chapter 10

1.8K 161 0
                                    

Budayakan tekan bintang sebelum membaca. Terima kasih.

"Tak berniat memberiku air?." tanya Zio yang merasa tak dianggap.

Kedua kakak beradik itu terkekeh geli, Daniel melempar botol air di tangannya yang langsung ditangkap dengan mudah oleh Zio. Anak itu melakukan hal yang sama di lakukan oleh Daniel menenggak air itu dan menyiram wajahnya dengan sisa air di botol.

"Hei!!, kalian berdua membuang air itu dengan sia-sia!. Bahkan aku belum sempat meminumnya!." ujar Senna yang tak kebagian air.

"Memangnya kita hanya membawa satu botol air?." tanya Daniel sambil mengupas kulit mangga dengan pisau lipat miliknya.

------------------------------------

"Aku lupa membawa yang satu la-." ucapan Senna terpotong karena Daniel yang menyuapkan potongan mangga kedalam mulutnya.

Tangan Senna memukul pelan pundak kakaknya, senyum geli tercetak di wajahnya. "Aku belum selesai ber-." Daniel kembali menyuapkan potongan mangga kedalam mulut adiknya sambil tersenyum geli.

Senna melotot pada kakaknya itu dan mencubit lengan Daniel membuat anak itu mengaduh kesakitan. "Cubitan mu memang tidak ada duanya!."

"Ehemm!." Zio berdehem cukup kencang berusaha menyadarkan kedua kakak beradik itu kalau ada orang lain diantara mereka.

"Zio mau mangga?." tanya Senna sambil menyodorkan buah mangga yang belum di kupas.

Zio menggeleng, "tidak, terimakasih."

"Perjalanan masih jauh Zio, kita harus berjalan lebih dari satu jam. Kau harus makan. Aku membawa makanan lain kau mau?."

"Aku belum lapar."

Tiba-tiba Daniel melemparkan pisau lipat miliknya pada Zio, yang langsung di tangkap oleh anak itu. "Sudah Senna berikan saja mangga itu padanya. Dia hanya malu meminjam pisau untuk mengupas mangganya."

Zio memutar bola matanya. Ia menerima mangga itu dan mengupas kulitnya dengan pisau. Sesaat matanya terpaku pada pisau lipat milik Daniel."Benda yang bagus."

"Itu pisau keberuntungan ku. Ayah ku yang memberikannya setahun sebelum ia meninggal sebagai hadiah ulang tahunku." jawab Daniel dengan bangga. Ia membusungkan dadanya dan memasang wajah sok miliknya.

Sebelah alis Zio terangkat. Hadiah ulang tahun?, untuk anak seumuran dia?. 'Ayahnya memang memiliki selera yang aneh.' batin Zio.

Tak lama kemudian mereka kembali meneruskan perjalanan. Kali ini Daniel tidak diam saja, anak itu terus mengoceh tentang pisau lipat itu. Mulutnya tak henti-henti mengucapkan pujian untuk pisau miliknya.

Senna ikut berjalan di samping kakaknya. Ia tidak tega membiarkan kuda itu di tungganginya terus, karena usia kuda itu sudah tidak seperti dulu lagi. Tak jarang anak itu mengomentari ucapan kakaknya.

"Pisau ini sudah bersama ku sejak aku berusia enam tahun. Hebat bukan?. Dia selalu setia menemaniku. Menemani setiap suka dan duka. Membantu ku ketika aku membutuhkan pertolongannya. Bla bla bla......"

Mulut Daniel seakan tak ada lelahnya karena terus mengulang kalimat yang sama tentang pisau lipatnya. Tak terasa sudah hampir sejam mereka berjalan yang artinya sudah hampir sejam juga telinga Zio mendengarkan semua ocehan dari mulut Daniel.

Anak itu tak ada hentinya berbicara, bahkan mulutnya tak terasa kering sekalipun. Zio memutar bola matanya tak jarang ia mendengus kesal mendengar kalimat yang terus diulang-ulang oleh Daniel.

Akhirnya mereka sampai di perbatasan desa sebelah. Sebuah gapura bertuliskan selamat datang berdiri kokoh di hadapan mereka. Tanpa pikir panjang mereka langsung masuk kedalam Desa. Jarak dari pasar ke berbatasan tak jauh bahkan terbilang dekat.

FallenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang