( WaF - 14. Mengatakan Hal yang Sebaliknya )

929 184 36
                                    

Jika seseorang berbohong tapi mengatakan hal yang sebaliknya, maka ia munafik. Kata itu harus disandingkan dengan Rey sekarang. Anggap saja Rey bermental kerdil. Momok kehidupannya masih menjadi masalah utama. Ketakutannya untuk berkomitmen tetap ada. Namun, ia mengatakan bahwa akan serius dengan Seva.

Rey benar-benar merasa seperti penjahat. Ia belum siap membangun hubungan baru. Seluruh bagian hatinya masih dikuasai oleh wanita di foto yang ia taruh di laci nakasnya, Atika. Bayang-bayang Atika melekat di dalam benaknya. Perempuan itu adalah satu-satunya makhluk yang berhasil menimbulkan suatu perasaan dahsyat di dada Rey. Sulit bagi Rey untuk melupakannya. Akan tetapi, dibalik kemunafikannya, Rey sudah memutuskan untuk melangkah maju. Ia tak mau menjadi antagonis.

Rey meyakinkan dirinya sendiri, bahwa semuanya akan baik-baik saja ketika ia mengeluari kamar, ingin menjemput Seva. Seperti yang dikatakannya kemarin siang, ia akan memperkenalkan Seva─sebagai pasangan─pada keluarganya.

Baru berjalan beberapa langkah, satu suara menginterupsi Rey. "Udah rapi sama wangi aja. Mau ke mana?"

Rey menoleh ke pemilik suara, Bey. Kakaknya itu sudah datang sejak jam enam, bersama Irfan dan Joan. "Mau keluar sebentar," jawabnya sembari melanjutkan langkah.

"Keluar bentar aja sampe dandan seganteng ini. Mau nemuin siapa?"

Rey berjalan melewati Bey. "Manusia," katanya asal, saat pergi ke ruang makan untuk sarapan terlebih dahulu.

"Mami udah beri tahu gue soal perjanjian." Bey mengejar. "Ini hari terakhir, kan?"

"Iya."

Sesampainya di ruang makan, sepasang kakak-adik itu menjadi atensi semua orang, termasuk Joan. Gadis kecil itu turun dari kursi dan berlari ke arah pamannya. Pelukannya terasa erat pada kaki Rey. Satu tangannya menangkap tangan Rey, mengisyaratkan agar digendong. Rey menuruti Joan. Ia membungkuk dan mengangkat tubuh malaikat kecil itu.

"Om Ley thih wangi-wangi aja!" seru Joan, terlihat sangat senang. Ia melingkarkan tangan ke leher Rey dan memberikan banyak ciuman untuk pria itu.

Rey hanya terkekeh dan duduk di bangkunya, begitu juga dengan Bey.

"Om Ley mau pelgi-pelgi aja? Ke mana-mana thih?"

"Mau keluar sebentar. Joan mau dibeliin es krim?"

Mendengarnya, Joan mengangguk antusias. "Mau tapi Joan mau juga thih ikut-ikut Om Ley aja."

"Om ada urusan." Tangan Rey dengan telaten mengelus rambut Joan. "Om pergi sebentar aja kok."

Pelukan Joan semakin erat. "Joan mau ikut-ikut aja!" Gadis itu menoleh ke arah Bey. "Bunda, Joan mau ikut Om Ley aja!" adunya.

Kedua bahu Bey terangkat. Wanita itu tersenyum. "Om Reynya sendiri tadi bilang ada urusan. Berarti Joan nggak boleh ikut."

Joan mencebik. Wajahnya mulai memerah. "Kenapa aja?"

Rey menarik kepala Joan dan mencium kening gadis kecil itu. "Urusan orang dewasa."

"Kalau aja uruthan olang dewatha kenapa thih?"

"Joan nggak boleh tahu karena Joan masih kecil," jawab Rey sangat lembut.

"Ayah bilang-bilang aja Joan thih udah bethal!" kata Joan yang mulai menangis. Ia menarik-narik kemeja yang Rey pakai. "Joan aja mau ikut!"

What a FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang