Author POV
Kring... Kring..
"Sial! Besar sekali suara alarm di rumah ini," gerutu Alana ketika mendengar suara alarm padahal dia merasa belum puas tidur.
"Besok kau harus ikut ke kantorku pukul delapan pagi! Aku bukanlah tipe wanita yang suka melanggar janji, kau bisa pegang omonganku!"
Tiba-tiba dua kalimat tersebut terngiang di telinga Alana, membuat gadis itu tersentak dan langsung terperanjat. Dia melihat kearah jam bekernya dan memperlihatkan pukul 7:15 a.m
"Sial empat puluh lima menit lagi tepat pukul delapan! Bagaimana aku bisa siap-siap secepat itu!"
Alana segera bangun, mandi dan bersiap-siap. Ketika Alana sudah siap dengan penampilannya, "Astaga, aku telat" ia semakin terkejut melihat jam dinding di kamarnya yang sudah menunjukkan pukul delapan lewat lima belas.
"Oke tenang, Alana. Lagi pula kau memang tidak seharusnya menjadi pelayannya, kan? Jadi biarkan saja dia menunggumu," gumam Alana menenangkan dirinya sendiri.
Alana keluar dari kamarnya, dan melihat sang kakak sedang sarapan di meja makan.
🍒🍒🍒
Alana POV
"Alana," sapa Max.
"Hai, Max!" jawabku, mengecup pipinya singkat.
"Kau terlihat rapi sekali pagi ini, mau kemana?"
Aku memutar bola mataku, lalu menjawab, "aku harus ke kantor sahabat brengsek mu itu," jawabku sengaja menekan kata brengsek tersebut.
"Untuk apa?"
"Karna perjanjian bodoh yang aku setujui itu dan sekarang aku harus menepatinya," ucapku begitu ketus lalu menarik nafas panjang.
"Perjanjian apa?"
"Aduh, Max. Sejak kapan kau jadi orang yang penasaran begini?" aku menatap tajam Max.
"Tidak, aku cuma bingung saja melihat kalian berdua." jawab Max, mengangkat kedua tangannya dan berhasil membuat ku menatapnya tajam.
"Ah sudahlah, aku pergi dulu, Max. Bye," pamitku, mengecup pipinya lagi sebelum pergi.
"ALANA!" teriak Max.
"Kenapa?" tanyaku berbalik.
"Kau tidak memakan sarapanmu?" Max bertanya lagi.
"Tidak," aku berbalik hendak meninggalkannya lagi.
"Alanaaa...!"
"What the hell! Apa lagi, Max?" aku berbalik menghadapnya lagi.
"Memangnya kau tahu rumah Sean di mana?"
"Astaga! Sejak kapan aku jadi seorang yang bodoh seperti ini?" aku menepuk pelan keningku.
"Jadi, di mana rumahnya?" lanjutku.
"Di depan," jawab Max, mengunyah makannya.
"Di depan? Maksudmu?"
"Ya, rumah Sean di seberang rumah kita."
Tiba-tiba setelah mendengar apa yang diucapkan oleh Max, aku jadi berpikir ulang untuk cepat-cepat pergi dari sini.
"Kalau begitu aku mau memakan sarapanku dulu!"
"Kenapa kau tidak jadi pergi?"
"Max..."
"Ya?" tanyanya dengan memasang wajah yang polos.
"Kenapa kau berkata begitu? Kau mau mengusir adikmu yang cantik ini, hah?" jawabku, tetap mengambil roti dan mengoles selai coklat kesukaanku.
"Hahaha... Bukan begitu, Alana! Aku hanya bertanya saja," Max mengusap rambutku pelan.
"Max, stop it! Kau merusak rambutku!"
"Hahaha... Tenanglah, Alana. Kau tetap cantik dalam keadaan apapun, kok."
"Kau tahu benar tentangku, Max."
🍒🍒🍒
Author POV
"Hoah... Kenyangnya," gumam Alana mengusap-usap perutnya setelah memakan roti lima potong.
"Astaga kau ini! Kau tidak takut beratmu akan naik?"
"Tidak. Buktinya selama ini aku makan banyak tapi lihatlah, badanku tetap langsingkan?"
"Tap—" Alana menaruh jari telunjuknya di depan bibir Max.
"Sstttt... Jam berapa sekarang?"
"Sembilan lewat lima belas!"
"Oke. Aku pergi, Max! Bye," ucap Alana mengecup pipi sang kakak.
Alana keluar dari rumah dan memandang rumah Sean sejenak.
Tiiiiinnnnnn...
Suara klakson mobil menggema di telinga Alana. Ia merasa tidak asing dengan mobil tersebut dan tiba-tiba kaca bagian samping pengemudi diturunkan. Alana dapat dengan jelas melihat siapa orang di balik kemudi mobil tersebut. Orang tersebut siapa lagi kalau bukan, Sean.
"Hai," sapa Alana, masuk ke dalam mobil tersebut begitu saja.
"Kau tahu ini jam berapa?" tanya Sean
"Hmm... Mungkin sudah hampir setengah sepuluh pagi. Memangnya kenapa?" tanya Alana sok polos.
"Kau ini beneran bodoh atau bagaimana? Apa kau lupa aku bilang apa kemarin? Kau akan ikut ke kantor jam delapan pagi bukan jam setengah sepuluh!" kesal Sean panjang lebar.
"Oh ayolah, Tuan Sean yang terhormat! Kau harusnya mengerti jika seorang wanita membutuhkan waktu yang sangat panjang untuk bersiap-siap," ucap Alana melipat kedua tangannya di dada.
"Kau membuatku membuang-buang waktuku dengan percuma dan—" kalimat Sean terpotong karena Alana menaruh jari telunjuknya kali ini di bibir Sean dengan maksud menyuruh Sean untuk diam.
"Kau ini mau jalan atau tidak! Aku lelah mendengar ocehanmu pagi-pagi begini. Dan satu lagi yang perlu kau ingat! Aku tidak menyuruhmu untuk menungguku!"
Sean menjalankan mobilnya dengan kecepatan penuh. Ia tidak menghiraukan perkataan Alana dan memilih untuk fokus dengan jalanan. Sedangkan Alana, Ia tidak henti-hentinya berteriak secara berulang-ulang.
"Pelan-pelan!"
"Woi!"
"What the fuck! Kau tidak seharusnya ngebut begini!"
"Sean!"
"Astaga!"
"Aku masih mau hidup!"
"Mommy, tolong!"
Lima belas menit berada di jalan akhirnya mereka sampai di kantor Sean, Smith Co.
Sean memberhentikan mobilnya tepat di depan lobby perusahaan lalu ia turun dari mobil dan meninggalkan Alana yang masih berusaha mengontrol nafasnya agar bisa bernafas dengan normal. Sean memberikan kunci mobilnya ke petugas valley yang ada di sana agar mobilnya dapat di parkir ke tempat yang seharusnya. Sementara itu, setelah Alana dapat mengontrol nafas dan detak jantungnya, ia segera turun dari mobil dan menyusul Sean.
"Dasar pria gila!"
***
To be continue
Jangan lupa vote dan comment yaa
Follow instagram : itsviy_
Terima kasih.
Love,
Itsviy (25.07.2018)
KAMU SEDANG MEMBACA
STORY OF ALANA
Romance|FINNISHED| • TERSEDIA DI GOOGLE PLAY BOOK #Hr : 51 in romance. The story is based on my own thinking and imagination. Please report to me if you found others who copy my story. *** Berani, cerdik dan ceroboh tiga kata yang bisa mendeskripsikan wa...