Gadis itu berjalan memasuki areal halaman rumah dengan wajah tertekuk. Tidak ada senyuman apalagi tawa yang menghiasi minggu paginya.Bli Made melihat Cinta melangkah lesu dari arah gerbang, dengan penuh antusias laki-laki setengah baya itu berlari kecil ke arah Cinta. Senyumnya merekah saat melihat gadis itu sudah pulang, tentunya Bli Made punya segudang pertanyáan tentang perjalanan Anak majikannya pagi ini.
Gadis keturuan bali asli itu berjalan mendekati bale, menghempaskan tubuhnya terlentang begitu saja, seolah dia sedang merebahkan badannya di springbad kesayangannya.
"Aduh gek, ngudiang tidur sini?" Bli Made menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan Cinta. Kebiasaannya ini memang tidak pernah berubah, setiap kali gadis itu lelah dia pasti akan merebahkan tubuhnya di manapun tanpa melihat tempat dan kondisinya. Dia sama sekali tidak perduli dengan hal itu, baginya melepas penat lebih penting.
"Gek capek Bli.." Cinta berguman singkat.
"Astaga Gek, nanti kalau di liat Ajik, gek di tegur lagi. Anak gadis tidak boleh tidur sembarangan, banyak yang liat. Tidak baik, gek" Nasehat Bli Made.
Laki-laki 40 tahun itu memang tidak pernah absen menasehati Cinta setiap hari. Tidak boleh inilah, tidak boleh itulah. Dia selalu mengingatkan agar Cinta tidak melakukan hal-hal yang bisa membuat Ajiknya marah.
Bli Made dan Ayah Cinta sejak kecil di besarkan bersama, bedanya Pak Ida anak pengusaha dan Bli Made anak butuh atau pelayan di rumahnya. Tapi, hal itu tidak membuat Pak Ida merasa lebih tinggi dari Bli Made, malahan mereka menjadi teman baik hingga saat ini.
Mereka tumbuh dan di besarkan di tempat yang sama, hal itulah yang membuat Bli Made begitu dekat dengan Cinta dan Pak Ida. Semasa hidupnya, dia mengabdikan dirinya di rumah sunyi itu. Sudah menjadi kebiàsaan baginya karena Orang tuanya juga mengabdi hingga akhir hayat mereka. Keluarga Ida Bagus sangat berjasa bagi kehidupan keluarga Bli made, mereka sudah memberikan tempat dan juga pekerjaan bagi keluarga mereka. Karena alasan itulah, Bli Made bertekad untuk membalas kebaikan Pak Ida beserta keluarganya. Meskipun tidak dengan uang, tapi setidaknya dia bisa memberikan tenaganya dan kesetiaannya.
"Iya Bli, gek tau. Setiap hari Ajik dan Bli Made selalu bilang itu-itu saja. Sudah hafal Mati!" Cinta beranjak bangun mengambil posisi duduk yang lebih sopan.
"Ya itukan demi kebaikan gek juga, gek kayak tidak tau aja orang bali itu seperti apa. Oya, bagaimana jalan-jalan paginya? Wah..pasti menyenangkan. Nyesel Bli Made tidak ikut, terlalu pagi! Bli Made masih tidur..." Bli Made tertawa kaku . Tapi kali ini dia bersungguh-sungguh mengatakannya.
Seketika di tanya, raut wajah Cinta langsung berubah.
"Tidak menyenangkan sama sekali! " Gerutu kesal Gadis berambut coklat itu, mengingat kejadian beberapa jam yang lalu. Dimana merupKan masa-masa menyebalkan bagi dirinya yang telah berhasil merusak moodnya di minggu yang cerah ini.
"Kok tidak menyenangkan? Harusnya Gek seneng dong, jalan-jalan dengan laki-laki tampan seperti gus Dewa."
"Bagaimana mau menyenangkan, dia itu menyebalkan sekali di tambah lagi ban mobilnya kempes. Dan satu lagi, Bli Made terlalu memujinya, dia tidak setampan yang Bli Made bilang." Sungutnya tidak setuju dengan pendapat bli Made yang menilai Dewa seolah laki-laki sombong itu sesempurna yang Bli Made pikir, sementara kenyataannya berbeda.
"Trus Gek pulang pake apa?"
Ketika pertanyaan itu terlontar dari bibir Orang tua itu, Cinta langsung senyum sendiri entah apa yang sedang di pikirkannya. Bli Made menatap Bingung, memperhatiakan raut wajah Cinta yang berubah dalam waktu singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Dewa Cinta Bertemu [END]
General Fiction"Mencintaimu adalah rasa sakit.. Tapi, tidak mencintaimu jauh lebih sakit" Hubungan antara Dewa dan Cinta berawal dari sebuah perjodohan. Dimana perjodohan itu membawa Cinta seorang gadis desa asal bali harus tinggal di tempat yang asing, yang tida...