23

883 52 0
                                    

Kita hanya perlu percaya pada Tuhan dan Takdir. Biarkan takdir melaksanakan tugasnya atas perintah Tuhan

*****

"Kamu bisa mengirimiku pesan, karna kemungkinan besar hari ini aku tidak akan menerima telfon dari siapapun." Ujarku sambil berjalan di tepi kolam bersama Hinata.

Dia menunduk di sebelahku dengan tetap fokus berjalan. "Ya, aku harap kamu baik-baik saja."

"Kamu pikir kau berharap pada siapa? Aku akan baik-baik saja, itu pasti."

Hinata meninju lenganku pelan. "Tidak baik memastikan apa yang belum terjadi dan belum pasti terjadi, Naruto. Itu adalah tugas takdir atas perintah Tuhan."

"Haha, kalau begitu aku pergi dulu. Genggam dompetmu sekuat yang kau bisa seperti kau menggenggam tanganku saat ini." Ujarku.

Mendengar itu Hinata langsung menegak dan wajahnya memerah. Kawai~! Dia melepas genggaman kami yang bisa aku rasakan rasa sayangnya yang tulus. Aku tidak salah pilih pasangan.

"A...A... I-Itu tadi reflekku saja. Aku juga takut kau dicuri jadi aku menggenggamnya dengan kuat. Eh!" dia menutup mulutnya dengan mata terbelalak yang sempurna. Wajahnya yang memerah pun semakin menjadi.

"Haha... sekarang kamu bisa menggombal juga, sayang." Aku menjitak kepalanya pelan. Kemudian mengelus rambutnya lembut serta menempatkan diriku tepat di hadapannya dan mesejajarkan mata kami sambil terus mengusap rambutnya. "Tetaplah polos dan bahagia seperti ini ya?"

Sialan hahaha.... Wajahnya makin memerah... apa yang telah aku perbuat pada gadis polos ini? Ya Tuhan aku merasa bersalah.

"A-Aku tidak polos tahu!" elaknya manis.

"Kamu sudah pernah melakukan 'itu'? oh tidak... Hinata ku yang polos telah ternodai." Aku menggodanya dengan membuat suara kejut.

P L A K ! ! !

"Ba- Baka! Bagaimana bisa kau berpikir seperti itu! Aku bahkan tidak pernah memikirkannya, tahu!" dia menamparku yang aku yakini dengan segenap tenaganya. Tapi karena dia gemetar dan gugup saat ini aku bisa yakin hanya 50% tenaga yang terpakai dalam penamparan tadi.

"Ittai~ demo, kimochi na~" aku menggodanya lagi. Aku tidak bisa berhenti menggoda gadis yang ada di hadapanku sampai ia menangis. (Sakit!~ tapi menyenangkan~)

"Bagaimana bisa aku jatuh cinta padamu!? Bagaimana nasibku saat aku benar-benar menikah denganmu!? Apa aku akan terkena serangan jantung dan tekanan darah tinggi setiap harinya!? Mengerikan!" dia kembali merengek dengan menutup seluruh bagian wajahnya.

"Wakatta wakatta... kalau begitu jaga dirimu, ya? Kita akan bertemu lagi pada kesempatan berikutnya." Tanganku beralih ke pipinya yang masih ditangkup dengan telapak tangannya. "Pada pernikahanmu besok." Aku berkata demikian kemudian pergi.

Aku berjalan perlahan sambil sesekali menengok kebelakang memastikan gadis itu telah beranjak dari tempatnya. Tapi aku salah. Dia masih dalam posisi yang sama saat aku mencapai langkah ke 20 ku. Apa yang dipikirkan gadis itu?

Sial, aku merasa tambah bersalah... Aku berbalik arah dan melebarkan langkahku untuk meraih tubuhnya yang mungil.

G R E P ! ! !

Aku mendekapnya lebih erat daripada saat kami di bangku tadi. Aku mengelus kepalanya lagi, memberi beberapa kecupan lembut di kepalanya. Aku juga merasa ada tangan yang meraih pundakku dan meletakkannya di sana. Tangan kecil yang selalu aku damba, dari orang hebat yang telah melewati banyak hal demi diriku.

May I? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang