Chapter 44

1.2K 135 13
                                    

Budayakan tekan bintang sebelum membaca. Terima kasih.

Cairan kental berwarna merah itu menyembur, mengotori tembok putih dan lantai yang bening. Tepukan di bahu menyadarkan Arvy dari ambisinya, ia menghela nafas dan kembali berjalan mengikuti Zio.

"kenapa hanya kita disini?, dimana yang lain?." tanya Arvy ketika menyadari tak ada satupun kawan mereka di lantai ini.

"itu sudah menjawab keanehan ini."

"apa maksudmu?."

"kita di jebak Arvy, mereka semua adalah kaki tangan naga putih."

***---***

"Tunggu-tunggu, jadi semua kawanmu itu adalah musuh kita?. Bagaimana kau bisa berfikir untuk menjadikan orang-orang itu sebagai kawan?." ujar Arvy sedikit kesal dengan Zio.

Pria bermata abu-abu itu menatap Arvy tenang, bahkan segaris senyum tipis terlihat di wajahnya. "tak usah panik, ini adalah hari pembalasan ku, dan malam ini mereka akan menemui ajalnya."

Arvy menatap Zio kesal ia bahkan menghentikan langkahnya hanya untuk memperhatikan Zio yang masih setenang jelaga." tapi bagaimana caranya?. Hanya ada kita berdua disini dan mereka?. "

"Tak semua kawanku berkhianat Arvy. Aku masih memiliki kawan yang suka rela berjuang dengan ku. Kau tau istilah senjata makan tuan?."

Arvy mengangguk mengerti, ia mulai tau kenapa Zio masih bisa bersikap tenang seperti ini. Harusnya ia tak perlu panik seperti tadi, karna Zio pasti sudah menyiapkan rencana yang tak diduga.

"sekarang aku mengerti, jadi kita akan menjebak mereka di perangkap mereka sendiri. "

"aku mulai suka cara berfikir mu."

"jadi apa rencana kita selanjutnya."

Zio membalikkan badannya. Terdengar bunyi tembakkan peluru dari pelatuk yang di tarik oleh pria itu. Dalam beberapa detik dua orang telah ambruk kelantai. "tak ada rencana, habiskan semua yang menghalangi dan temui pria tua berperut buncit yang tengah menunggu kedatangan kita."

Oh, terimakasih pada Catherine karena gadis itu Zio jadi punya panggil khusus untuk Tuan besar.

"Bersiaplah Arvy, ada banyak yang menunggu kita di atas."

"Aku selalu siap setelah aku memilih untuk ikut dengan mu. "

Di lantai satu tempat Brad berada.

Pria itu tengah bersantai sambil sesekali menghisap rokok dan menghembuskan asapnya perlahan, di sampingnya ada Smith yang tengah menggoreskan jarinya kesisi tajam pisau karambit yang ia pegang.

"Kalau aku jadi kau aku tidak akan melakukan hal bodoh itu. "

"Aku benci menunggu. Sudah empat jari yang ku gores, berapa jari lagi yang ku gores untuk menunggu kedatangan mereka?." ujar Smith lalu menghisap cairan kental yang keluar dari jarinya.

Brad mengangkat bahunya acuh. "Mungkin kau harus memotong kesepuluh jarimu terlebih dahulu. "

"Heii!."

Keduanya menoleh pada seorang pria yang merupakan salah satu teman Zio atau pengkhianat lebih tepatnya. "Apa?." tanya Brad terlihat kesal karena moment santainya diganggu.

"Tuan besar menyuruh kita ke tempatnya. "

"Kau saja sana!, kami ditugaskan untuk berjaga disini." kali ini Smith yang menjawab.

Pria itu langsung mengangguk patuh pada Smith. Sepertinya ia takut pada wajah seram Smith. "Memangnya kita ditugaskan  berjaga disini?." tanya Brad bingung ketika pria tadi sudah pergi.

FallenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang