankah seharusnya dia senang? Bukankah dia juga tidak ingin menikah?
Lalu apa masalahanya? Seharusnya saat ini dia tersenyum senang karena perjodohan itu tidak akan terjadi, kedua orang tua mereka juga menghormati keputusan itu.

Cinta mendesah kasar, tangan kirinya memegang dahinya yang pusing, matanya terpejam dan dia menengadahkan kepalanya dengan kasar pada diding bangku kerjanya. Ruangan itu sunyi, hanya suara angin berdesir mennabrak jendela luar. Konsentrasi gadis itu pecah, semua pekerjaannya berantakan dan tiďak terselesaikan dengan baik. Ini pertama kalinya hal seperti ini terjadi, sebelumnya Cinta tidak pernah melalikan pekerjaánnya.

Gadis itu mencoba memejamkan matanya, dia akan tidur sejenak. Mungkin pikirannya akan lebih tenang setelah istiràhat beberapa menit. Tapi, tak samapai 15 menit Cinta kembali berdesah frustasi. Dia tidak bisa tidur meskipun hanya sebentar saja.

Dia bangkit dan bergegas keluar dari ruang kerjanya, mungkin sedikit udara segar akan membuat perasaannya lebih baik. Cinta berjalan menuju taman belakang resort yang langsung menghadap ke pantai. Biasanya taman ini di pakai saat ada tamu yang menyelenggarakan acara, mulai dari ultah sampai resepsi pernikahan.

Tapi hari ini tempat itu kosong, hanya beberapa tukang kebun yang sedang asik merawat p0hon-pohon dan menyiram rerumputan. Cinta berdiri di sebuah tembok pembatas resort dengan pantai yang tingginya hanya sampai pinggangnya. Gadis itu kembali menatap pantai seperti kebiasaannya, membuat anak rambutnya berkeliaran di hempas angin.

Cukup lama dia berdiri disana sampai akhirnya seorang pegawai mendatanginya.

"Maaf Bu, ada yang mencari Ibu di lobi." Ujar pegawai itu dengan nada santun dan sedikit membungkuk.

Cinta mengerutkan dahinya, siapa yang mencarinya?

"Saya tidak membuat janji dengan siapapun hari ini. Tolong minta dia kembali di lain waktu. Katakan, saya tidak inğin di ganggu." Jawab Cinta sedingin es. Gadis itu bahkan tidak menoleh pada pelayannya. Fokusnya tetap menikmati paemandangan pantai.

"Tapi Bu, dia bilang ini sangat penting dan mendesak." Dengan takut-takut karyawan itu menatap atasannya yang sejak tadi tidak membalikan badannya.

Cinta memutar badannya, menatap karyawannya dengan tatapan tajam dan seolah tidak ingin di bantah. Karyawan wanita yang lebih muda darinya itu langsung menunduk takut.

"Baik Bu, saya akan sampaikan." Jawabnya undur diri.

Pegawai itu berjunjut menuju lobi untuk menyampaikan pesan atasannya itu. Dia sangat tau bagaimana karakter bossnya, jika gadis itu sudah bilang tiďak, maka itu artinya tidak. Tidak ada bantahan dan dia tidak suka di bantah.

Cinta memang bukan tipe orang yang suka marah, tapi jangan coba-coba ketika dia sudah mulai marah. Dia bisa menjadi orang yang berbeda, lebih mengerikan dari yang terlihat.

" maaf tuan, Bu Cinta sedang tidak ingin di temui. Anda di minta menemuinya di lain waktu."

Dewa menggeram frustasi mendengar ucapan pegawai resort itu.

"Saya harus menemuinya." Laki-laki bernama Dewa itu mencoba menerobos masuk ke dalam resort. Tapi pegawai itu tetap melarangnya dan bahkan memanggil satpam untuk menghentikannya.

"Maàf tuan, anda tidak boleh masuk!" Seru satpam bertubuh kekar itu.

Tapi, laki-laki itu tidak perduli. Dia tetap memaksa masuk, mendorong satpam-satpam itu dan berhasil menerobos masuk.

Ketika Dewa Cinta Bertemu  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang