( WaF - 1. Hal yang Dapat Membuatmu Bolos )

3.1K 269 60
                                    

Telepon yang mengabarkan bahwa ayahmu sekarang dirawat di rumah sakit karena terkena serangan jantung, itulah satu dari hal yang dapat membuatmu bolos untuk mata kuliah selanjutnya, seperti yang saat ini Seva lakukan. Air mata yang tak dapat ia tahan merusak riasan wajahnya. Maskaranya pun sudah luntur ke mana-mana hingga membuatnya persis seperti kuntilanak. Namun, gadis itu tak acuh. Ia terus menerobos orang-orang yang menghalang jalannya agar dapat bertemu dengan sepupunya yang juga berkuliah di sana.

"Seva, pelan-pelan aja," tegur Bia─sahabatnya.

"Gimana gue bisa pelan kalau bokap gue lagi kritis, Bi?" tanya Seva dengan suara yang bergetar dan sangat pelan.

Orlin, sahabatnya yang lain, menyahut, "Om Henri bakal baik-baik aja, Sev. Yakin, deh."

Seva tak menanggapi. Ia lebih memilih fokus pada langkahnya kendati mengamini ucapan sahabatnya.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup merepotkan, ketiga gadis itu akhirnya sampai di kantin FISIP. Perlu waktu beberapa menit untuk menemukan sang sepupu─Deon yang tengah bercengkerama dengan teman-temannya.

Didatangi oleh tiga gadis yang berjalan cepat lantas membuat Deon terkejut bukan main. Awalnya ia berpikir akan diserang oleh mereka meski tak tahu apa salahnya. Namun, setelah melihat adik sepupu yang berselisih umur empat bulan darinya itu menggenangkan air mata, Deon langsung bangkit dan menghampiri lebih dulu.

"Lo kenapa, Sev?" tanya Deon. Suara basnya sengaja dilembutkan ketika ia membungkuk dan memegang bahu Seva agar dapat menyejajarkan wajah mereka.

"Papa ...."

Deon menelan salivanya dengan susah payah. "Papa ... kenapa?"

"Tadi gue dapat kabar dari Bi Pipit kalau Papa kena serangan jantung, De," jawab Seva dengan satu tarikan napas. Setetes bulir air kembali terjun dari matanya.

Tak seperti yang diharapkan, Deon tertawa. Pemuda itu melepaskan pegangannya pada bahu Seva. Kemudian, berkacak pinggang dan memasang ekspresi yang begitu menyebalkan. Membuat Seva ingin sekali menaboknya dengan flatshoes. "Nggak lucu prank lo. Ini bukan April Mop kalau lo lupa."

"Prank apaan sih, Deon?!" Amarah Seva menguap. Tangisannya semakin menjadi. "Ayo, ke rumah sakit sekarang!"

"Nggak perca─"

"Seva serius, Deon," potong Bia.

Orlin yang berdiri di sebelah Bia terdengar mendengus. Gadis yang rambutnya dikucir itu melipat tangan di depan dada. "Deon kebanyakan nonton Atta Gledek. Makanya semua dibilang prank. Orang napas di depan dia mungkin juga dianggap prank."

Kedua alis Deon tertaut. Wajahnya memberengut tak suka dengan sarkasme yang dilesatkan Orlin. Sejurusnya, ia kembali beratensi pada Seva yang sudah memasang tatapan membunuh. "Serius?"

"Menurut lo?"

Deon mulai panik. Ia bergegas mengambil tasnya yang tergeletak di atas meja kantin. Lalu menarik Seva dan berpamitan pada para gadis dan teman-temannya.

( ⚘ )

Suara ketukan langkah kaki Seva dan Deon yang sedang berlari menjadi koor. Meributkan koridor rumah sakit yang sunyi. Perasaan sedih, takut, dan panik bergabung di dalam diri mereka. Berperan menjadi pengundang mulas alami. Namun, saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk melakukan ritual pembuangan itu. Lagi pula mereka lebih ingin tahu keadaan Henri─sang ayah─daripada berada di dalam toilet untuk mengeluarkan feses.

Ketika sudah memasuki lorong kamar tempat Henri ditangani, Seva dan Deon dapat melihat Yana, ibu Seva dan juga bibi Deon. Wanita setengah baya itu ditemani Pipit selaku asisten rumah tangga mereka. Khawatir yang kentara menusuk penglihatan Seva dan Deon. Membuat tungkai mereka mempercepat gerakan.

What a FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang