chapter 14

1.7K 162 4
                                    

Budayakan tekan bintang sebelum membaca. Terima kasih.

"Aku tidak takut dengan mereka. Bahkan aku tak segan menyerang mu kalau kau tidak segera kembali ke pondok." sambung Zio datar.

Pria tua itu kembali tertawa, dan terus tertawa sambil melangkah memasuki gelapnya malam di telan kegelapan. Bahkan tawa masih terdengar walau pun keberadaanya sudah tidak bisa dilihat oleh Zio.

Zio duduk selonjor menatap pisau lipat di tangannya. Ia kembali teringat perkataan Daniel sebelum mereka berangkat. "Kau benar, ini akan jadi perjalanan yang tak terlupakan."

-------------------------------------------

Pemakaman berlangsung dengan khidmat, mereka semua memakai pakaian serba hitam. Daniel di makamkan di tanah samping rumah Pak Lano di belakang kebun. Laki-laki tua itu sendiri yang menggali tanahnya. Ada beberapa orang yang datang menghadiri pemakaman itu mereka adalah teman Daniel dan beberapa pedagang yang mengenal anak itu dari desa sebelah mereka jauh-jauh datang hanya untuk melihat pemakaman Daniel.

Senna berjongkok di dekat batu nisan, menaburkan bunga pada makam Daniel. Ale berjongkok di sebelahnya mengusap-usap punggung Senna. Mereka tak menangis hanya diam menatap pusara di depan mereka.

Zella anak itu terisak di gendongan istri Pak Lano, ia terlihat sangat kehilangan sosok Daniel sosok seorang kakak dan sahabat secara bersamaan. Alex dan Nino berdiri di sebrang Ale dan Senna saling merangkul, sedangkan kedua anak pak Lano Cicil dan Calvin diam termenung menatap gundukan di depan mereka.

Si kecil Zella terus terisak memeluk leher istri Pak Lano membuat istri pak Lano kewalahan dengan Zella. "Kak Daniel!. Bibi tolong kakak bibi!. Keluarkan dia!."

Orang-orang disana menatap Zella iba, anak itu meraung-raung meminta Daniel di keluarkan dari sana. Pak Lano mengambil alih tubuh mungil Zella membawa anak itu menjauhi area pemakaman. Zella berontak tapi pak Lano berhasil membujuknya untuk tenang. "Tenanglah, Zella sayang dengan Kak Daniel?."

Anak itu mengangguk pelan, ia sesenggukan air matanya masih mengalir. "Kalau sayang biarkan Kak Daniel disana. Ia senang berada di sana, kak Daniel selalu ada di dekat Zella, mengawasi Zella. Berhenti menangis kak Daniel tidak suka melihat Zella menangis bukan?."

lagi-lagi anak itu mengangguk. Ia pernah berjanji pada Daniel untuk tidak menangis karena Daniel tak suka melihatnya menangis. "Aku tidak akan menangis lagi."

"Anak pintar."

Pak Lano membawa Zella menuju pondok. Langkahnya terhenti karena sosok Zio yang duduk di teras pondok. "Kenapa kau disini?."

Zio menoleh sedikit terkejut dengan kedatangan pak Lano. "Lalu aku harus kemana?."

"Kak Zio!." seru Zella ia berusaha turun dari gendongan Pak Lano dan berlari memeluk Zio.

Anak laki-laki itu hanya diam tak membalas pelukan Zella. Ia menatap sekilas anak itu lalu membuang pandangannya. "Apa aku pantas datang kesana?."

"Kau bicara apa?. Tentu saja kau pantas anak muda, mereka menunggu kehadiran mu disana."

"Aku tak merasa begitu."

Tiba-tiba Zella meraih tangan kanan Zio membuat Zio menatapnya. "Ayo kak, aku akan mengantar mu."

Zio melirik kepada laki-laki tua itu. "Pergilah. Mereka menunggu mu "

Dengan ragu Zio bangun dari duduknya. Zella menggandengnya dan menarik tangannya. Sebelah tangan anak itu sibuk menghapus bekas air matanya dan mengusap wajahnya. Zio menatap iba Zella, anak itu terlalu kecil untuk merasakan rasanya kehilangan sosok keluarga. Dan ini semua kesalahannya.

FallenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang