Budayakan tekan bintang sebelum membaca. Terima kasih.
"Maaf membuat mu menunggu lama."
Zio menoleh dan menemukan Catherine yang sudah berada di dekatnya. Ia sudah malas untuk memberi tanggapan jadi hanya anggukan saja yang Zio berikan sebagai respon.
"Jadi bagaimana?, mereka masih mengawasi?."
"Mereka setia menunggu Nona."
***---***
Catherine melirik sekitar mencari sosok yang mengawasinya. Matanya terarah pada seorang pria berjaket kulit, kentara sekali pria itu sedang mengawasinya. "Biarkan saja. Ayo kita pergi."
Gadis berambut pirang itu memimpin di depan sedangkan Zio setia mengekori. Keluar dari gedung kewaspadaan Zio meningkat, masih terlihat santai tapi mata tajamnya selalu mengawasi sekitar.
Seakan-akan tak terjadi apapun, dengan cueknya Catherine berlalu memasuki mobil. Zio menghela nafas malas, lalu ikut memasuki mobil. "Pak, ke cafe yang biasa ya."
"Siap Non."
Hari demi hari berlalu, tak ada hal yang berkesan bagi Zio, semuanya ia hadapi dengan datar. Ia sudah bosan dengan tugas ini, sudah hampir seminggu kerjaannya hanya membuntuti Catherine, dan sudah hampir seminggu juga ia tidak kembali ke mansion dan memilih tinggal di apartemennya.
"Zio, di belakang mu!." seru Catherine tiba-tiba.
Dengan cepat Zio menoleh, saat itu juga sebuah peluru melesat melewati wajahnya yang hanya berjarak beberapa milimeter. Dengan sigap tangannya mengambil pistol kesayangannya yang selalu ia bawa.
Masih tak ada perubahan berarti dari wajahnya. Dia melakukannya dengan tenang. Tangannya terangkat mengacungkan benda itu, mata elangnya tajam mengawasi sekitar.
Sudut bibirnya terangkat ketika menemukan bayangan seseorang di balik sebuah mobil. Orang itu sibuk bersembunyi sedangkan Zio pura-pura tak melihat orang itu. Tapi ketika orang itu keluar dari persembunyiannya dengan sigap Zio memutar tubuhnya dan menarik pelatuk pistol.
Dorr.
Peluru melesat tepat mengenai jantung orang itu, orang itu langsung terjatuh dengan darah yang mulai merembes di bajunya. Zio akui dia sudah sering melakukan hal ini, menyenangkan baginya ketika peluru miliknya dapat tepat mengenai jantung seseorang.
Bukan, dia bukanlah seorang psikopat yang akan merasa bahagia melihat penderitaan atau kematian seseorang. Tapi peristiwa demi peristiwa yang telah ia lalui menjadikannya seperti sosok yang sekarang ini.
Semua kejadian yang ia lewati sudah mengubah dirinya, merebut kelembutan dihatinya, merebut kehangatan di setiap perbuatannya. Kini ia sudah benar-benar bukanlah sosok anak kecil yang menangis ketika Kakaknya memilih pergi, bukan sosok yang hanya bisa bersembunyi di balik Kakaknya, bukan sosok yang akan menangisi kepergian orang lain.
Tidak, sosok yang dulu sudah lama mati. Sekarang hanya ada Zio yang tak akan segan membidik seseorang yang menghalangi jalannya.
"Whoaa, bidikan yang tepat." seru Catherine membuyarkan lamunan Zio.
Tak ada ekspresi takut atau jeritan yang keluar dari mulutnya. Gadis berambut pirang itu malah berdecak kagum dengan mata yang berbinar seakan-akan ia sudah terbiasa melihat kematian seseorang. "Hei, bagaimana kalau kau mengajari ku bermain senjata itu?."
Sebelum Zio menjawab gadis itu sudah lebih dulu membuka mulutnya, "tugasku hanya untuk menjagamu, bukan untuk mengajari mu. Sudah terpikir oleh ku kau akan menjawab dengan kata-kata seperti itu!." ujarnya dengan nada mengejek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fallen
ActionKarena pembantaian yang terjadi di rumahnya. Anak itu harus hidup membawa dendam. Tak ada kehangatan di dirinya, semua sudah hilang tergantikan dingin yang menusuk. Ia harus merasakan jatuh berkali-kali, kelembutan di hatinya sudah terampas terganti...