Alana POV
Aku tidak bisa memberhentikan tawaku ketika mendengar cerita Sean mengenai dirinya dan Jane. Namun ketika aku ingin menanggapi cerita Sean tiba-tiba pintu kamar Jane di buka dari dalam. Siapa lagi jika bukan Jane yang membukanya, di depan pintu terlihat Jane yang sedang berdiri menatap ke arah kami dengan tangan kanan membawa selang infus.
"Menjauhlah dari tunanganku!" teriak Jane dengan sepenuh tenaga dari depan pintu kamarnya.
Aku tersentak ketika mendengar teriakannya. Bagaimana bisa dia berteriak sekeras itu di dalam rumah sakit seperti ini.
"Aku tegaskan sekali lagi, menjauh dari tunanganku!" teriak Jane lagi dan kali ini lebih keras dari pada sebelumnya.
Para perawat bahkan berdatangan ke tempat kami. Aku berdiri dari dudukku, hendak meninggalkan rumah sakit ini, namun pada saat aku ingin melangkah tiba-tiba tangan Sean menggenggam tanganku. Jane menatapku semakin sinis, namun tiba-tiba tubuhnya ambruk begitu saja.
Jane pingsan.
Aku tersentak begitu pun dengan Sean dan para perawat yang ada di sekitar kami segera membantu Jane. Mereka memberikan tatapan yang sangat sinis denganku, mungkin karena menganggapku sebagai wanita perusak hubungan orang.
Aku berusaha melepaskan tanganku dari genggaman Sean, namun semakin aku memaksakan semakin kuat pula Sean menggenggam tanganku.
"Apa kau sudah gila?!" tekanku kepada Sean.
"Tidak," jawabnya acuh.
"Sean lepaskan!" aku masih berusaha memberontak agar Sean mau melepaskan tanganku.
Akhirnya Seanpun melepaskan tanganku dan tanpa membuang waktu lama aku segera pergi dari situ. Ketika aku sudah sampai di luar rumah sakit, aku mencari-cari taksi, namun aku tidak melihat satu taksi pun yang lewat. Aku pun teringat jika aku belum mengenal jalan Jakarta dan bodohnya lagi aku bahkan tidak memiliki uang maupun handphone.
Bagaimana bisa aku sampai ke rumah dengan selamat jika alamat rumahku saja aku tidak tahu? Akhirnya aku kembali ke dalam rumah sakit dan duduk di kursi tunggu. Beberapa menit aku menunggu dan tidak ada aktivitas yang aku kerjakan membuatku sangat mengantuk, lalu tidak lama kemudian aku terlelap dalam posisi dudukku.
🍒🍒🍒
Sean POV
Pada saat aku melihat Alana pergi, aku ingin sekali menyusulnya. Namun, bagaimana dengan Jane? Aku rasa dia lebih membutuhkanku sekarang. Walaupun aku tidak menyukai Jane, tapi setidaknya aku masih punya hati untuk tidak meninggalkannya sendirian disaat begini.
Dan sekarang disinilah aku, duduk di samping kasur Jane menunggu dia sadar. Tak lama kemudian, lagu Ed Sheeran mengalun lembut dari ponselku, pertanda ada panggilan masuk. Di sana tertera nama Max. Aku mengangkat sebelah alisku menatap panggilan tersebut dan menggeser lambang hijau di layar ponsel.
"Hallo," sapaku.
"Kau di mana? Apakah Alana masih bersamamu?"
Deg.
Hatiku tersentak ketika Max menanyakan hal tersebut. Bagaimana bisa aku lupa jika Alana tidak mengetahui jalan pulang, bahkan ia tidak membawa uang sepeserpun. Aku tidak menjawab panggilan telpon tersebut, melainkan langsung memutuskan panggilan tersebut secara sepihak.
Aku keluar dari kamar Jane dengan tergesa-gesa, dan menuju jalan keluar dari rumah sakit. Tidak jauh dari pintu keluar rumah sakit tersebut, aku melihat wanita yang sedang tertidur pulas. Bisa ku pastikan jika dia adalah Alana, di lihat dari pakaiannya dan postur tubuhnya.
Diam-diam aku mengendongnya dengan gaya bridal style lalu menuju ke tempat di mana aku memarkirkan mobilku. Dan untuk kali ini lagi-lagi aku tidak memedulikan tatapan semua orang yang melihat aksiku tersebut. Setelah sampai di mana mobilku berada, aku dengan susah payah membuka dan memasukkan Alana ke dalam mobil.
Dia terlihat sangat pulas dalam tidurnya, aku mengecup keningnya lalu memutari mobilku untuk masuk kedalam bangku pengemudi. Setelah memasangkan seatbelt untuk Alana, aku menjalankan mobilku dengan pelan, agar Alana tidak terganggu dari tidurnya.
Ingin rasanya aku membawa Alana ke kamar hotel atau ke kamar di apartement ku, namun Max mungkin tidak akan segan-segan menghabisiku jika ketahuan aku melakukan hal tersebut.
Perlu di ingat sekali lagi, aku bukan tipe pria yang suka tidur dengan sembarangan wanita apalagi wanita yang belum resmi sebagai pendamping hidupku. Namun sepertinya hal tersebut tidak berlaku dengan Alana. Sebab Dari awal kami bertemu, jujur saja aku sudah terpesona dengannya. Hanya saja pada saat aku tahu ternyata dia adalah adik dari sahabatku aku jadi berpikir lagi untuk mendekatinya.
Tin..
Suara klakson mobil di belakang mobilku membuyarkan semua lamunan tentang Alana. Aku keasyikan memikirkan gadis cantik yang sedang berada di tangga teratas hatiku ini, hingga tak menyadari lampu merah sudah berganti jadi lampu hijau. Aku menjalankan mobilku lagi dengan perlahan dan entah mengapa lagi-lagi aku merasa bodoh, karena baru kali ini aku menjalankan mobilku dengan sangat pelan bahkan rela mobilku didahului oleh mobil-mobil lainnya.
Alana menggerakkan tubuhnya, lalu tak lama ia pun ikut merentangkan tangan dan tiba-tiba memukul pipiku berkali-kali. Pukulannya memang tidak sakit, tapi cukup membuatku risih jika sedang mengendarai seperti ini.
"Alana," ucapku mencoba menyadarkannya, "Alana," ulangku lagi.
"Hmm," dia hanya menjawabku dengan bergumam tak jelas dan kini menjatuhkan tangannya tepat di atas pahaku.
Oh, God! Seketika diriku menegang dengan sentuhannya yang terasa seperti aliran listrik bagi tubuhku. Aku jadi tidak memperhatikan jalanan karena sibuk mengontrol diriku akibat tangan Alana yang ada di atas pahaku. Tangan itu bergerak-gerak dengan sangat lembut meninggalkan sensasi yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, tapi tiba-tiba.
Tiiiiinnnnnn...
***
To be continue
Jangan lupa vote dan comment yaa
Follow instagram : itsviy_
Terima kasih.
Love,
Itsviy (26.07.2018)
KAMU SEDANG MEMBACA
STORY OF ALANA
Roman d'amour|FINNISHED| • TERSEDIA DI GOOGLE PLAY BOOK #Hr : 51 in romance. The story is based on my own thinking and imagination. Please report to me if you found others who copy my story. *** Berani, cerdik dan ceroboh tiga kata yang bisa mendeskripsikan wa...