2

13K 1K 48
                                    

"Kau damai sekali.." bisiknya kepada Sungai Han yang berada di hadapannya saat ini. Matanya beralih pada langit malam yang penuh bintang.

"dan kau... indah sekali, sayang sekali tak dapat aku raih, " ucapnya pelan pada langit tersebut. Tangannya mencoba meraih langit tersebut namun yang ia dapatkan hanyalah angin kosong.

"Aku menyakitinya dan lagi-lagi itu karena emosiku. Aku harus bagaimana...?"

Tiba-tiba matanya menangkap sesuatu yang membuat sudut bibirnya tertarik. Tangannya terangkat dan menunjuk dua bintang yang paling bersinar di langit itu. "Kata mereka, eomma dan appa ada bersamamu. Disitu, bintang yang paling terang,"

"Dan aku percaya. Jadi kau harus menjaga mereka--akh!"

Ia merasa ada yang mencubit organ bagian perutnya. Sialan. Sudah terhitung 5 jam setelah kejadian itu terjadi, namun tubuhnya terlebih lagi perutnya masih berdenyut nyeri.

"Eomma.. appa.. beri aku petunjuk. Berkunjunglah.. aku rindu. Atau haruskah aku yang mengunjungi kalian?" gumamnya pelan sembari meremas perutnya berharap akan membaik.

Namun tak ada hasil. Perutnya semakin sakit--sangat amat sakit. Dan dengan energi yang tersisa, ia berusaha bangkit sebelum ia tumbang disana.

.

Sementara itu, dirumah sakit Jungkook telah mendapatkan perawatan secara intensif oleh para medis disana. Setelah mendapat tindakan operasi selama kurang lebih 4 jam, ia masih terlelap akibat obat bius.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Namjoon sembari menatap Jungkook yang terlelap dengan sendu. Tangannya bergerak memberikan minuman yang baru saja ia beli kepada para member.

Tadi ia izin sebentar untuk pergi membeli minuman dan saat ia kembali, Jungkook telah selesai dioperasi. Jimin yang berada disebelah bangkar Jungkook berucap,

"Kata uisa-nim, ia butuh banyak istirahat."

Namjoon menoleh kearah sofa dimana Seokjin, Yoongi, dan Hoseok berada. Yoongi sangat emosi dalam keterdiamannya. Sedangkan Seokjin dengan wajah merahnya menghela nafas beberapa kali. Hoseok juga terlihat meremas rambutnya kasar.

Menit berlalu dengan keheningan. Suasana mencekam dengan amarah yang mengepul di udara. Mereka kecewa dengan Taehyung yang selalu tidak peduli dan kasar.

Jimin menggigit bibirnya sembari menatap Jungkook yang masih terlelap. Ia menggenggam tangan Jungkook, sampai ketika gerakan ringan yang dirasakan oleh Jimin membuat ia terkejut.

"Jungkook, kau sudah bangun?!" teriakan Jimin sukses membuat semua orang diruangan itu menoleh. Jimin panik sekaligus bahagia, ia merasakan jika Jungkook menggerakan tangannya.

Semua berkumpul mengerubungi Jungkook, menanti dengan cemas sadarnya Jungkook. Jarinya mulai bergerak kecil. Mata itu terbuka pelan, diiringi lirihan kecil sang maknae.

"H--hyung.."

Lirihan itu lambat laun menjadi sebuah rintihan, yang diikuti oleh remasan di kepala Jungkook. "H--hyung.. Akh! appo.. Arghh!"

"Hey, Jungkook! kau kenapa?!" Gila, Jimin panik setengah mati. Ada apa dengan Jungkook. Tangannya bergerak mengguncang tubuh Jungkook keras.

Tak ayal dengan yang lain, mereka pun sama paniknya. Mereka bingung sampai ingin menangis. Yoongi-lah yang merasa berteriak panik tiada gunanya, ia memencet tombol merah disebelah brankar Jungkook.

"Jungkook, kumohon bertahanlah!!" Seokjin tak perduli jika ia seperti anak balita cengeng, ia takut kehilangan dongsaeng terkecilnya.

Tak lama dokter dan para perawat memasuki ruangan Jungkook, dan para member dipaksa keluar. Mereka duduk di kursi tunggu dengan perasaan bercampur aduk.

10 menit kemudian dokter keluar. Mereka langsung mengerubunginya. Namjoon-lah yang pertama kali mengeluarkan suara, "Uisa-nim, apa yang terjadi pada adik kami? Ia baik, kan?"

Yang ditanya pun berdeham, "Pengangkatan gumpalan darah dikepalanya memberi efek samping pada Jungkook-ssi. Ia akan cepat lelah diikuti oleh mimisan, cepat pusing dan kesakitan di daerah kepalanya."

Mereka diam dalam keterkejutannya, lalu Seokjin bertanya cepat, "Jungkook dapat sembuh, kan?!"

"Kemungkinan sembuhnya sekitar 75%. I harus melakukan terapi dan istirahat total paling sedikit 3 bulan."

"Apa?! tapi kami baru saja comeback, dan jadwal kami sangat padat. Apakah harus 3 bulan?!" Namjoon menyahut dengan cepat. Ia tidak bohong, mereka sedang sibuk-sibuknya setelah lagu terbaru mereka dirilis.

"Mungkin bulan depan, tetapi Jungkook-ssi tidak diperbolehkan menari sampai ia benar-benar sembuh. Ia tidak boleh kelelahan."

Suasana menghening membuat dokter melanjutkan perkataannya, "Saya akan meresep obat untuk Jungkook-ssi. Kalau begitu, saya duluan."

"Kamsahamnida, uisa-nim."

Mereka lalu bertatapan satu sama lain dengan wajah penuh kecewa dan amarah. Jimin menggeram, "Brengsek!"

"Jimin, mau kemana kau?!"

Jimin pergi tanpa bisa dicegah oleh para member.

***

Taehyung memasuki dorm dengan perlahan, sepi. Bahkan langkah kakinya pun terdengar oleh dirinya. Baru saja berjalan melewati ruang santai, tiba-tiba ia merasakan tubuhnya diterjang keras oleh sesuatu hingga terjatuh.

Belum pulih dari keterkejutannya, ia mendapat pukulan bertubi-tubi dibagian wajahnya. Taehyung merasakan jantungnya berdetak sangat keras, terlebih ketika wajah Jimin yang berurai air mata memenuhi pandangannya.

Bughh

"Argh..!!"

Bughhh

"Brengsek! karena kau Jungkook begini!"

Bughh

Sumpah, wajah Taehyung sakit sekali setelah dihantam berulang kali oleh Jimin. Ia ingin sekali membalas pukulan Jimin, tapi perutnya teramat sakit. Ia hanya bisa mengerang menunggu Jimin berhenti memukulinya.

"Ka--karena kau.. hiks--Jungkook kesakitan! Jungkook tidak bisa menari! ia tidak boleh--hiks.. kelelahan! ITU KARENAMU, BRENGSEK!!"

Jimin terus memukuli Taehyung tanpa ampun. Ia melampiaskan semua emosinya kepada Taehyung yang telah terbujur lemah dengan wajah yang sudah sangat lebam.

Jimin meremas rambutnya kasar lalu menatap Taehyung yang sudah sangat lemah. Rasa bersalah muncul dibenaknya, namun secepat mungkin ia tepis.

Lalu tanpa berkata-kata ia meninggalkan Taehyung, sendirian didorm dengan keadaan memprihatinkan.

"Ungh.."

Taehyung mengerang berkali-kali. Tuhan, ini sakit sekali. Wajah dan tubuhnya terasa retak, sakit hingga tidak bisa didefinisikan. Matanya mulai berkunang-kunang membuat tangannya refleks meraih ponsel miliknya dan menekan panggilan nomor 1.

"H--hyung.."

"..."

"K-kau bisa.. da-datang ke.. dorm ku..?"

"..."

"Akh.. maaf mere--potkanmu, hyung.."

deepest [kth]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang