chapter 13

1.7K 158 0
                                    

Budayakan tekan bintang sebelum membaca. Terima kasih.

Pak Lano memegang pundak Alicia. "Biarkan dia sendiri. Di butuh waktu."

"Tapi berbahaya meninggalkannya sendirian disini. Hari sudah malam"

"Kau meragukan kehebatan teman ku itu?." tanya pak Lano melirik Zio yang masih diam di posisinya.

"Dia akan baik-baik saja. Sebaiknya kita lihat keadaan Daniel."

Alicia terdiam kembali menatap keponakannya itu. Ia mengangguk pelan lalu dengan berat hati melangkah meinggalkan Zio sendirian menuju pondok.

"Aku memang seorang pembunuh."

-------------------------------------------

Hari sudah larut malam tapi anak itu masih memilih duduk memeluk kakinya di bawah hamparan langit. Ia masih teringat saat Daniel yang tiba-tiba menubruk tubuhnya dan darah segar yang keluar dari perut Daniel. Saat itu ia tidak sadar apa yang Daniel lakukan, hingga jeritan Senna menyadarkannya.

"Hei."

Diam, anak itu tidak menjawab sapaan dari Ale yang kini sudah berjongkok di depannya. Tangan Ale terangkat untuk menepuk pundak Zio tapi ucapan anak itu membuat Ale berhenti.

"Tinggalkan aku."

"Kau sudah berada di sini lebih dari dua jam dalam keadaan yang sama. Ayo masuk, bersihkan diri mu."

Zio mengangkat kepalanya, menatap Ale datar. "Apa kau tidak takut padaku?, aku ini seorang pembunuh."

"Tidak, aku yakin kau melakukan itu tidak sengaja. Ayo masuk, nanti kau akan sakit."

Hening.

Tanpa di sangka-sangka Zio berdiri membuat Ale harus mendongak untuk menatapnya. Anak itu tidak menghiraukan ucapan Ale dan lebih memilih berbalik kembali masuk ke dalam hutan.

Langkah Zio terhenti ketika tangannya di cekal oleh tangan lain. Tak usah ia menolehpun ia sudah tau siapa pelakunya. "Lepaskan."

Tiba-tiba Zio merasakan sesuatu menariknya kebelakang, tetapi tak membuatnya jatuh hanya membuatnya mundur selangkah. "Jangan pergi."

Dua kata itu keluar dari mulut Ale dengan lirih, dua buah lengan melingkar di pinggang Zio, ia bisa merasakan tubuh Ale yang memeluknya dari belakang. Zio terdiam membeku, ia bingung harus apa. Otaknya tiba-tiba tidak berfungsi membuatnya hanya diam menatap kedua tangan itu.

"Apa yang kau lakukan?."

"Menahan mu, agar tidak pergi."

Zio bisa merasakan sesuatu yang basah di punggungnya. Ale menangis di punggung Zio, menempelkan wajahnya pada punggung anak laki-laki itu. "Jangan pergi, aku tidak mau kau pergi seperti Daniel."

Tangan Zio melepas lingkaran tangan milik Ale. Ia menatap anak perempun itu datar, "aku tidak suka anak cengeng."

Ale sesenggukan, ia menghapus air matanya. "Aku janji tidak akan cengeng, tapi kau harus masuk."

Gelengan kepala Zio membuat Ale kembali terisak. "Sudah ku bilang, aku tidak suka anak cengeng. Berhenti menangis."

"Aku butuh waktu sendiri, jangan cari aku. Besok aku akan pulang."

"Tapi luka mu butuh di obati."

Ale mengatakan itu sambil memperhatikan Zio yang penuh dengan luka dan lebam. Rambut anak itu acak-acakkan, bercak darah dimana-mana, kemeja yang kotor dan sedikit sobek, ujung bibirnya yang sobek, dengan lebam dimana-mana.

FallenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang