( WaF - 9. Ketika Seseorang Sedang Terkejut )

964 188 40
                                    

Rongga mata yang terbuka lebar seringkali dijadikan ekspresi ketika seseorang sedang terkejut. Seva akui opini itu benar karena Deon juga melakukannya sekarang. Ia baru saja memberitahukan perihal Henri yang menyuruhnya untuk bertunangan. Pemuda yang berada di depannya itu bahkan menjatuhkan sendok yang ia pegang. Alhasil Seva mendengus. Menurutnya, Deon berlebihan.

"Colok nih!" seru Seva, kesal sendiri melihat wajah Deon.

Deon mengerjap. Kemudian, meminum air yang disediakan oleh Pipit. "Serius, Sev?"

Bola mata Seva berputar. "Gue harus bilang berapa kali?"

"Lo nggak lagi bercanda, kan?" Deon masih mencoba untuk memastikan.

"Lo ngira gue nge-prank lagi?" Seva bertanya balik, menyinggung kejadian beberapa hari yang lalu.

Sebelum kembali bersuara, Deon berdeham. "Emang lo punya pacar?"

"Nggak."

"Gebetan?"

"Juga nggak."

"Jones lo!"

"Anjir!" Jari-jemari Seva lantas meraih rambut Deon. Ia menariknya dengan kuat tanpa memedulikan korban yang mengaduh.

"Sakit, Sev." Deon memegang tangan Seva agar menyingkir dari kepalanya. "Rambut gue udah di-pomade nih."

Akhirnya, Seva pun melepaskan tarikan. Ia menggosok-gosok tangannya yang licin. Itu akibat minyak rambut yang dipakai Deon. "Sok-sokan pakai pomade, biasanya juga gunain minyak jelantah."

Mimik Deon menampilkan jemawa. Ia menyugar rambutnya. "Nggak usah malu buat ngakuin kalau rambut Cogan Cool Sejagat Raya ini wangi banget."

Kontan Seva bergidik. Ia memeragakan orang yang sedang muntah. Heran karena memiliki sepupu yang sangat percaya diri seperti ini.

"Serius, Sev─" sendok Deon mengambil makanan di piringnya, "─siapa yang bakal ngelamar kalau lo aja nggak dekat sama siapa pun?"

Seva menggaruk pangkal hidungnya. "Nggak tahu tapi ...."

"Tapi apa?"

Beberapa detik, Seva bungkam. Skeptis menyerang. "Kemarin gue ditembak ... Jevin." Kedua netranya memerhatikan wajah Deon. Namun, laki-laki itu tak menunjukkan kekagetan─sama sekali─seperti tadi.

"Pas lo diajak dia beli barang buat gebetannya?"

Cepat sekali Seva mengangguk. "Kok lo tahu? Dia ada bilang?"

"Nggak. Cuma sebagai sesama cowok, gue bisa sadar dia suka sama lo. Gue juga tahu kemarin dia mandangin lo terus."

Kini, Seva memasamkan muka. "Kok lo nggak pernah bilang ke gue sih?"

Bahu Deon terangkat. Ia menelan makanan yang dikunyahnya terlebih dahulu. "Gue kira lo peka."

"Mau peka gimana? Kami aja jarang ngobrol." Hidung Seva menghela napas. "Paling cuma seperlunya aja. Terus tiba-tiba dia nembak. Ya ..., gue kaget."

"Dan lo terima?"

Kepala Seva bergerak ke kanan dan kiri. "Masih gue gantungin."

"Kenapa?"

Sorotan mata Seva lurus ke arah tempat sendok yang ada di meja makan. Ia menerawang sembari menjawab, "Gue belum terlalu tahu tentang Jevin. Masih perlu pendekatan lagi. Jujur aja, rasanya gue mau nolak. Gue nggak tertarik, De." Pandangan Seva beralih ke Deon. Sepupu yang diadopsi kedua orang tuanya itu masih menyimak. "Tapi setelah gue pikir-pikir, gue bakal kasih dia kesempatan. Maksudnya ..., kalau emang dia mau ngelamar gue sih."

What a FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang