Mentari pagi tampak mengintip dari tirai halus kamar tidur Dara. Merasa dengan cahaya pagi yang mengganggu tidurnya, Dara mulai menggerakkan matanya dan membukanya untuk menyambut pagi pertamanya di Korea. Pagi ini terlihat cerah, dan udara pagi masih menyambutnya dengan semangat. Dara mulai bangun dan bersiap ke kamar mandi untuk memulai harinya. Tetapi fokus matanya terpacu pada selembar kertas di meja sebelah ranjangnya.
Ternyata kertas tersebut adalah surat dari ayahnya. Dia kembali teringat dengan pertengkarannya dengan ayahnya kemarin. Untuk sampai saat ini, dia masih belum bisa menerima perjodohan bodoh ini meskipun di salah satu sisi dia masih sangat ingin membuat ayahnya bangga dan selalu membuatnya bahagia. Tapi, dia ingin untuk membahagiakan ayahnya dengan jalan lain, bukan dengan jalan pernikahan paksa seperti ini.
Dara membaca lembaran tersebut dengan penuh pikir. Sebenarnya dia tidak tega jika perusahaannya hancur dan ayahnya akan menderita lagi. Sebab dia sangat tidak ingin ayahnya menangis. Cukup sekali dia melihat ayahnya dengan sangat hancur ketika melihat ibunya meninggal karena penyakit parah yang sudah lama diidapnya.
"Appa ingin memikirkan ini lagi, apa benar ini yang terbaik untukku Appa? Sebelumnya Appa tidak pernah memakasaku untuk melakukan sesuatu, Appa pasti selalu menuruti segala permiantaanku dan bahkan membebaskan aku untuk melakukan apapun, lalu kenapa sekarang tidak? Apa benar keadaan sudah separah ini? Apa benar Appa sangat membutuhkan bantuanku saat ini? Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?" Pikir Dara dalam pikirannya.
Dara kembali menempatkan surat itu ke laci meja kamarnya, kemudian dia beranjak ke kamar mandi. Hari ini memang dia tidak ada urusan dan dia hanya akan menghabiskan diri di rumah karena memang dia sedang malas untuk keluar rumah. Bahkan dia sedang tidak ingin bertemu dengan Donghae. Sejujurnya dari awal dia bingung dengan semua perlakuan Donghae padanya. Donghae hanya menganggapnya sebagai sahabat. Tetapi jauh di dalam lubuk hatinya dia ingin Donghae menjadi orang terakhir yang akan menemaninya sampai hari tua.
"Selamat pagi Bibi Ma." Kata Dara dengan senyum ketika menyapa Bibi Ma di dapur.
"Selamat pagi nona, sarapan sudah siap nona." Kata Bibi Ma.
"Apa appa sudah lama berangkat? Kenapa Bibi Ma tidak membangunkanku untuk sarapan bersama? Bahkan aku sangat kesiangan bangun." Kata Dara sambil mengambil makanan di piringnya.
"Tuan Park sudah berangkat dari pagi sekali nona, katanya sedang ada urusan penting yang mendadak, bahkan tuan belum sarapan." Kata Bibi Ma sambil menyiapkan segelas minum untuknya.
"Ah lalu kenapa Bibi Ma tidak membangunkanku?" Tanya Dara dengan pura – pura merajuk.
"Saya hanya tidak ingin mengganggu istirahat nona, karena kemarin nona seperti sedang dalam keadaan yang kurang baik. Ditambah tuan tadi juga berpesan untuk tidak membangunkan nona dan hanya menyiapkan sarapan nona." Kata Bibi Ma.
"Lalu apa bibi sudah sarapan?" tanya Dara.
"Tentu saja sudah nona, jangan khawatirkan saya." Kata Bibi Ma.
"Bibi, boleh minta tolong siapkan makanan untuk appa? Aku ingin membawakannya makanan ke perusahannya. Appa tidak biasanya tidak sarapan. Aku takut appa akan sakit. Appa memang sangat gila jika mengenai perusahaan." Kata Dara sambil memakan makanannya.
"Tuan hanya ingin menjaga apa yang memang layak untuk dijaga nona. Dan nona pasti tahu bahwa tuan sangat mencintai perusahaannya sama seperti tuan mencintai keluarganya termasuk nona dan nyonya." Kata Bibi Ma dengan senyum.
"Nde, appa memang akan melakukaan segalanya untuk perusahaan ini karena itu adalah peninggalan omma." Kata Dara dengan menunduk.
"Hanya jangan membuat tuan sedih nona, tuan sangat menyanyangi nona." Kata Bibi Ma.
KAMU SEDANG MEMBACA
SECOND WIFE - COMPLETED
Fanfiction"Sebenarnya appa mempunyai maksud apa? tega sekali appa membuatku menjadi istri kedua darinya?" ada beberapa chapter untuk After Story, dan diprivate