Keesokan paginya Dara terbangun dari tidurnya. Semalam dia masih menangis dan sedih akan nasib yang ia alami. Tetapi dia kini sadar, dari awal memang semua ini tidaklah nyata dan serius. Semuanya hanya omong kosong dan kepalsuan demi menyelamatkan perusahaan dan ayahnya. Jadi untuk apa merasa sedih karena perlakuan Jiyong. Untuk apa pula kecewa dengan penolakan Jiyong. Lagi pula dia juga tidak mencintai orang itu. Berlebihan memang jika dipikir, mengapa dia harus menangis dengan deras dan terluka seperti tadi padahal tidak mencintainya. Ada apa dengan hatinya? Sangat aneh dan tidak masuk akal.
Dia bergegas untuk bangun dan menyegarkan diri dengan mandi. Dia akan berusaha untuk menikmati hari dan takdir yang sudah ia pilih. Perkataan bibi Ma masih tetap dia pegang teguh bahwa suatu nanti dia akan mendapatkan kebahagiaan yang memang pantas untuk didapatkan. Dia yakin semua pengorbanan ini akan membuahkan hasil yang pantas juga.
Setelah segar dan berganti baju, Dara segera keluar menuju dapur untuk sekadar memasak makanan yang dia bisa. Karena dia sangat kelaparan sekarang. Sepertinya ia terlalu lama menangis dan mengurung diri. Bahkan dia juga tidak makan dari kemarin pagi sejak prosesi pernikahannya. Dia tidak berselera untuk makan dari kemarin. Semua pemikiran dan otaknya hanya dipenuhi oleh ketakutan dan kekecewaan.
Ketika dia membuka pintu kamarnya dan menuju ruang keluarga di apartment tersebut, dia sangat kaget karena melihat Jiyong tertidur dengan damai di sofa. Kenapa pria itu tidur disini? Bukankah kemarin dia pergi keluar? Bukankah kemarin dia meninggalkannya? Bukankah dia menemui Jinah?
Jiyong tampak sangat damai ketika tidur, dia tampak sangat natural dan tidak menampilkan semua yang biasa orang lihat. Bahkan dalam posisi tersebut, lelaki itu masih sangat tampan dan sempurna. Dara hanya menggelengkan kepalanya dan berlalu pergi ke dapur. Dia akan membangunkan Jiyong nanti ketika masakan yang dia masak sudah siap.
Dia tidak ingin menganggu tidur Jiyong, karena dia tahu lelaki itu juga sama tertekannya dengannya, dan dia juga yakin bahwa suaminya itu pasti kekurangan tidur karena memikirkan masa depannya antara dia dengan Jinah.
Meskipun kemarin mereka bertengkar, tetapi Dara masih memiliki rasa kasihan dengannya. Dia tidak seenaknya menyakiti Jiyong. Dia masih memiliki hati. Tetapi bukan berarti dia mulai menyukainya. Dia hanya kasihan karena mereka memiliki nasib yang sama.
Dara segera ke dapur dan membuka kulkas. Sebenarnya dalam kulkas tersebut terisi semua bahan makanan dengan lengkap. Tetapi dia sadar bahwa dia tidak bisa memasak. Tidak semua masakan bisa dia buat. Sehingga dia hanya membuat omelet dua porsi untuk Jiyong dan dirinya sendiri. Meskipun dia tidak bisa memasak, kalau hanya untuk membuat omelet dia masih bisa karena dulu saat di London, dia sering membuatnya bersama dengan temannya.
Dia juga menyiapkan dua gelas susu untuk mendampingi omelet tersebut. Setelah meja sudah siap, dia beranjak untuk membangunkan Jiyong.
"Jiyong, ireona." Kata Dara dengan menepuk pelan pundak Jiyong.
"Sebentar lagi Jinah, aku masih mengantuk." Gumam Jiyong pelan khas bangun tidur.
"Aku bukan Jinah, dan bangunlah. Sekarang sudah siang. Tidak baik hanya tidur." Jawab Dara.
Seketika Jiyong terbangun dan tersadar bahwa dia tidak berada di rumah Jinah. Dia segera duduk dan menatap Dara. Dia merasa bersalah dengan semua yang dia katakan kemarin pada gadis itu.
"Dara, maafkan aku. Kemarin.... kemarin aku terlewat kasar padamu." Kata Jiyong dengan menunduk.
"Aku sudah melupakannya, kau tidak perlu membahasnya lagi." Kata Dara dengan dingin.
"Aku benar – benar meminta maaf padamu Dara, kau bisa memukulku jika kau mau." Kata Jiyong dengan mendekatkan kepalanya ke arah Dara.
Dara hanya mendengus sebal dengan perlakuan Jiyong. Dia sedikit bergerak menjauh karena tidak nyaman dengan suasana canggung ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
SECOND WIFE - COMPLETED
Fanfiction"Sebenarnya appa mempunyai maksud apa? tega sekali appa membuatku menjadi istri kedua darinya?" ada beberapa chapter untuk After Story, dan diprivate