( WaF - 16. Sesuatu yang Dibawanya Akan Terlepas )

851 179 47
                                    

Jika seseorang sedang terkejut, terkadang sesuatu yang dibawanya akan terlepas. Itu karena ia lebih fokus pada sesuatu yang menarik perhatiannya, sehingga lupa benda yang ada di tangannya. Hal tersebut dialami Bia. Ia melepaskan botol susu Joan yang isinya penuh. Akibat tumbukan yang terjadi antara sisi botol dan permukaan lantai, benda berbentuk tabung itu pecah. Tentu saja kejadian itu membuatnya menjadi bintang utama sekarang. Namun, tampaknya ia tak peduli. Pandangannya tetap tidak teralih pada tautan tangan Rey dan Seva.

Rey mengerti semuanya. Ia juga sama terkejut sampai Bey datang menghampiri Bia. Putri tertua di keluarga itu mendorong Bia agar mundur beberapa langkah.

"Aduh, Bia, kamu tuh gimana sih?" tanya Bey dengan raut yang sangat khawatir. "Kakimu nggak pa-pa? Kena serpihan botol atau cipratan susunya, nggak?"

Bia menoleh ke arah Bey dan menggeleng. "Maaf, Mbak."

"Nggak pa-pa," sahut Bey. "Sekarang kamu panggil Bi Wati buat bersihin ini. Lalu temenin Joan. Biar Mbak yang buatin susunya."

"Iya," turut Bia. Ia segera melakukan apa yang Bey perintahkan. Tak lupa sebelum meninggalkan ruangan itu, ia memberi tatapan ancaman untuk Seva agar segera menjelaskan apa yang terjadi pada dirinya.

Kemudian, setelah masalah botol pecah selesai, Tami, Ardi, dan Irfan kembali berfokus pada dua sejoli di hadapan mereka. Sebagai kepala keluarga, Ardi menyuruh Rey dan Seva untuk duduk.

"Jadi ..., Seva?" tanya Tami.

Rey mengangguk mantap tanpa mengatakan apa pun. Seva di sebelahnya juga bergeming.

"Sejak kapan?" Kali ini Ardi yang bertanya.

Dari ekor matanya, Rey dapat melihat Seva menatapnya. Rey berdeham. "Kemarin ... tapi kami udah ada komitmen untuk hubungan ini."

Tami tersenyum samar. "Kalian ngelakuin ini bukan hanya karena mau terlepas dari desakan Mami, kan?"

"Kami serius, Mi." Rey mengeratkan genggamannya pada tangan Seva. "Alasan aku bawa Seva ke sini bukan hanya untuk dikenalin ke keluarga. Aku juga mau minta restu sama kalian untuk ngelamar Seva dalam waktu dekat."

Seketika Irfan tersedak liurnya sendiri. "Serius, Rey? Seva belum genap dua puluh tahun. Maksud Mas, bukannya terlalu dini? Apalagi kalian baru berhubungan kemarin," ujarnya. Ia sudah seperti anak sulung di keluarga itu.

Ardi mengangguk setuju. Ia sependapat dengan Irfan. "Papi setuju banget sama hubungan kalian, tapi apa yang dibilang masmu juga benar."

"Dalam waktu dekat, bukan berarti besok. Kami udah diskusiin ini dan Seva nggak masalah."

"Iya, Seva mau kok tunangan," sambung Seva yang sedari tadi diam. "Tapi ..., nikahnya, ya, tunggu Seva udah lulus kuliah."

Kontan sorakan gembira Tami memenuhi ruangan. Membuat semua orang yang ada di sana terkejut. "Astaga! Akhirnya!" Tami tertawa girang. "Mami beri restu untuk kalian!"

( ⚘ )

Ketika para lelaki di keluarganya memutuskan bermain gim bersama Joan, maka Rey memilih untuk berada di ruang makan. Tangannya mengetuk-ngetuk meja saat menatap Seva yang membantu Wati, Bey, dan Bia memasak makan siang. Gadis itu terus tersenyum saat meracik bumbu makanan. Juga tak merasa terganggu atau bahkan tak menyadari bahwa Rey memandanginya.

"Kemarin aja debat terus, sekarang dipacarin juga," kata Tami. Wanita itu menarik kursi di sebelah Rey dan duduk di sana.

Rey menoleh ke arah Tami. Senyum tipis ia tampilkan sebagai balasan.

Tami terjangkit. Wanita itu ikut tersenyum. Ia juga menatap ke orang-orang yang sedang memasak. "Kamu udah nentuin tanggal untuk ngelamar Seva?"

Menggelengkan kepala adalah respons nonverbal Rey. "Belum tapi secepatnya aku bakal beri tahu Mami."

"Oke, nanti kamu beri tahu seminggu sebelumnya, ya. Biar Mami bisa nyiapin semua keperluan kita sebelum datang ke rumah Seva."

Jengitan kepala Rey lakukan. Tak membantah sama sekali karena ia tahu bahwa Tami tak mau absen dalam urusan ini.

Tami menyentuh punggung tangan Rey. Senyuman hangatnya terasa menangkan. "Mami doain yang terbaik buat kamu." Tangan Tami beralih ke kepala Rey dan mengelusnya. "Semoga semua berjalan lancar dan berakhir bahagia," imbuh ibu tiga anak tersebut.

"Aamiin. Makasih, Mi."

Sekarang Tami yang menganggukkan kepala. Wajahnya berubah merah. Air juga sudah membentuk muara di matanya. Hal itu lantas membuat Rey khawatir. Membuat pria itu memegang tangan sang ibu lembut.

"Mami kenapa nangis?"

Tami mengusap pelupuk matanya dengan sebelah tangan yang tak dipegang Rey. "Mami terharu karena kamu udah bisa buka hati buat perempuan lain. Mami senang banget."

Rey tertegun. Tujuan utama Tami terus memaksanya menikah karena tidak ingin melihat Rey berhenti di satu titik. Rey tahu semua itu. Hanya saja sang ibunda tak bisa menerapkannya dengan cara yang benar hingga menjadi menyebalkan.

"Mami mohon, jangan pernah lihat ke belakang lagi. Mami sayang sama kamu. Mami nggak mau kamu terus terpuruk dengan masa lalu," lanjut Tami yang tetap tak dibalas apa pun oleh Rey.

( WAF - 16. Sesuatu yang Dibawanya Akan Terlepas )

Chapter terpendek. Awalnya nggak sependek ini sih tapi M pangkas aja karena terlalu banyak basa-basi.

The simple but weird,
MaaLjs.

11 Septembee 2019 | 14:41

What a FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang