Budayakan tekan bintang sebelum membaca. Terima kasih.
"Aku selalu menunggumu, sudah yaa. Kasihan ibu sendirian di kamar."
"Memangnya kau dimana?."
"Tangga menuju lantai empat, tadi Brad memanggilku dan meminjamkan ponselnya padaku. Pasti Zio yang menyuruhnya."
"Titip salam untuk Ibu, semoga cepat sehat. Nanti kalau bisa kita akan telponan lagi. Selamat malam."
"Ya, akan kusampaikan. Selamat malam."
***---***
Sambungan terputus, senyum yang tadi sempat hilang kini muncul kembali. Ia mengubah posisi duduknya menjadi menghadap Zio, menatap Zio yang masih memejamkan matanya dengan kepala yang menempel di sandaran sofa.
"Zio?."
Pemuda itu membuka matanya, ia menegapkan tubuhnya. Ale menyodorkan ponsel kepadanya yang langsung di terimanya. Dengan senyum manis di bibirnya Ale mengatakan, "terimakasih."
"Sama-sa..."
Ucapan Zio terhenti, tubuhnya menegang ketika dua buah tangan kecil melingkar di tubuhnya. Zio menundukkan kepalanya, menemukan kepala Ale yang sudah menempel di dadanya. Sesaat ia hanya diam, otaknya berusaha untuk merespon tapi tubuhnya kaku sulit di gerakkan.
Hangat.
Sensasi hangat menyeruak dari hatinya, kerja jantungnya menjadi tidak normal, berdentum tak karuan. Sensasi yang hanya bisa ia dapatkan jika bersama gadis ini.
Perlahan ia kembali tenang namun jantungnya masih tidak bisa untuk tenang. Tangannya terulur mendekap gadis itu, dagunya menempel di puncak kepala Ale, dengan gerakan lembut ia mengusap rambut hitam legam milik Ale.
"Kau tau?, sejak kecil aku selalu suka di peluk oleh Ayah. Tapi pekerjaan Ayah membuatku jarang bertemu dengannya, sangat jarang. Aku rindu pelukannya rasanya hangat berada dalam pelukannya, aku menjadi tenang, merasa terlindungi, merasa aman."
Ale menelusupkan kepalanya di dada Zio, nafas hangatnya berhembus mengenai kulit laki-laki itu. "Dan sekarang aku merasakan lagi, rasanya sama ketika Ayah memelukku dulu, hangat, menenangkan, dan membuatku merasa aman. Aku suka!."
Dan detik berikutnya seperti ada kembang api yang meledak di diri Zio, ada rasa bahagia yang dia sendiri tidak tau karena apa. "Aku juga."
Mendengar itu dengan cepat Ale mendongakkan kepalanya, Zio yang sedang menunduk tidak siap dengan gerakan tiba-tiba Ale membuat suatu kejadian yang tak di sangka-sangka terjadi.
Bibir tipis laki-laki itu menempel dengan kening milik Ale, gerakan mereka langsung terhenti. Tak ada yang bergerak sedikitpun, adegan itu bertahan hingga beberapa detik kemudian hingga akhirnya Zio mengangkat kepalanya.
Suasana canggung menyapa mereka, Ale kembali menundukkan kepalanya menatap jarinya yang tengah memilin ujung kaos Zio. Kejadian tadi mampu membuatnya tak berani menatap Zio.
Zio sendiri bingung harus apa malah memilih meminum susu putih buatan Ale. Sesekali ia melirik gadis itu yang masih menunduk, "sudah larut, istirahat lah."
Perlahan Ale mengangkat kepalanya dan melirik Zio. "A..aku..."
Yang Zio lakukan selanjutnya nyaris membuat Ale terpekik kaget. Tangan besar itu menarik kepala Ale, menyandarkannya pada dada bidang yang menawarkan kenyamanan pada gadis itu. Ale hanya bisa diam tak berkutik, telinganya mendengar dengan jelas degup jantung laki-laki itu.
"Kau mendengarnya?."
Ale yang mengerti maksud Zio mengangguk pelan, "ya, dan aku juga merasakannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fallen
ActionKarena pembantaian yang terjadi di rumahnya. Anak itu harus hidup membawa dendam. Tak ada kehangatan di dirinya, semua sudah hilang tergantikan dingin yang menusuk. Ia harus merasakan jatuh berkali-kali, kelembutan di hatinya sudah terampas terganti...