Sean POV
Aku melihat ke layar ponsel pintarku yang berdering dan di sana tertera nomor yang tidak aku ketahui, karena tidak terdapat namanya sama sekali. Awalnya aku tak ingin mengangkat telepon itu, namun karena takut ada hal penting yang harus ku ketahui maka ku putuskan untuk menerima panggilan tersebut, setelah Alana melepaskan kedua pipiku.
"Halo," sapaku.
"Selamat siang, Mr. Smith. Kami dari rumah sakit Bakti Mulia ingin mengabarkan jika seorang wanita yang tidak kami ketahui identitasnya dan mengalami kecelakaan. Kami memeriksa ponselnya dan mengetahui jika wanita ini bernama Jane. Kata dokter, ia mengalami gangguan pada memori di kepalanya, namun ia hanya mengingat anda dan sejak tadi selalu histeris meminta kami untuk menghubungi nomor ponsel anda," jelas orang yang menghubungiku.
"APA?!" Aku sangat kaget mendengar berita tersebut Yah, walaupun aku tidak terlalu suka dengan Jan, tapi bagaimanapun dia adalah anak dari sahabat ayahku dan dia hanya tinggal sendirian di sini.
"Saya segera ke sana, Pak," lanjutku.
Aku segera berdiri dan hendak melangkah pergi sebelum Alana menahan tanganku.
"Ada apa?" tanyanya.
"Jane mengalami kecelakaan," jawabku.
"Apa?!" dia pun terlihat sama kagetnya denganku.
Ketika Alana sudah melepaskan tanganku. Aku segera melanjutkan langkahku menuju halaman luar lobby dan menunggu beberapa menit ketika para petugas valley mengambil mobilku. Aku segera masuk dan menghidupkan mobil ku dengan terburu-buru.
Dari samping, ku dengar suara pintu terbuka dan ternyata yang membukanya adalah Alana yang langsung duduk di sampingku begitu saja, sama seperti saat ia ingin menumpang denganku kemarin.
"Aku ikut," ucap Alana pelan.
Aku hanya menatapnya dengan heran dan itu membuatnya kembali bersuara, "Jangan menatapku seperti itu. Dia memang sangat menyebalkan, tapi aku masih punya hati," terangnya padaku.
Namun aku masih terus menatapnya dengan tatapan heran, dan berpikir. Aku baru kali ini melihat perempuan yang khawatir melihat musuhnya dalam keadaan bahaya, karena biasanya kebanyakan orang akan senang melihat orang yang ia benci menderita.
Aku bergumam sebentar untuk kembali dari lamunan, lalu mulai menjalankan mobilku. Sesampainya di rumah sakit, aku dan Alana segera turun lalu berjalan menuju bagian informasi untuk menanyakan keberadaan Jane. Setelah mendapatkan nomor kamar Jane, kami menuju ke sana.
Wajah Alana terlihat sangat pucat, seperti orang yang sedang gelisah. Tapi, karena dia hanya diam dari waktu masuk ke rumah sakit tadi, hal itu pun membuatku ikut terdiam. Namun di pertengahan jalan, tiba-tiba Alana menggenggam tanganku dengan sangat erat dan aku menoleh ke arahnya.
"Kau kenapa?" tanyaku.
Tapi lagi-lagi Alana tidak menjawabku dan hanya menggelengkan kepalanya saja. Kami lantas melanjutkan langkah, dengan gadis di sebelah ku yang masih memegang erat jemariku. Pada saat kami sudah berada di depan pintu masuk kamar Jane.
"Huekkk..." Alana segera menutup mulutnya.
🍒🍒🍒
Author POV
Ruangan Jane tidak jauh dari toilet, Alana berlarian ke toilet dan Sean pun mengikutinya dari belakang. Alana masuk dalam toilet dan Sean hanya menunggu Alana di depan pintu. Dari tempatnya berdiri, Sean mendengar gadis itu memuntahkan semua isi perutnya. Ketika Alana keluar dari dalam toilet, Sean segera memegang kedua bahu Alana hingga keduanya saling bertatapan.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Sean khawatir.
"Tidak. Aku hanya mual mencium bau obat-obatan seperti ini," ucap Alana dengan sangat lemas.
"Kalau begitu ayo aku antar pulang," ajak Sean lalu menggenggam tangan Alana.
Tetapi Alana menepis tangan Sean dan berkata jika ia baik-baik saja. Sejujurnya Sean bingung dengan sikap Alana yang tiba-tiba kembali bersemangat, namun pria itu tidak ingin berkomentar apa-apa dan kembali melanjutkan tujuan mereka. Sesampainya mereka di depan pintu kamar Jane, Sean pun lebih dulu membuka pintu lalu Alana berjalan di belakang Sean.
Di sana terlihat Jane sedang tertidur di atas brangkar dengan perban yang membalut kepalanya. Alana sungguh kasian melihat Jane terbaring seperti itu dan saat mereka mendekati Jane, mata wanita itu perlahan-lahan terbuka.
"Sean," lirih Jane menjulurkan tangan seperti ingin menggapai Sean.
Sayangnya Sean tak kunjung menyambut uluran tangan Jane, melainkan malah memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya dan Alana hanya mampu berdiam diri menatap mereka berdua.
"Sean," lirih Jane lagi.
Alana kesal melihat Sean yang tidak peka sama sekali. Alana menyenggol sikut Sean, ketika pria itu menoleh ke arahnya. Alana memberi kode dengan lirikan matanya ke arah Jane, seolah menyuruh Sean untuk mendekati Jane.
Sean pun menghela nafas panjang, lalu selangkah maju mendekati Jane, "Kau tidak apa-apa?" tanya Sean.
"Aku hanya tidak ingat apa-apa setelah aku sadar, Sean. Aku hanya ingat dirimu dan aku juga tidak tahu siapa diriku, selain kau tidak ada yang aku ingat. Jadi kau jangan pergi, Sean. Kau harus membantu aku mengingat siapa aku sebenarnya," jelas Jane merengek.
Sean memutar bola matanya, setelah ia sempat di landa keterkejutan akibat ocehan Jane barusan. Sayangnya pria itu tetap beranggapan jika Jane sedang bersandiwara, sehingga ia pun tak ingin memberi tanggapan positif pada Jane meskipun wanita itu sedang sakit.
"Kalau begitu istirahatlah. Siapa tahu setelah ini kau akan kembali mengingat siapa dirimu. Maaf aku tak bisa membantu banyak. Aku harus kembali ke perusahaanku, karena masih banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan. Ayo Alana," ajak Sean.
"Sean tunggu!" Jane menghalangi Sean untuk pergi.
Sean menoleh ke arah Jane, seolah mengerti dengan tatapan Sean.
"Dia siapa?" tanya Jane sambil menunjuk kearah Alana.
"Dia calon istriku!" jawab Sean singkat, padat dan jelas.
"Apa? Tidak mungkin!" Jane mendadak histeris.
"Kau itu tunanganku! Jadi dia tidak mungkin dia itu calon istrimu! Akulah yang akan menjadi calon istrimu, Seannn...!"teriak Jane bertambah histeris dan menangis tersedu-sedu.
Alana menjadi sangat iba ketika melihat Jane seperti itu. Alana mendekati Jane lalu merangkul Jane, "Tenanglah, ak—"
Jane mendorong Alana, namun Sean dengan sigap menangkap gadis itu.
"Sean," bisik Alana, "Kau tidak seharusnya begitu, kasian dia," lanjut Alana.
Namun Sean tetap diam dan tidak menghiraukan perkataan Alana. Gadis itu menarik nafas panjang, lalu tanpa menunggu persetujuan Sean, Alana mengungkapkan semuanya.
"Aku bukan calon istrinya, Sean! Aku hanya sekretaris pribadinya!" terang Alana.
***
To be continue
Jangan lupa vote dan comment yaa
Follow instagram : itsviy_
Terima kasih.
Love,
Itsviy (26.07.2018)
KAMU SEDANG MEMBACA
STORY OF ALANA
Romance|FINNISHED| • TERSEDIA DI GOOGLE PLAY BOOK #Hr : 51 in romance. The story is based on my own thinking and imagination. Please report to me if you found others who copy my story. *** Berani, cerdik dan ceroboh tiga kata yang bisa mendeskripsikan wa...