20

749 41 0
                                    


Sepatu sebelah kanan sudah semestinya bersama dengan sebelah kiri dengan model yang sama. Dengan tujuan yang sama, dalam ikatan yang sama.

*****

"Sumimasen, Hinata-sama. Saya Karuya. Toneri-sama telah datang untuk menjemput Anda, nona. Anda pasti sudah tahu mengenai rencana fitting wedding dress, bukan? Saya datang untuk merias anda, nona. Bolehkan saya masuk?"

Suara itu terdengar begitu ketukan pada pintu terdengar. Suatu permintaan yang diutarakan dengan lembut, namun tidak bisa menutupi hal terburuk dalam perkataannya.

"Tidak! Pergi ka—" Hinata berteriak untuk menjawab pertanyaan pelayannya. Tapi ia terhenti begitu saja ketika ia teringat sesuatu.

'Aku kesal pada Toneri, tidak seharusnya aku memarahi orang yang bahkan tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi antara aku dan Toneri. Itu akan sangat jahat.' Hinata mengambil napas dalam dalam dan melepasnya. "HUAAAAHHHH!!!!!"

"Lama-lama aku gila jika seperti ini terus!" Dia merutuk. "Karuya, masuklah!"

Hinata mempersilahkan pelayannya sedangkan dia mempersiapkan diri di atas ranjangnya yang berantakan.

"Ku harap kau bisa memaklumi ini semua." Kata Hinata meminta pemakluman pada Karuya atas keadaan di kamarnya.

"Anda sudah mengunci diri sejak dua hari yang lalu, nona. Anda patah hati dan mental Anda tertekan, saya rasa tidak salah bila kamar Anda seperti ini." Karuya masuk ke dalam kamar Hinata dan mengeluarkan alat riasnya.

"Anda sudah cuci muka, Hinata-sama?" Tanya Karuya saat ia menotolkan facial wash di wajah Hinata.

"He em." Jawab Hinata sambil memejamkan matanya.

"Maafkan perkataan saya sebelumnya, Hinata-sama. Saya seenaknya menentukan apa yang tengah Anda rasakan. Padahal saya tidak tahu banyak tentang Anda."

"Ah, itu tidak apa. Itu justru menyadarkanku, betapa menyedihkannya aku ditinggalkan orang yang paling aku sayangi."

"Saya berharap saya bisa mengerti itu sesuai yang Anda inginkan."

"Kau sudah menikah, kan, Karuya?"

"Apa? Maksudnya, kenapa tiba-tiba menanyakan hal itu, nona?"

"Tugasmu hanya menjawab."

"Ah..." Karuya menunduk malu. "Benar, saya sudah menikah 6 bulan yang lalu."

"Tapi kenapa kau tidak berhenti bekerja sebagai pelayan di sini? Padahal sudah ada suamimu yang pasti akan menghidupimu dengan uangnya."

"Suami saya pun berkata seperti itu, nona. Tapi saya terlanjur mencintai keluarga ini. Bahkan saya sudah bekerja di sini sejak Anda sekolah dasar di mana usia Anda dan usia saya tidak terpaut jauh. Saya merasa punya seorang adik."

D E G ! 'Cinta, katanya?' Hinata yang terkejut mendengar penuturan Karuya.

"La—lalu, bagaimana suamimu?" Tanya Hinata lagi.

"Awalnya dia tidak bisa menerima keputusan saya. Tapi lama-kelamaan dia mengerti dengan kebiasaan dan cinta saya pada keluarg ini, nona."

"Kau tidak ingin suamimu berjuang sendirian, kan?" Hinata juga berkata dalam hati, 'Aku tidak salah, kan, jika aku juga berjuang?'

"Tentu saja, karna sudah seharusnya suami istri itu berjuang bersama, nona. Bahkan nona akan segera menjadi seorang istri, bukan? Yang harus diperhatikan saat menjadi istri adalah menjaga kesetiaan, mencurahkan kasih sayang dan perhatian kita sepenuhnya untuk suami kita masing-masing. Saling percaya dan menjaga perasaan satu sama lain adalah kunci terwujudnya rumah tangga yang harmonis."

May I? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang