chapter 15

1.7K 141 0
                                    

Budayakan tekan bintang sebelum membaca. Terima kasih.

"Oleskan salep ini di badan mu yang memar nanti." ujar Ale sambil meletakkan salep itu pada telapak tangan Zio.

"Akan ku lakukan kalau ingat." sahut Zio tanpa membuka matanya sedikit pun.

"Aku akan mengingatkan mu."

"Kau memang tidak pernah mau kalah."

Ale tersenyum lebar, ia menempelkan kepalanya pada kepala Zio di pundaknya. "Kau tau?, kau lebih banyak bicara dari sebelumnya."

Zio tak menyahut ia sudah terlelap di pundak Ale. Dengkuran halus keluar dari mulutnya, ia terlihat kurang tidur. Terlihat dari kantung matanya. Bahkan Ale yakin kalau Zio tidak tidur semalaman.

------------------------------------

Anak itu berdiri di samping tempat tidur Alicia. Sudah hampir sepuluh menit ia berdiam diri tanpa berniat membangunkan perempuan itu. Selimut tebal menutupi tubuh perempuan itu hingga lehernya, matanya terpejam wajahnya sangat damai memberikan ketenangan bagi anak itu.

Uhuk, uhuk.

Perempuan itu terbatuk pelan. Sebelah tangannya terangkat untuk mengusap wajahnya. Ia sedikit menggeliat perlahan kelopak matanya terbuka memperlihatkan bola mata berwarna coklat muda yang indah. "Zio?." tanyanya dengan suara serak. Matanya memicing menatap Zio.

Yang di panggil tidak menjawab, ia menuangkan air dari teko pada gelas kaca yang berada di atas nakas lalu memberikan gelas itu pada Alicia. Perempuan itu mengubah posisinya dari tiduran menjadi duduk, ia menerima gelas dari tangan Zio dan mengucapkan terima kasih.

"Bagaimana keadaan mu bibi?. Kau pusing?, sudah minum obat?. Aku akan memanggilkan Ale untuk menyiapkan obat mu."

Perempuan itu tersenyum geli. "Aku tidak apa-apa hanya sedikit pusing, aku sudah meminum obatnya jadi kau tidak perlu memanggil Ale untuk menyiapkan obat ku. Bagaimana dengan mu?, luka-luka mu?."

"Aku baik kau tidak perlu khawatir bibi. Aku bisa menjaga diriku. Aku sudah remaja umur ku sudah dua belas tahun. Bukan kah kau sendiri yang membuatkan kue ulang tahun ku waktu itu?."

"Jelas aku khawatir. Kau pergi di malam hari memasuki gelapnya hutan sendirian dengan kondisi penuh luka. Bukan hanya aku bahkan semua orang disini mengkhawatirkan mu." ucap Alicia menatap lekat keponakannya itu.

Perempuan itu menepuk tempat kosong di sebelahnya memberi syarat pada Zio untuk duduk di sana. Alicia memberikan gelas yang sudah kosong itu pada Zio. Anak itu kambali menaruhnya di atas meja lalu duduk di tepi kasur.

"Luka mu sudah diobati?."

Zio mengangguk, ia memegang sudut bibirnya yang robek. "Sudah, Ale membantu ku untuk mengobati luka-luka ku."

"Aku tau kau anak yang kuat dan pemberani Zio. Kau bisa bertahan di tengah dinginnya malam hanya dengan piyama mu, berada sendirian di hutan pada malam hari. Aku tau itu bukan apa-apa bagi mu. Tapi tidak bagi ku. Aku dan anak-anak di pondok ini mengkhawatirkan mu. Kau tau kan kalau-"

"Kau sangat menyayangi ku dan akan melindungi ku. Aku tau bibi. Tapi aku sudah besar, aku butuh tempat untuk diri ku sendiri. Aku harus belajar untuk melindungi tempat ini. Karna nanti aku yang akan menggantikan tugas Pak Lano untuk menjaga tempat ini dan semua anak-anak disini." ucap Zio memotong perkataan Alicia.

"Aku merasa aku gagal menjadi seorang teman yang baik. Dan kepergian Daniel membuat aku ingin melindungi mereka, aku akan berusaha yang terbaik. Aku tidak akan membiarkan teman ku mati begitu saja. Karena itu adalah tekad ku, untuk melindungi mereka."

FallenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang