"Jadi bisa kau jelaskan mengapa kau tidak hadir, Tae?" pertanyaan meluncur dari mulut seseorang dengan perawakan besar berkacamata.
Taehyung menunduk dalam sembari memainkan jari-jarinya, merasa sangat kaku berhadapan dengan pemimpin agensi tempat ia bernaung. "Tentu bisa, PD-nim."
Dalam hatinya ia menyalahkan Sejin hyung yang tega meninggalkannya berdua dengan sang PD-nim dalam keadaan yang tidak mengenakkan.
Memang sih, managernya itu hanya bertugas mengantarkan, bukan menemani. Namun kalau begini harusnya ia sadar kalau Taehyung itu butuh untuk ditemani.
Otaknya seakan kosong melompong saat ini, bingung dan tak siap dengan pertanyaan yang ditujukan PD-nim.
Jika saja sang manager tak menjemputnya lebih cepat dari yang ia perkirakan, mungkin ia sudah mempersiapkan lebih dulu jawaban yang akan dipertanyakan.
Sang manager benar-benar kelewat cepat. Setelah keluar dari ruangan Jungkook, ia langsung mendapati Sejin hyung sedang berjalan di sekitar koridor.
Ia berniat menghindar namun sang manager telah mengetahui keberadaan Taehyung.
Ia memaksa Taehyung untuk ikut dengannya. Dan Taehyung hanya bisa meringis saat ditarik kedalam van oleh sang manager yang jauh lebih besar darinya. Percuma memberontak, tak ada hasil.
Maka dari itu kini ia berada di ruangan sang PD-nim, tepat di hadapan sang pemilik yang sedang bertumpu dagu di atas meja.
"Jelaskan padaku." pinta sang lawan bicara. Taehyung mengangguk lalu diam-diam menghela nafas kasar, merasa ragu untuk berbicara.
"Aku tahu ini kedengaran tidak sopan, tapi aku meminta hal ini menjadi rahasia aku dan PD-nim." pintanya dengan suara pelan. Sedangkan yang mendengar hanya menatap Taehyung bingung.
"Hm...?" PD-nim bernama Bang Si Hyuk itu terlihat kurang yakin, namun setelahnya ia tetap mengangguk setuju. "Baiklah. Jadi?"
Taehyung sangat tidak yakin untuk menceritakan hal yang kemarin terjadi, namun kali ini dengan sangat terpaksa ia akan melakukannya.
Ia tidak ingin dikeluarkan dari grup, sekalipun ia selalu melanggar dan membuat keonaran di dalamnya. Grup itu terlalu berharga untuk ditinggalkan.
"Aku... merasakan sakit diperutku akhir-akhir ini," jujurnya sembari menunjuk daerah perut. Si Hyuk menatap Taehyung khawatir, "Apa kau sudah memberitahu yang lain? Sejin?"
Taehyung menggeleng sebagai jawaban. Ia membasahi bibirnya, "Tapi aku sudah memeriksakannya ke dokter."
"Hm? kau pergi sendirian?" Kali ini Taehyung mengangguk. Si Hyuk menatap anak di hadapannya cemas. Anak ini memang tidak suka merepotkan orang lain, setidaknya itu yang ia tahu.
"Lalu apa kata dokter?" kali ini Si Hyuk benar-benar cemas. Dalam hati ia merasa khawatir, takut Taehyung mengalami sakit yang parah.
Taehyung terdiam cukup lama, membuat suasana menghening. Membuat Si Hyuk menjadi panik sendiri karena ekspresi Taehyung mengatakan yang sebenarnya.
"Lambungku terluka parah," pernyataan itu membuat Si Hyuk terpaku kaget. Ia menggeleng pelan, lalu melingkupi wajahnya dengan tangan. "Bagaimana bisa?"
Ia mengusap wajahnya kasar, "Kupikir aku sudah memerlakukan kalian dengan cukup baik, tapi aku salah. Apa itu terjadi karena maag mu?" tanyanya menatap mata Taehyung khawatir. Ia memang tahu jika Taehyung memiliki maag.
Taehyung menatap jemarinya sembari tersenyum tipis, "Anda tidak salah sama sekali. Mungkin aku yang lupa untuk memperhatikan diriku sendiri."
Mereka sama-sama diam. Taehyung yang menanti balasan dari Si Hyuk, dan Si Hyuk yang sedang memikirkan jalan keluar dari permasalahan yang sangat tiba-tiba ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
deepest [kth]
FanfictionSeharusnya tidak akan terasa sakit, sama sekali tidak bagi seorang Kim Taehyung yang nampaknya hanya tahu bagaimana cara menjadi brengsek di hadapan member grupnya. Seharusnya tidak akan terasa menyakitkan, karena walau orang-orang tak pernah tahu...