chapter 2

3.9K 263 3
                                    

Budayakan tekan bintang sebelum membaca. Terima kasih.

Nama ku Alenna, kau bisa memanggil ku Ale. Siapa namamu?."

Anak itu menatap uluran tangan Alenna, dan menatap wajah Alenna bergantian. Ia mengacuhkan uluran tangan itu dan menatap ke arah lain.

"Zio."

--------------------------

Anak perempuan itu tersenyum lebar matanya menyipit menjadi sebuah garis, ia sangat senang walau hanya mendengar anak laki-laki itu menyebutkan namanya. Syukurlah akhirnya ia mengetahui kalau anak itu tidak tuli atau bisu.

"Mau berkeliling pondok?." tanya Ale dengan semangat, matanya berbinar indah.

Zio hanya diam, ia terlihat berfikir. Tapi sebuah anggukan darinya berhasil membuat Ale hampir berteriak senang dengan tangan yang meninju-ninju udara. "Ayo!." ujarnya tangannya terulur untuk menarik tangan anak laki-laki itu.

Tapi anak itu hanya diam tak bergeming, menatap dingin tangan yang kini memegang tangannya. Bukan apa-apa, tapi hal ini membuatnya kembali teringat kejadian di mana kakaknya menarik tangan dirinya pada malam itu.

Sadar Zio tak suka dengan sentuhannya, Ale segera melepaskan tangannya, dan menunduk. "Maaf, aku terlalu bersemangat."

Tak tega menatap wajah bersalah Ale, zio memberikan sebuah anggukan singkat yang membuat Ale kembali tersenyum senang, perlahan ia menggerakkan kakinya yang terasa sakit akibat berlari malam itu, ia menuruni kasur, menapaki kaki telanjangnya pada lantai yang berlapiskan semen.

Dingin, itulah satu kata yang keluar dari fikirannya saat kakinya menyentuh lapisan semen. Ia melangkah keluar ruangan itu, tepat di luar ruangan tadi, ada sebuah ruangan yang dua kali lebih besar ukurannya dari ruangan tadi.

"Ini namanya ruang utama, tempat kita berkumpul, makan bersama, dan belajar. Yang tadi itu kamar khusus laki-laki, di sampingnya ada kamar ibu." ujar Ale yang menjelaskan tata letak di pondok itu.

Di sebrang kamar khusus laki-laki ada sebuah ruangan yang kata Ale adalah ruang kerja ibu, entah apa yang Alicia kerjakan di sana, dan di samping ruang itu ada sebuah ruangan, yang menurut Zio adalah kamar perempuan, karena ada seorang anak perempuan yang keluar dari ruang itu.

Jadi, ruang utama berada di antara kamar laki- laki dan ruang kerja ibu, sedangkan dapur dan kamar mandi berada di belakang. Di dapur ada seorang anak perempuan yang tengah mengiris sayur mayur.

"Tebak, anak di dapur itu mirip dengan siapa?." tanya Ale pelan lebih tepatnya berbisik pada Zio.

Zio menoleh ke arah anak itu, ia memperhatikan wajah yang sedang serius memotong-motong sayuran. Sebuah nama langsung terlintas di kepalanya, "Daniel."

Ale mengangguk, anak perempuan itu terkekeh geli karena zio berhasil menjawab pertanyaannya dengan mudah. "Benar!, dia itu Senna, adik perempuan Daniel. Satu-satunya anak yang selalu berhasil membuat Daniel berhenti mengoceh. Dia itu Daniel versi cewek, tapi sifat mereka beda jauh. Senna itu kalem, penurut, irit bicara."

Anak laki-laki itu mendengarkan semua ucapan Ale dengan baik, ia tidak berkomentar sedikit pun, dan hanya memberikan anggukan-anggukan singkat sebagai respon.

"Senna, dimana ibu?." tanya Ale yang sudah masuk ke dalam dapur yang di ikuti oleh Zio.

Anak itu menoleh, "ibu sedang di kamarnya." ucapnya kalem diiringi dengan senyuman.

Ale mengangguk-anggukan kepalanya berjalan mendekati Senna, "perlu bantuan?."

Senna menggeleng pelan, "tidak usah, sedikit lagi selesai."

FallenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang