Akhir pekan selalu ditunggu oleh banyak orang. Pada saat itu, mereka dapat beristirahat, juga mengadakan acara kumpul keluarga. Akan tetapi, Rey tak mendambakannya sekarang. Biasanya ia akan senang karena punya banyak waktu tidur. Musababnya adalah batas waktu yang ditentukan Tami semakin sedikit.
Hasil makan siang kemarin benar-benar gagal total. Seva menolaknya mentah-mentah. Katanya, ia merasa dimanfaatkan walaupun Rey bilang, ini juga untuk kebaikkanya. Namun, gadis itu tetap tak yakin. Ia tak percaya pada Rey.
Rey jadi pusing sendiri. Ia akui dirinya egois, alasan utamanya memang agar terlepas dari Tami. Namun, sekarang sudah genting. Otaknya buntu dan ia hanya berharap pada Seva. Oleh karena itu, Rey sempat meminta Seva memikirkannya terlebih dahulu. Untunglah Seva ingin mempertimbangkan─kendati itu karena kata-kata manis.
"Gimana Rey?" tanya Tami yang entah datang dari mana. Ibunya itu langsung bergabung bersamanya di ruang keluarga. "Besok, hari terakhir, lho."
"Iya, aku tahu," jawab Rey.
"Mau nyerah, nggak? Supaya semuanya berjalan lebih mudah gitu."
Rey menggeleng.
"Mami udah lihatin kamu ke Siska kok. Dia kelihatannya tertarik."
"Tapi aku nggak."
Tami menampilkan senyum satire. "Emangnya udah ketemu perempuan yang narik perhatian kamu?"
Rey melirik Tami sebentar, lalu kembali menatap layar televisi. "Belum tapi aku lagi usaha."
"Usaha apa? Dari tadi cuma gonta-ganti siaran TV." Mulut Tami terdengar menahan tawa. "Atau jangan-jangan ... kamu nunggu bidadari jatuh dari langit? Kayak di iklan-iklan?"
Rey menghela napas. Kepalanya benar-benar menoleh ke arah Tami. "Dari tadi aku emang cuma di sini tapi otak aku nggak cuma diam. Mami, kan, tahu aku. Kalau emang aku nggak bisa nyelesain tantangan ini, aku siap dijodohin sama anak teman Mami itu."
Tami tersenyum lagi. Kali ini sarat akan kepuasan. "Bagus. Semoga aja kamu berhasil atau kalau nggak, juga nggak pa-pa. Siska masuk kriteria menantu idaman Mami kok."
"Mbak Bey nggak ke sini?" Rey mengalihkan pembicaraan.
"Biasanya kalau mau ke sini bakal nelepon dulu. Mungkin nggak."
"Kalau Bia?" tanya Rey lagi.
"Di kamarnya. Habis sarapan tadi nggak kelihatan lagi," jawab Tami. Kemudian, mengambil remote control televisi dari tangan Rey. Dengan seenaknya, ia mengganti siaran. "Mami mau nonton infotainment dulu. Belakangan ini beritanya seru-seru: yang jelek-jelekin mantan istrinyalah, ada juga yang habis keluar penjara nggak tobat."
Rey bergeming. Lebih tepatnya, tak tahu harus memberikan tanggapan apa. Ia jarang menonton televisi. Apalagi mencari tahu berita-berita terbaru tentang artis.
"Nah, itu tuh Rey, kampret banget, kan, dia ngomong kayak gitu tentang mantan istrinya. Kalau Mami ketemu, udah Mami cabein tuh mulutnya." Tami memandang Rey dengan serius. "Kalau kamu cerai─semoga aja nggak, amit-amit─jangan kayak gitu, ya, atau Mami masukin lagi ke dalam perut."
Rey mengangguk-angguk. "Aku samperin Bia dulu," kata Rey setelah mencoba menonton, tetapi tak mengerti apa yang sedang dibahas.
"Iya."
Selanjutnya, Rey beranjak ke kamar Bia. Ia mengetuk pintu terlebih dahulu. Setelah mendapat jawaban dari dalam, ia segera membuka pintu. "Bi," panggil Rey saat memasuki kamar adiknya.
"Hm?" tanya Bia. Mata dan jarinya asyik bersama ponsel.
Rey duduk di pinggir ranjang Bia. "Lagi ngapain?"
KAMU SEDANG MEMBACA
What a Feeling
Romance( Seri Made in the AM #1 | ✓ ) Kedatangan Gaufrey Wahid Amaelo dalam hidupnya, membuat Sevarina Lallita Putri belajar tentang tahap mencintai, yaitu: kagum, tertarik, suka, sayang, dan cinta. Tahapan-tahapan itu menjadi landasan utama hubungan yang...