( WaF - 3. Menemukan Orang Tak Dikenal )

1.4K 236 52
                                    

Semua orang pasti akan bingung jika menemukan orang tak dikenal tertidur di kamar inap ayahnya. Itulah yang saat ini Seva rasakan. Ia tak mungkin salah ruangan, gadis itu pun meyakininya. Jelas-jelas di tempat tidur ada Henri yang masih berbaring─sudah sadar beberapa jam lalu, tetapi kini kembali terlelap karena harus beristirahat.

Lantas siapa orang ini?

Pertanyaan itu mengambang di kepala Seva. Kebingungannya semakin menjadi ketika mencari sang Ibu yang bahkan tak ada di toilet. Dengan kerutan dalam di dahinya, Seva mendekat ke arah pria yang tertidur di sofa ruangan itu. Matanya sedikit membola saat sedang memperhatikan.

Tampan. Kira-kira kata itu yang dapat Seva ungkapkan setelah melihat paras si pria. Perlahan gadis itu menggaruk hidungnya. Wajah laki-laki ini begitu familier tapi ia tak bisa menebaknya.

Seva menghembuskan napas dengan keras. Ia menyerah. Otaknya tak pandai menyimpan memori dengan benar. Terpaksa Seva harus merasakan penasaran ini sampai ibunya datang. Padahal di saat Seva meninggalkan rumah sakit─bersama Deon dan Pipit─jam setengah lima tadi, hanya tersisa Yana di sana. Seva sedikit merutuk. Andai saja ia tadi ikut Deon yang pergi ke supermarket, pasti dirinya tak akan merasa bingung sendirian.

Tangan Seva menyentuh pinggang ketika ia berjalan menipiskan jarak di antaranya dan pria misterius itu. Tiba-tiba ia teringat pada Orlin. Sahabatnya yang satu itu adalah pemuja laki-laki tampan. Seva jadi menduga jikalau Orlin yang berada di posisi seperti ini, ia pasti akan memfoto pria tersebut dan mengirimnya ke Powerpuff Girls, grup obrolan mereka─yang beranggotan Seva, Orlin, dan Bia.

"Kamu lagi ngapain?"

Kontan saja Seva mundur beberapa langkah. Mimiknya dapat mendeskripsikan apa yang ia rasakan: terkejut bukan main. Pria di depannya sudah membuka mata dan bertanya dengan suara berat nan parau khas orang bangun tidur.

Laki-laki itu menegakkan tubuh dan kembali bertanya, "Kamu mau macam-macam?"

Tak ada jawaban dari Seva. Namun, kerutan di dahinya semakin dalam. Pria ini melontarkan tuduhan yang tak masuk akal. Memangnya wajah Seva tampak seperti seorang yang suka usil?

"Kalau kamu diam artinya iya." Si pria tersenyum miring. Ada lesung di kedua pipinya. "Masih banyak jenis profesi lain di luar sana yang halal, tapi kamu malah capek-capek ngumpulin dosa dengan masuk ke kamar seorang pasien dan curi dompet penjenguknya?"

Rahang Seva terbuka lebar. Tuduhan orang ini tidak elite sekali. Seva seorang pencuri dompet penjenguk pasien? Yang benar saja?

Seva bukanlah pengontrol emosi yang baik. Karena tuduhan asal itu, amarahnya menguap. Menurutnya, pria ini terlalu banyak bicara dan kelewatan. Seva berjalan lebih dekat ke arah si pria. Kemudian, tanpa ba-bi-bu melayangkan sebuah tamparan yang cukup kuat. Mengakibat pipi yang diberi tamparan langsung memerah.

Laki-laki tampan itu memasang ekspresi yang menyatakan sakit. Siapa yang peduli? Tentunya, bukan Seva.

"Assalamualaikum."

Serentak Seva dan pria itu menoleh ke asal suara sambil menjawab salam. Tiga wanita memasuki ruangan dengan tangan yang menjinjing plastik berisi makanan. Salah satu dari mereka adalah Yana, lalu yang lainnya adalah Tami dan Bey.

Bey adalah orang pertama yang menyadari suasana tegang di sana. "Kalian kena─Rey, muka lo kok ...?"

"Rey?" tanya Seva terkejut. Ia mengalihkan perhatian ke arah pria di depannya. Ia ingat sekarang. Laki-laki ini adalah kakak Bia.

"Dia nampar gue," adu Rey sembari menunjuk Seva.

Kedua mata Seva mengerjap. Ia kembali berbalik untuk menatap tiga wanita yang baru memasuki ruangan. Mereka tampaknya tak bisa menebak apa yang terjadi. "Karena orang itu udah nuduh Seva maling. Ya, udah deh ... Seva tampar. Seva, 'kan, bukan orang jahat!"

What a FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang