11

894 56 3
                                    

Tidak ada yang bisa menjauhkanku dari jalanku. Dari apa yang disebut segalanya, dari apa yang aku sebut 'KAMU'

*****

HYUUGA HINATA POV

Aku terus berlari melalui beberapa orang dalam kursi roda, orang berpakaian putih biru, lambang Hyuuga Company di dada kiri mereka. Aku di mana? Aku siapa? Aku sedang apa? Kenapa aku kemari? Kenapa?

"Hyuuga-sama, apa ada yang bisa kami bantu?" seru seorang lelaki tua berpakaian rapi. Dia melihatku dengan khawatir dan kebingungan. Jangankan dia, bahkan aku tidak tahu apa yang tengah aku lakukan.

"Kalau begitu mari ikut saya, nona." Bapak tua itu berjalan di depanku dan aku mengikutinya begitu saja. Apa yang telah aku katakan? Dia mau membawaku ke mana? Aku tidak merasa sudah mengatakan sesuatu, jangan-jangan aku dihipnotis dan dibawa pergi!? Tidak mungkin!

TONG TONG TONG! SRRT!! ZRRSHH!

Suara dari sebuah pintu bergeser salah satu ruangan. Pintu itu terbuka dan menampilkan seseorang dengan tangan berpangku menahan kepala. Satu orang berambut merah, berambut coklat, dan berambut kuning.

DRAP DRAP DRAP! BRUK!

Lembut. Sangat lembut. Aku merasakan sesuatu yang lembut dari kepalaku hingga punggung. Aku mendengar detak yang menenangkan dan tenang di tengah keheningan yang terjadi. "Minna wa daijobu, sinpai sinaide~" (T: Semua baik-baik saja, jangan khawatir.) *maaf kalau ada kesalahan penulisan*

Suara itu membangunkanku dari buaian kelembutan yang kurasakan di setiap inchi tubuhku. Kalian sadar? Aku memeluk seseorang. Aku tidak memerintahkan tubuhku, tapi ini bergerak sendiri. Aku juga tak mengerti, ralat, tak pernah mengerti kenapa aku melakukannya.

"Apa ada sesuatu yang terjadi? Matamu membengkak, tuh. Kau menangis semalaman? Apa yang membuatmu begitu, calon istriku~?" suara lembut itu lagi. Dia tetap mengelus rambutku dengan tangannya yang lain mengelus pipiku.

Mataku bergetar lagi, perih, dan padanganku mulai kabur lagi. "Hey, katakanlah ada apa? Jangan menangis seperti ini, sayang. Aku juga ingin menangis bila meliuhatmu seperti ini." Dia terus saja mengelus pipi dan rambutku.

Aku berusaha menggeleng, meski hanya bergerak satu senti ke kanan dan ke kiri. "Wakatta... Jangan bersedih lagi, okay?"

"Gomen, Naruto-kun." Akhirnya aku bisa menyadari apa yang aku katakan. Aku tidak tau pasti apakah sedari tadi aku berbicara? Jika aku tidak bicara tidak mungkin aku bisa di ruang rawat inap seorang Uzumaki Naruto, bukan?

"Daijobu dayo. " Sahut Naruto lagi. (T:Tidak apa-apa)

Ruang rawat inap kembali hening, aku rasa dua orang di belakangku tidak melakukan hal lain selain menonton acara dramatisku.

Dengan satu helaan nafas, aku memberanikan diri mengajukan pertanyaan berbahaya tanpa basa basi lagi. "Apa kau membenciku?"

"Atas alasan apa aku melakukan itu?" dia menyahut lagi dengan suara yang lebih lembut dari suaraku sendiri.

"Maafkan aku." Aku menunduk, menghindari tatapan yang akan meluluhkan dalam 0.000000001 detik. Itu terlalu beracun dan terlalu berbahaya bagiku untuk menghadapinya seorang diri.

"Untuk apa?" Naruto tak henti hentinya membuatku takut. Ya aku sangat takut, bahkan lebih takut lagi.

Aku menggeleng lemah dengan terus menunduk.

Naruto menarik kepalaku untuk masuk ke dada bidangnya, dan mendekapku sedemikian rupa. "Ya, tak apa, aku mengerti perasaanmu."

"Termasuk..." aku menjauhkan tubuhku dari Naruto, "...kau juga tahu tentang perasaanku setelah mendengar cerita dari Hanabi tentang perbuatan brengsekmu padanya? Wajahmu itu ada berapa, Naruto!? Pertama kau berpura-pura baik seperti ini padaku, tapi kau juga menjauhiku dengan cara yang tidak wajar, kemudian kau mencelakakan adikku sendiri! Katakan ada berapa wajah lagi yang belum kau perlihatkan padaku!?" amarahku meledak begitu saja setelah mengingat kondisi Hanabi yang sangat parah malam itu.

May I? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang