Budayakan tekan bintang sebelum membaca. Terima kasih.
"Kau harus hati-hati!, kau sering membuat ku khawatir. Mulai sekarang aku akan selalu memperhatikan mu." Ale mengucapkan itu dengan bersungguh-sungguh.
"Jadi, jangan pernah menyembunyikan luka mu dari ku. Karena aku selalu memperhatikan mu!."
Kata-kata Ale terus berputar di otak Zio, berulang-ulang menjadi sebuah kaset rusak yang terus terputar di kepalanya. "Terima kasih, Ale."
Anak itu menatap Zio tak percaya. Mulutnya sedikit terbuka. Apakah yang ia dengar tadi benar?, Zio baru saja menyebut namanya. Selama anak itu ada di pondok ini, tadi adalah kali pertama Zio menyebut namanya. 'Akan selalu ku ingat ini. Zio..' batin Ale.
---------------------------------------
Sore hari adalah waktu yang tepat untuk berkumpul dan berbagi cerita, seperti layaknya anak-anak biasa. Mereka juga butuh waktu untuk bermain, dan bercerita.
Nino dan Alex sedang bermain lempar tangkap ranting dengan anjing putih berbintik coklat itu, Senna tengah mengepangi rambut Zella di pinggir teras, Daniel sedang mengbrol tentang brown-kuda Pak Lano dengan Calvin-anak laki-laki Pak Lano.
Sedangkan Zio tengah duduk di saung menikmati hembusan angin yang menerpa wajahnya, ia telihat sangat damai tapi tidak dengan hatinya yang terus berkecamuk.
"Zio?." panggilan itu membuat Zio menoleh dan menemukan Ale yang berdiri di sampingnya.
Anak laki-laki itu mengangkat sebelah alisnya. Ia hanya diam tidak mengucapakan sepatah kata pun.
Ale terlihat gugup, tangannya memilin ujung bajunya, ia menunduk memandangi kedua kakinya. "Apa aku mengganggu?."
"Tidak."
"Aku ingin mengobrol dengan mu, apa kau keberatan?."
Zio hanya diam, ia membuang wajahnya menatap arah lain. Melihat Zio seperti itu Ale menghembuskan nafas kecewa, ia berbalik dan melangkah meninggalkan Zio.
"Kenapa pergi?, aku tidak bilang kalau aku keberatan kan?." ujar Zio yang membuat langkah Ale terhenti.
Itu adalah kalimat terpanjang yang keluar dari mulut Zio selama anak itu ada disini. Senyum cerah di wajah Ale mengembang yang menimbulkan lesung pipitnya. Ia duduk di samping Zio, tidak terlalu dekat ia takut Zio akan risih dengannya.
"Emm, kenapa kau bisa berada di tengah hutan dengan keadaan pingsan?." tanya Ale membuka topik pertanyaan.
Zio diam, sebenarnya ia sangat tidak ingin membahas tentang itu. Yang sekarang ia inginkan adalah kedatangan kakaknya untuk menjemputnya.
"Kalau tidak ingin menjawab juga tak apa-apa." sambung Ale dengan cepat.
"Aku tersesat."
Ale menengok ke arah Zio, sungguh ia sangat penasaran dengan anak laki-laki itu. Tapi ia harus menghilangkan rasa penasaran itu karena tidak ingin Zio kesal dengannya karena rasa penasarannya itu.
Hening sesaat.
"Kau tau, kami semua anak-anak yang ada di pondok ini sering di sebut dengan anak buangan. Ibu lah yang membawa kami kemari. Ia tidak seperti orang lain, ia mengurus dan melindungi kami. Bagi kami ibu adalah seorang pahlawan."
Anak perempuan itu mengucapkan semua perkataanya tadi dengan lirih. "Kami sudah tidak memiliki orang tua, mereka sudah pergi meninggalkan kami hingga ibu menemukan kami. Alex kedua orang tuanya sudah mati karena kecelakaan, Nino ibu tirinya meninggalkannya sendirian di tengah hutan, Zella bahkan ia tidak pernah melihat kedua orang tuanya, Daniel dan Senna mereka kabur dari rumah karena tante dan paman mereka sering menyiksa mereka dan kedua orang tua mereka telah tiada."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fallen
ActionKarena pembantaian yang terjadi di rumahnya. Anak itu harus hidup membawa dendam. Tak ada kehangatan di dirinya, semua sudah hilang tergantikan dingin yang menusuk. Ia harus merasakan jatuh berkali-kali, kelembutan di hatinya sudah terampas terganti...