( WaF - 8. Berhak Dimiliki oleh Siapa Saja )

1K 192 49
                                    

Privasi berhak dimiliki oleh siapa saja. Rey sangat tahu tentang hal itu. Setelah menyelesaikan acara meneleponnya dengan pihak B&J HR, Rey yang ingin kembali memasuki ruangan pun mengurungkan niatnya. Ia mendengar Henri dan Seva yang sedang berbicara empat mata. Topiknya sangat pribadi. Rey tak pernah ingin menguping. Akan tetapi, perbincangan itu semakin menarik di setiap detiknya, membuat Rey mempersetankan segala hal dan mendengar obrolan sepasang ayah dan anak tersebut.

Rey sempat terkejut ketika mendengar bahwa Seva diminta untuk bertunangan. Menurutnya, gadis itu masih sangat muda untuk menjalani hubungan seperti itu. Emosinya saja kadang masih belum stabil. Namun, setelah mendengar pengertian yang diucapkan Henri, ia mengerti.

Saat perbincangan selesai pun, Rey tak kunjung masuk. Ia tetap berdiri dengan punggung yang bersandar. Sengaja ia menggigit bibirnya berulang kali ketika suatu ide gila menghampiri. Lebih tepatnya, Rey ragu tetapi juga tak sabar dan begitu penasaran untuk mencoba.

"Bengong aja!"

Teguran itu mengejutkan. Hampir saja Rey melukai bibirnya. Pria itu menoleh ke empu suara yang ternyata ibunya sendiri. Ia menghela napas. "Mami ngagetin aja."

"Ya, suruh siapa kamu begong di sini. Nanti kesambet."

Yana tertawa mendengar ucapan sahabatnya. "Kenapa nggak masuk, Rey?"

"Ini baru mau masuk, Tan. Tadi habis angkat telepon dari tempat kerja."

Kemudian, mereka bertiga memasuki ruangan seraya mengucapkan salam. Seva dan Henri yang berada di dalam langsung menjawab.

Tak ada yang aneh dari mereka. Hanya mata Seva yang tampak bengkak. Riasan wajah gadis itu pun terlihat luntur dan berantakan. Rey tahu penyebabnya pasti karena tangisan. Tadi ia sempat mendengar isakan anak perempuan tersebut.

"Lama banget beli makanannya," kata Henri dengan senyum lebar.

Tami menjawab, "Ya, biasa, Hen, sambil ngobrol ini-itu." Ia dan Rey mengikuti Yana yang melenggang menuju sofa dan duduk di sana. "Lho, kok make up-nya Seva berantakan?"

Seva tersenyum kecil. Lalu, menggeleng. "Nggak pa-pa, Tante."

"Seva habis nangis?" tanya Tami. Sepertinya ia sadar perubahan suara Seva.

"I-iya. Tadi ada sinetron. Sedih banget."

Rey mengerling ke arah Yana yang tampak mengerti situasi. Wanita itu mengeluarkan makanan lalu menoleh ke arah Rey. "Jadi, Rey benaran bakal kerja di B&J?"

"Iya, Tante." Kepala Rey terangguk. "Saya, kan, udah berencana pulang dari bulan lalu. Itu sekalian cari tempat kerja dulu sebelum nyelesaiin kontrak sama yang di Italia. Kebetulan B&J lagi nyari chef untuk gantiin tempat yang mau pensiun dan, alhamdulillah, saya keterima."

"Alhamdulillah," beo Yana. "Wajar sih, Rey, siapa coba yang nggak mau terima kamu? Udah berpengalaman di Italia."

Rey terkekeh. "Emang kebetulan menu B&J juga pas sama keahlian saya, Tan. Malahan saya ngerasa beruntung banget bisa diterima di perusahaan besar kayak gitu."

"Terus mulai masuk kerja kapan, Rey?" Kali ini Henri yang bertanya. Seva yang di sebelahnya juga tampak menyimak.

"Besok, Om."

"Itu mereka emang nunggu kamu pulang dulu?"

"Nggak, Om. Nggak mungkin mereka biarin tempat chef kosong selama sebulan. Mendingan mereka cari orang lain, kan." Rey menjelaskan. "Chef yang mau pensiun itu emang kontrak akhirnya sampai bulan lalu. Makanya saya bisa ngurus persiapan pulang dulu."

Henri menaikturunkan kepalanya, mengerti.

"Ngomong-ngomong soal B&J, aku pribadi sih lebih salut sama pemimpinnya, Na, Hen," aku Tami. Ibu yang satu ini memang lebih suka merendahkan anaknya sendiri. Syukurlah Rey tahan banting.

Sekarang, Seva bersuara, "Seva tahu. Namanya Langit Bratajaya Aktama. Ganteng banget. Orlin pernah nunjukin fotonya yang ada di Instagram ke Seva sama Bia." Selanjutnya, Seva menoleh ke arah Rey. "Dandannya pun trendi, nggak kayak Om Rey yang flat," sambung Seva. Masih kesal dengan mimik tak bersahabat Rey beberapa waktu lalu.

Wajah Rey lantas tertekuk. Perasaan ia tak menyinggung Seva sama sekali. Namun, gadis itu malah mencari masalah. Padahal Seva sendiri yang tadi bilang, tak mau berdebat. "Umurnya masih dua puluh tiga," sahut Rey.

"Iya, Mas Langit masih muda. Nggak kayak Om Rey."

"Nah, Tante setuju! Dia masih muda, mapan, sukses lagi!" imbuh Tami.

Sudah dapat dipastikan, tidak ada yang bisa Rey lakukan selain bersabar.

( ⚘ )

Malam tiba. Namun, kegelisahan sudah sejak tadi menerpa Rey. Seprai kasurnya yang semula rapi pun kini tampak kusut. Pria itu selalu mengganti posisi berbaringnya setiap empat menit sekali.

Ide gila tadi sore seakan menggerogoti pikirannya, membuat otak Rey hanya berfokus pada hal itu. Terbilang gila karena gagasan tersebut adalah mengajak Seva bertunangan. Alasannya bukan karena ia memiliki perasaan pada gadis itu, melainkan bosan dengan paksaan Tami. Mungkin jika bertunangan dengan Seva, hidupnya akan sedikit terlepas dari penderitaan itu. Untuk masalah nikah pun tak perlu cepat-cepat mengingat umur Seva yang masih begitu muda.

Empat menit berikutnya, Rey tak mengubah posisi. Ia bergeming dengan mata menjurus lurus ke titik tak kasatmata di langit-langit. Terdengar kejam karena memanfaatkan Seva agar ia terbebas dari kekangan Tami. Akan tetapi, sebagian dirinya pun yakin dapat menjadi pendamping yang baik untuk Seva─seperti yang Henri inginkan. Kendati bagian yang lain masih ragu karena mengingat momok terbesarnya dan Seva yang belum tentu mudah untuk ditakluki.

Rey mendengus. Seluruh pilihannya terlalu rumit. Ada risiko masing-masing di balik itu semua. Lalu, Rey menghela napas.

"Mami kira cari pasangan buat nikah semudah kayak cari teman buat kawin kali, ya," monolognya asal.

Pria atraktif tersebut sudah frustasi. Apalagi sekarang kepalanya mulai merasakan migrain. Banyak berpikir tentang ide gila itu benar-benar menyebalkan. Ia memejamkan mata. Mencoba untuk tidur tatkala otaknya masih dilintasi berbagai macam pikiran.

( WAF - 8. Berhak Dimiliki Oleh Siapa Saja )

Update lagi sih. Hehe. Lagi mood nulis. Habis ini juga lanjut tapi bukan nulis WAF tapi nulis proyek yang satunya. Udah waktunya M buat ngetik cerita itu ehekhek.

Kalau di chapter sebelumnya, scene akhir yang diubah, maka di chapter ini, scene awal yang diubah. M senang tau.

Iya, senang karena nama Langit muncul di chapter ini! Huhu!

Ya, sudah yo dadah bubye.

The simple but weird,
MaaLjs.

28 Agustus 2019 | 11:18

What a FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang