BAB 11

582 78 5
                                    

Ke esokan paginya, Dewa langsung menemui Ibundanya yang sedang asik menyiram tanaman di belakang rumah yang baru saja mereka beli, tak jauh dari pusat kota Denpasar.

Bu Dayu terlihat sangat bahagia sekali, senyumnya merekah tanpa henti. Tangannya semangat menggenggam selang hijau, sesekali menggesernya ke kanan, kemudian berpindah ke kiri dan begitu seterusnya.

Dewa melihat senyum bahagia itu, membuatnya tak tega untuk merusak senyum itu. Tapi, harus bagaimana? Mau tidak mau, suka tidak suka, hal ini harus dia bicarakan secepatnya karena dia hanya punya waktu hanya hari ini saja.

"Mi...." panggil Dewa sembari duduk di bangku di tengah halaman. Bangku itu menghadap langsung ke arah bunga-bunga yang sedang di siram oleh buk Dayu.

Mendengar panggilan putra semata wayangnya, wanita setengah bayaa itu segera mematikan keran dan meletakan selang itu ke tempatnya. Masih dengan senyuman, Buk Dayu menghampiri Dewa dan ikut duduk di sampingnya.

"Kenapa, Wa?" Tanyanya sambil membersihkan kedua telapak tangannya yang basah

"Mami, tumben nyiram bunga pagi-pagi. Keliatannya mami seneng banget. Kenapa sih?" Dewa berbasa-basi

"Ya, mami seneng sekarang mami sudah tinggal di tempat dimana mami di lahirkan. Dan yang paling penting adalah, sekarang kamu sudah berkeluarga. Itu kebahagiaan tiada tara buat mami." Jawabnya dengan senyuman

Dewa terdiam. Dia tidak tau bagaimana kecewa maminya, jika tau Dirinya harus segera pergi. Dia tidak punya banyak waktu, sebentar lagi Wiliam pasti akan menemukan keberadaannya. Mendung menyelimuti wajah tampan Dewa.

"Mam, ada yang ingin aku bicarakan." Kini wajah Dewa berubah serius. Melihat itu, senyum manis Buk Dayu seketika pudar bersama angin yang lewat.

"Ada masalah apa lagi?" Tanyanya dengan wajah khawatir sekaligus tidak suka

"Mam....aku harus segera meninggalkan bali. Aku harus pergi."

"Pergi? Lagi? " kerutan spontan terlukis di wajah senjanya.

Dewa sangat tau itu bukanlah yang di inginkan Maminya. Dia merusakan kebahagiaan semua orang dalam waktu singkat. Tapi, harus bagaimana? Dia tidak bisa membiarkan orang-orang yang di cintainya celaka karena dirinya. Lagi pula, ini bukanlah pertama kalinya Dewa meninggalkan Maminya, pindah kesana dan kesini, dari satu negara ke negara yang lain. Dan dia berharap Maminya akan mengerti posisi yang di hadapinya saat ini. Setuju atau tidak, Dewa akan tetap pergi. Tapi, dia ingin setiap kepergiannya mendapatkan restu dari orang tuanya.

Untuk Dewa sendiri, ini bukanlah hal yang mudah. Mengingat statusnya saat ini, ada seorang wanita yang sekarang harus dia lindungi dan pertanggung jawabkan. Karena itu adalah kewajibannya sebagai seorang suami.

"Mam...''  Laki-laki berusia 27 tahun itu menggenggam kedua tangan ibundanya. Buk Dayu tidak tahan membendung air matanya lebih lama lagi. "Maafkan aku. Kali ini aku benar-benar harus pergi. Demi keselamatan mami dan yang lainnya." Sambungnya

Buk Dayu menatap putra semata wayangnya dengan bercucuran air mata. "Mami ingin kamu berhenti melakukan pekerjaan itu. Kapan semua ini berakhir? Mami ingin kamu tidak perlu lagi sembunyi sana sini, seperti saat ini."

"Iya. Dewa janji, ini yang terakhir. Setelah masalah ini selesai, aku tidak akan melakukannya lagi." Ucapnya bersungguh-sungguh

"Lalu bagaimana dengan Cinta? Apa kamu akan meninggalkan dia? Kalian baru menikah sehari,Wa. Ya tuhan!" Lirih frustasi Buk Dayu

"Aku sudah memberitahu kan hal ini, keputusan ada di tangannya. Dia  ingin ikut atau tidak. Aku tidak mau memaksanya, karena aku tau dunia dia ada disini." Ucapnya sendu

Ketika Dewa Cinta Bertemu  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang