( WaF - 26. Kamus Besar Bahasa Indonesia )

729 135 31
                                    

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kejutan berarti segala hal yang menimbulkan kaget atau guncangan. Datangnya Rey ke rumah Seva hari ini untuk melakukan urusan itu. Ia bermaksud ingin meminang gadis tersebut. Oleh karena itu, Rey membawa keluarganya. Namun, ia tak menyangka kalau Seva akan seterkejut tadi. Mata Rey melihat bagaimana Seva yang berlari entah ke mana setelah melihat kehadirannya. Membuat dugaan tercipta di kepala Rey, Seva pasti malu dengan penampilannya yang sangat tak meyakinkan untuk menerima tamu.

Akibat kejadian tadi, acara peminangan terpaksa tak dihadiri Seva. Gadis itu enggan beranjak dari kamarnya. Henri dan Yana yang menjatuhkan semua keputusan pada Seva harus dibantu oleh Bia dan Orlin; agar menanyakan jawaban anak dara tersebut. Syukurlah kendati tak berjalan sesuai rencana, Seva tetap menerima lamaran Rey. Sehingga dengan langkah ringan, pria itu berjalan ke kamar Seva. Tentu ia sudah meminta izin Henri dan Yana sebelum melakukannya.

Perlahan tetapi pasti, Rey mengetuk pintu kamar berwarna hijau terang di depannya. Terdengar sayup-sayup suara para gadis dari dalam. Rey yakin, mereka masih menghibur dan membujuk Seva supaya keluar kamar. Tak lama kemudian, daun pintu terbuka. Muncullah Bia dengan senyum lebar.

"Gimana?" tanya Rey penasaran.

"Seva udah berhenti nangis kok. Cuma dia masih nggak mau keluar. Coba deh Mas aja yang bujukin."

Sebagai respons pertama, Rey menganggut. "Tapi tanya Seva dulu, Mas boleh masuk, nggak?"

"Oke," sahut Bia cepat. Gadis itu kembali melesat ke dalam. Bertanya pada Seva dengan suara yang dapat Rey dengar dengan jelas.

Rey tak dapat mendengar jawaban Seva. Sampai akhirnya Bia kembali keluar dan membuka pintu sepenuhnya. Menampakkan ruangan berwarna hijau dengan nuansa yang sangat adem. Di samping kasur, ada Seva dan Orlin yang kini menatap ke arah Rey.

Menyadari bahwa Rey membutuh waktu berdua dengan sahabatnya, Bia dan Orlin pamit undur diri. Menyisakan Rey yang menghampiri Seva. Pria itu mendudukkan diri di lantai tepat di depan Seva yang meringkuk. Menatap Seva yang berusaha menutupi tubuhnya yang masih basah dengan handuk.

"Kenapa Om nggak beri tahu Seva kalau mau datang ngelamar hari ini?" tanya Seva dengan suara sumbang khas orang habis menangis.

"Buat surprise?" Rey menjawab dengan nada yang menjurus ke arah pertanyaan. Ia memperhatikan penampilan Seva yang belum berubah sama sekali. "Tapi maaf kalau ini jadi kenangan buruk buat kamu."

Cepat, Seva menggeleng. "Nggak kok. Seva seneng ... walaupun malu sih."

Rey menyunggingkan senyumnya. "Makasih."

"Makasih untuk?" tanya Seva bingung. Kelopak matanya mengerjap.

"Karena kamu terima lamaran saya."

Di detik selanjutnya, bibir Seva yang melengkung. "Kita udah sepakatin semuanya, Om. Nggak mungkin Seva nolak."

"Kan, nggak ada yang tahu isi pikiran orang. Bisa aja kamu tiba-tiba ragu dan milih buat nolak saya. Apalagi tadi kamu kayaknya tertekan banget."

"Seva udah bilang, Seva lagi usaha buat jadi pribadi yang lebih dewasa. Kalo Seva nolak cuma karena malu tadi, kan, kekanakan banget dan lebay juga."

Kekehan kecil Rey keluar. Senang yang ia rasa teramat sangat hari ini. Mengakibat senyum dan tawa tak bisa lepas darinya barang sebentar. Lalu untuk kesekian kalinya pada hari ini, Rey bersyukur.

"Jadi, tadi bicarain apa aja, Om?" Seva memulai obrolan lagi setelah hening beberapa saat.

"Cuma bicarain tentang peminangan. Terus acara lamarannya sepakat digelar pas umur kamu genap dua puluh tahun. Juga bahas soal pernikahan tapi nggak terlalu banyak. Karena kita semua tahu, kamu masih terlalu muda." Rey berdeham. Sebenarnya agak canggung untuk mengucapkan kalimat selanjutnya. "Saya juga nggak mau ada isu yang nggak-nggak tentang kita."

"Jadi, bakal nunggu Seva bener-bener jadi perempuan dewasa?"

Kepala Rey berjengit. "Dan, sampai kamu benar-benar siap."

Seva diam semenit. "Om nggak pa-pa nunggu selama itu?"

"Saya udah pikirin konsekuensi yang harus saya terima kalau mau serius sama kamu, dan kalau saya keberatan nunggu kamu, saya udah pergi sejak kamu masih ngizinin saya mundur waktu di rooftop itu."

Senyuman Seva kembali. Sekarang terlihat lebih lebar. "Makasih, Om."

"Sama-sama." Kedutan di sudut bibir Rey juga tak dapat ditahan. "Selain emang mau ketemu kamu, saya juga disuruh Mami bawa kamu turun ke bawah," imbuhnya.

Lantas Seva mencebik. Menggerakan kepalanya ke kanan-kiri sembari berkata, "Seva masih malu, tahu, sama Tante Tami, Om Ardi juga."

"Itu nggak perlu dipikirin. Mereka pasti maklum kok."

"Beneran?" tanya Seva, formalitas.

"Astaga, Seva. Udah berapa lama kamu kenal mereka?"

Cengiran Seva tampilkan. Membuat gadis itu tampak manis dan kian menggemaskan. "Oke, Seva ganti baju dulu. Om Rey tunggu di luar, ya."


( ⚘ )

Setelah acara makan siang, keluarga Rey pulang dari kediaman Seva, kecuali Bia─yang ingin berkumpul dengan sahabat-sahabatnya. Rencana awalnya, mereka akan pulang setelah bercengkerama sesaat setelah peminangan disetujui. Namun, Tami dan Yana sepakat memutuskan untuk mengadakan agenda mendadak tersebut. Mereka beranggapan bahwa hal itu dapat mempererat hubungan antara kedua keluarga.

Saat melihat keluarganya dan keluarga Seva sangat cocok, ada sebidang kesenangan di dalam diri Rey. Perasaan itu mencuat sangat nyaman. Membuat Rey siap dan yakin dengan hubungan barunya. Juga sedikit bermanfaat melupakan belenggu kedahsyatan afeksi yang diciptakan Atika.

Atika sudah seperti layaknya noda membandel pada cucian kotor. Tak mudah membuat bayangan perempuan itu terlepas, hilang, dan dilupakan otak Rey. Seolah setiap detik kenangan yang pernah mereka lewati direkat dengan lem super. Akan tetapi, sekarang Rey mantap dengan niatnya untuk maju ke depan. Sulit memang. Namun, wanita itu sudah tak bisa digapai. Semua tentang Atika hanya tinggal semu belaka. Definisi sebenarnya dari fiksi yang sempat menyata. Bahkan jika Rey mengeluarkan keringat dan darah sebanyak samudra, Atika tak akan pernah kembali ke sisinya. Kini hanya tersisa harapan, yang jika dikembangbiakkan akan memangsa dan menjangkitkan kepiluan.

Rey duduk di ranjangnya. Kembali membuka laci berisi kenangan lama. Netranya menatap lembar foto itu dengan penuh arti. "Aku lagi coba hilangin rasa tentang kamu." Tangan Rey terulur menyentuh potret Atika. Sedikit senyumnya ikut terukir. "Aku janji bakal terus ngirim doa supaya kamu selalu tenang di sana. Kamu nggak usah khawatir, aku nggak akan ngelupain kamu kayak yang kamu minta dulu."

WAF - 26. Kamus Besar Bahasa Indonesia

Sekarang M lagi baca novel tentang hubungan yang umurnya selisih jauh juga. Terus tiba-tiba keinget M terinspirasi nulis cerita ini (dimulai dari versi FFnya) karena M suka sama cowok yang lumayan jauh lebih tua. Pfft. 🌚

The simple but weird,
MaaLjs.

11 Oktober 2019 | 00:55

What a FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang