Keesokan harinya Dara segera bangun seperti biasa dan bersiap untuk pergi bekerja. Hari ini dia memang berencana untuk kembali bekerja karena tidak ingin semua rekan kerjanya curiga dengan ketidakhadirannya di perusahaan. Dia sudah siap dengan segala keperluan kantornya dan keluar dari kamar. Hari ini pula Jiyong sudah mulai bekerja kembali. Memang benar, pernikahan ini bahkan tidak krusial. Sehari setelah pernikahan kedua pengantin bahkan kembali kepada pekerjaannya.
Sangat tidak normal.
"Kau tidak sarapan dulu? Aku sudah menyiapkannya." Kata Jinah kepada Dara ketika dia akan pergi.
"Aku bisa makan di kantin perusahaan." Kata Dara.
"Aku mohon makanlah dengan kami, aku juga ingin mengenalmu dengan baik Dara." Kata Jinah kembali.
Dara hanya diam dan menatap meja makan yang sudah penuh dengan makanan dengan Jiyong yang sudah duduk manis dengan teh hangat yang berada di hadapannya. Pria itu hanya terpaku pada koran yang dia baca dan tidak berencana untuk ikut dalam pembicaraan kedua istrinya.
"Lagi pula Jiyong hari ini juga kerja, jadi kalian bisa berangkat bersama nanti." Kata Jinah lagi kini menghampiri Dara dan mengajaknya menuju meja makan.
Dara terpaku, Jinah bahkan sangat perhatian dan terlihat sangat baik. Dia bahkan mengingatkannya pada bibi Ma. Merasakan itu Dara hanya mengikuti Jinah dan duduk di depan Jiyong sementara Jinah duduk di samping pria itu.
"Makanlah, aku sudah menyiapkan makanan favoritmu." Kata Jinah dan mendekatkan piring yang berisi bulgogi pada Dara.
"Bagaimana kau tahu?" Tanya Dara datar.
"Tentu saja aku tahu, kau sudah aku anggap sebagai adikku." Kata Jinah dan menyiapkan makanan untuk Jiyong.
Jinah menyiapkan piring Jiyong dan menambahkan makanan pada piring tersebut. Dia sangat telaten dan seakan sudah menjadi kebiasaan yang selalu dia lakukan. Terlihat sangat murni dan sangat biasa. Tentu saja, mereka sudah lama menikah, jadi tidak perlu heran.
Dara hanya memperhatikan Jinah yang sedang menyiapkan semua itu. Jadi apakah seperti itu tugas seorang istri kepada suami? Jinah bahkan bisa membuat semua masakan ini dengan sangat baik, terlihat sangat lezat dan menggugah selera. Wanita itu juga bahkan membuat masakan kesukaannya. Sejenak Dara berpikir, bahkan dia hanya bisa memasak omelet. Itu pun juga tidak sering berasa enak. Makanan yang dia buat masih terlalu sering keasinan. Sudah jelas dia tidak akan bisa menandingi Jinah. Konyol sekali.
"Kenapa kau tidak makan? Apakah kau tidak suka?" Tanya Jinah ketika melihat Dara yang melamun.
Jiyong hanya melirik Dara sekilas dan menutup korannya untuk makan.
"Ani, aku akan memakannya." Jawab Dara singkat.
"Apakah rasanya enak?" Tanya Jinah lagi ketika Dara sudah menyuapkan makanan itu ke dalam mulutnya.
Dara hanya mengangguk dan tersenyum sekilas sebelum memilih untuk menunduk dan mempercepat makannya. Ini semua terasa sangat canggung baginya. Dia bahkan seperti duduk di depan sepasang kekasih yang sedang baru jadian. Dara terus mencoba mengalihkan perhatiannya pada yang lain karena Jinah dan Jiyong terus saja berlaku mesra dan seperti melupakan Dara yang sejak tadi duduk di depan mereka.
"Jiyong memang sangat pandai, dia melakukan tepat seperti yang aku pinta. Dia benar – benar memperlakukanku sebagai orang asing. Well, mungkin ini akan menjadi lebih mudah." Kata Dara dalam hati.
Benar, dia beranggapan bahwa dengan saling mengasingkan diri dan tidak saling bicara akan membuatnya bisa lebih mudah hidup diantara mereka berdua. Tetapi ternyata dia salah, ternyata semuanya terasa lebih berat dan entah kenapa dia merasakan ada yang aneh dengan perasaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SECOND WIFE - COMPLETED
Fanfiction"Sebenarnya appa mempunyai maksud apa? tega sekali appa membuatku menjadi istri kedua darinya?" ada beberapa chapter untuk After Story, dan diprivate