Budayakan tekan bintang sebelum membaca. Terima kasih.
Dengan tegas Ale menggelengkan kepalanya. "Tidak, Zio sudah belajar banyak. Dia pasti dapat dengan mudah menjaga ku."
"Baiklah. Itu terserah padamu. Aku sudah memperingatkan." tukasnya lalu pergi begitu saja.
Ale mengangkat bahunya acuh, ia kembali melanjutkan langkahnya yang terhenti. "Zio bersama ku, apa yang harus ku takutkan?." gumamnya pelan.
***---***
Delapan tahun kemudian.
Suara langkah kaki bergema di lorong yang sepi. Laki-laki itu telah kembali, dia datang dengan wajah dingingnya. Iris abu-abunya menatap lurus kedepan. Dengan langkah besarnya ia berjalan untuk menemui seseorang yang menunggunya.
"Generasi Naga putih!, selamat datang kembali di rumah!."
Sosok pria tua berperut buncit menyambutnya dengan senyuman ketika laki-laki itu memasuki ruangan. Laki-laki itu hanya diam tak berniat membalas sapaan orang itu.
"Bagaimana urusan mu disana?." tanya pria tua itu.
"Menurutmu?."
Pria itu tertawa kecil, "sudah kuduga. Tidak akan ada yang namanya gagal bila sudah berada di tangan mu!".
"Tak salah aku memilih mu sebagai generasi Naga putih Nak!. Perusahaan yang hampir gulung tikar itu kembali berjaya karena kau!."
"Ada lagi yang kau inginkan?." tanya laki-laki itu dingin.
"Kurasa tidak untuk saat ini, kau sudah banyak bekerja keras untuk kejayaan keluarga ini Nak."
"Kalau begitu aku pergi."
Laki-laki itu kembali melangkah meninggalkan ruangan itu. Langkah lebarnya terhenti karna pertanyaan pria berperut buncit itu, "bagaimana dengan kabar anak itu?, kau yakin tak butuh bantuan?."
Iris abu-abu itu langsung menatap pria tua dengan tajam. "Jangan ikut campur tentangnya!."
Ia langsung pergi dengan hati yang penuh amarah, kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Sudah delapan tahun pencariannya dan belum juga mendapatkan informasi tentang anak itu. Tentang seorang anak yang kini sudah menjadi gadis remaja.
'Dimana kau Ale?.'
**--**
Buk.
Buk.
Buk.
Tinjuan demi tinjuan terus tertuju pada sebuah samsak yang tergantung di depannya, tak peduli t-shirt putihnya sudah basah dengan keringatnya. Ia terus memberikan tinjunya dengan semangat yang membara pada samsak di depannya.
"Zio, sudah satu jam lebih kau bermain dengan samsak itu. Sekarang berhentilah. Sudah lama kita tidak mengobrol santai sambil minum teh." ujar sebuah suara bariton yang sudah sangat Zio hafal.
"Aku belum selesai Arnold." sahutnya tanpa menoleh pada pria yang kini sedang memperhatikannya dengan kedua tangan terlipat di depan dada.
Mendengar ucapan Zio pria itu memutar bola matanya malas. "Apanya yang belum selesai?. Setelah tiga tahun kau pergi ke berbagai negara tanpa berniat untuk kembali kesini. Dan sekarang, setelah kau baru saja kembali sehabis menyelesaikan tugas mu dengan baik. Kau lebih memilih bermain dengan samsak itu daripada mengobrol dengan ku?."
"Aku belum lelah."
"Bahkan aku ragu kau bisa lelah hanya dengan meninju samsak itu."
Zio tak membalas perkataan Arnold, ia lebih memilih serius pada samsak di depannya. Dan hal itu sukses membuat Arnold kesal padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fallen
ActionKarena pembantaian yang terjadi di rumahnya. Anak itu harus hidup membawa dendam. Tak ada kehangatan di dirinya, semua sudah hilang tergantikan dingin yang menusuk. Ia harus merasakan jatuh berkali-kali, kelembutan di hatinya sudah terampas terganti...