Diperhatikan oleh seseorang dapat membuat siapa saja merasa tidak nyaman. Pun akan tak bebas untuk bergerak. Seolah setiap gelagat selalu disorot oleh kamera. Seva merasakannya sejak Jevin─sahabat Deon─datang dengan alasan menjenguk sang Ayah─ia tiba tepat setelah Tami, Bey, dan Rey pulang. Pemuda itu sudah melirik ke arahnya beberapa kali. Seva jadi salah tingkah. Sungguh, ia tampak seperti orang bodoh dengan terus bergerak di atas sofa yang didudukinya. Kening gadis tersebut juga tampak berkerut. Padahal yang ia lihat hanyalah layar benda persegi panjang yang menampakkan jajaran aplikasi.
"Lo kenapa, Sev?"
Mendengar pertanyaan yang tiba-tiba, Seva terperanjat. Ia hampir saja menjatuhkan ponsel kesayangannya. "Gu-gue kenapa?"
Si pelontar pertanyaan tadi─Jevin, mengangguk. "Dari tadi gerak-gerak mulu."
Seva mengeluarkan tawa hambar. "Nggak pa-pa kok."
Tidak mungkin Seva mengatakan alasan yang sebenarnya. Bisa-bisa Jevin malah mengira Seva menyukainya. Padahal Seva memanglah tipikal orang yang tak bisa diperhatikan oleh siapa pun, termasuk kedua orang tuanya.
Jevin kembali melakukan gerakan menaikturunkan kepala. "Sev, gue boleh minta tolong?" tanya pemuda itu. Suaranya pelan seolah tak ingin didengar oleh Deon yang sedang asyik bermain game online sembari menyantap makanan ringan. Biasanya mereka suka bermain berdua. Namun, saat Deon mengajaknya tadi, Jevin menolak.
Mata Seva mengerjap. "Tolong apa?"
"Bisa tolong temenin gue?"
"Temenin? Ke mana?"
"Beli sesuatu buat cewek."
Senyuman jenaka Seva terbentuk. "Untuk gebetan?"
Seakan terjangkit, Jevin ikut tersenyum. "Iya, untuk gebetan dan gue nggak tahu mau beli apa. Jadi, gue minta temenin lo supaya bisa tolong pilih. Gimana?"
"Siapa gebetan lo?" tanya Deon tanpa menatap mereka. Pendengarannya cukup tajam kendati Jevin telah memelankan suara. Mungkin karena ruangan yang hening. Hanya terdengar suara dari permainan di ponselnya. Apalagi sekarang Yana sedang menebus obat Henri.
"Tetangga gue ...."
Deon terkekeh. "Si Mita? Bukannya lo geli sama dia?"
"Lo kira tetangga gue cuma Mita doang?"
"Jadi, namanya Mita?" tanya Seva.
Jevin dengan cepat menggeleng. "Bukan, Sev."
"Ah, nggak usah malu-malu gitu, Vin." Seva mengulum senyum, sedangkan Deon tergelak. "Ya, udah, ayo, gue bantu cari barang buat Mita."
"Bukan Mita namanya, Sev."
Kedua bahu Seva terangkat. "Mita, Mito, Mitu, atau terserah deh siapa pun."
( ⚘ )
Senyap, kata yang dapat menjadi deskripsi keadaan di dalam mobil Jevin sekarang. Tak ada yang mau memulai pembicara di antara sang empu kendaraan dan Seva. Keduanya fokus dengan hal masing-masing; Seva melihat jalan melalui bingkai kaca mobil; dan Jevin mengemudi dengan serius. Sebenarnya, mereka bosan. Namun, tak tahu harus membahas topik apa, mengingat mereka juga tak terlalu dekat. Kadang hanya berbicara seperlunya atau hanya sedikit berbasa-basi.
"Sev, mau dengar lagu?" Jevin yang lebih dulu menghancurkan keheningan.
Ekspresi Seva bingung. "Hah?"
"Gue mau hidupin radio."
"Oh, hidupin aja."
"Soalnya dari tadi kita diam aja. Sepi jadinya." Jevin melakukan apa yang tadi ia bilang. "Jadi, cewek suka hadiah yang kayak gimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
What a Feeling
Romance( Seri Made in the AM #1 | ✓ ) Kedatangan Gaufrey Wahid Amaelo dalam hidupnya, membuat Sevarina Lallita Putri belajar tentang tahap mencintai, yaitu: kagum, tertarik, suka, sayang, dan cinta. Tahapan-tahapan itu menjadi landasan utama hubungan yang...