Budayakan tekan bintang sebelum membaca. Terima kasih.
Arnold menganggukan kepalanya, ia melirik Zio lalu kembali menatap jalanan didepannya. "Sudah lelah menunggu kedatangan kakakmu untuk menjemputmu, huh?."
"Aku tak ingin menunggu terlalu lama. Jadi, aku yang akan mendatanginya."
Mendengar jawaban dari Zio yang terkesan dingin, pria itu kembali ingin bertanya. Tapi ucapan Zio membuat pertayaan itu di telannya kembali.
"Bisakah kita mengganti topik?.
--------------------------------
Mereka tiba di sebuah perumahan elite yang hanya bisa di huni oleh kalangan kelas atas saja. Ale tak henti-hentinya menatap sekeliling dengan antusias, matanya berbinar indah di tambah senyuman yang tak luntur dari tadi. "Indah." gumamnya.
Mobil berhenti di depan sebuah pagar bercat putih yang menjulang tinggi. Seseorang keluar dari pos yang berada di balik pagar itu, ia langsung membuka pintu pagar agar mereka bisa lewat. Arnold mengucapkan kata terimakasih pada orang itu sambil mengangkat tangan kanannya.
Mereka memasuki perkarang yang sangat luas, mata Ale terpaku pada bangunan megah di depannya itu. Bangunan bercat putih gading berdiri kokoh dengan pilar-pilar yang kuat. Arnold turun dari mobil dan menyuruh kedua anak itu untuk mengikutinya.
Zio melompat turun lalu membantu Ale yang kesusahan. Anak perempuan itu menatapnya ragu, "kita akan masuk?."
Anak laki-laki itu mengangguk mantap dan memegang pundak Ale, "ya, ayo."
Zio berjalan di depan sedangkan Ale mengekorinya sambil memegang tas biru Ale yang Zio pakai. Matanya terus menatap sekitar. Arnold sudah menunggu mereka di depan pintu besar sambil berkacak pinggang.
"Dengarkan aku, sebelum kalian masuk aku akan memberikan sedikit informasi pada kalian. Ini adalah mansion kami. Tempat anggota kami berkumpul atau kalian bisa menyebutnya markas. Di dalam sana kalian akan bertemu banyak orang. Ku harap kalian bisa bersikap sopan dan tidak membuat keributan. Kalian mengerti?."
Kedua anak itu saling pandang, Zio menganggukan kepalanya, "kami mengerti."
"Bagus, kalau begitu. Selamat datang di kelompok kami, Naga putih!. Aku akan..."
"Tunggu, emm...apa itu nama kelompok ini?." tanya Ale ragu, ia menundukkan kepalanya.
"Ya, dan kau tau gadis manis?, kau merusak moment ku." jawab Arnold yang sedikit kesal karena Ale memotong ucapannya.
Ale semakin menundukkan kepalanya sambil memainkan jari-jemarinya, "maaf."
"Kalau begitu ayo masuk!." Arnold mendorong pintu besar itu dan melangkah masuk.
Ia menjelaskan tentang mansion ini, cara berbicaranya bak seorang guide yang sedang menemani turis berlibur. "Ini adalah ruang makan, tempat kami semua berkumpul untuk makan bersama." tuturnya sambil menunjukkan sebuah ruangan yang cukup besar dengan meja sangat panjang di dalamnya.
Mata Ale tak henti-hentinya memancarkan binar kagum akan kemegahan dan kecantikan mansion ini. Ia terus mendengarkan dengan seksama semua yang di katakan oleh Arnold.
Berbeda dengan Ale, Zio tampak bersikap biasa saja dan terkesan acuh pada sekitar. Ia hanya melangkah mengikuti kemana Arnold membawanya dan tidak terlalu mendengarkan apa yang di bicarakan orang itu.
Rumahnya dulu lebih megah dan mewah dari ini. Ayahnya juga memiliki banyak anak buah yang setia padanya. Jadi, Zio tidak terpana dengan kemegahan tempat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fallen
ActionKarena pembantaian yang terjadi di rumahnya. Anak itu harus hidup membawa dendam. Tak ada kehangatan di dirinya, semua sudah hilang tergantikan dingin yang menusuk. Ia harus merasakan jatuh berkali-kali, kelembutan di hatinya sudah terampas terganti...