chapter 38

1.3K 126 0
                                    

Budayakan tekan bintang sebelum membaca. Terima kasih.

"Iya, si pria tua berperut buncit itu yang mengenalkannya pada ayah."

"Pria berperut buncit?, tuan besar?."

Catherine memutar bola matanya, "masa bodo siapa dia aku tak peduli, yang aku tau dia ketua kelompokmu."

***---***

"Kau tidak menyukainya?."

"Dalam sekali lihat wajahnya saja aku sudah mengetahui sifatnya. Dia licik Zio, kau harus berhati-hati padanya."

Pandangan keduanya saling beradu selama beberapa detik, "kenapa kau mengatakan ini padaku?, kau tidak takut aku akan mengadu pada tuan besar?."

Gadis itu menggeleng tegas, "apa yang harus ku takutkan Zio?. Aku percaya kau tidak akan melakukannya."

"Sebaiknya jangan mudah percaya pada orang lain, kita tidak tau bagaimana mereka aslinya. Termasuk denganku."

Catherine menelan makanan di mulutnya, salah satu sudut bibirnya tertarik keatas membuat sebuah seringaian, "aku tau bagaimana dirimu Zio, orang itu yang memberitahuku."

"Dia mengenalmu Zio, sangat, sangat mengenalmu. Luar dan dalam." sambungnya sambil mencondongkan tubuhnya kedepan.

Kerutan di dahi Zio bertambah, ia menegakkan tubuhnya. "Siapa yang kau maksud?."

"Menurutmu?, siapa orang yang mirip denganmu dan sangat mengenalmu selain kakakmu itu?." tanya Catherine dengan kedua tangan menumpu diatas meja.

Zio terdiam, otaknya mencerna apa yang dikatakan gadis itu. Berbagai pertanyaan kembali muncul di otaknya, mulutnya terkatup rapat.

Catherine tersenyum, "kau, adik kecilnya. Tadinya ku fikir kau itu ramah sepertinya, tapi setelah bertemu denganmu. Kau tidak seperti sosok adiknya yang ia ceritakan."

Rasa sesak memenuhi hatinya, ia memejamkan matanya dan menghela nafas. Wajah Zoe muncul di benaknya, bagaimanapun Zoe adalah kakaknya. Mereka memiliki ikatan darah, mau sebesar apapun rasa benci yang ia miliki dengan Zoe. Hubungan darah tidak dapat di pisahkan.

"Mungkin saat ini kau membencinya, tapi percayalah. Dia melakukan ini untukmu, karna dia menyayangimu."

Tanpa sadar tawa kecil keluar dari mulutnya. Tawa yang jarang sekali Zio tampilkan. "apa kau bercanda?, kalau ia aku akui ini lucu."

Gadis itu menghela nafas, ia membenarkan posisi duduknya dan melipat kedua tangannya diatas meja, "jujur Zio, aku iri dengan mu. Kau memiliki saudara yang sangat memperhatikanmu, sedangkan aku?, aku anak tunggal yang kesepian."

"Apa yang kau katakan?, kau akan menyesal merasa iri denganku. Kau jauh lebih beruntung. Tak ada hal yang pantas kau irikan di hidupku."

Gadis itu mencondongkan wajahnya, binar matanya berubah serius. "Itu karna kau belum mengetahui kebenarannya. Kakakmu tidak seperti yang kau fikirkan, kau hanya belum mengetahui alasannya."

Sebelah alis Zio terangkat, "ada apa dengan mu?, kenapa kau sangat membela dia?. Kau terlihat sangat mengenalnya melebihi aku. Apa kalian memiliki hubungan khusus?."

Pertanyaan Zio membungkam Catherine. Ia tak bisa berkutik ketika mendengar pertanyaan itu keluar dari mulut pria bermata abu-abu di hadapannya.

"Kenapa diam?, apa aku benar?." tanya Zio tenang, ia kembali menyandarkan punggungnya di sandaran kursi.

"Aku hanya membela apa yang menurutku benar." sanggah Catherine.

Zio tersenyum miring, "kalau begitu, aku juga mempertahankan apa yang menurutku benar."

FallenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang