Author POV
Alana memukul wajah Sean dengan bantal yang ada di dekatnya. Sean yang tidak terima dengan hal tersebut akhirnya balas melempar Alana dengan bantal yang ada juga. Mereka saling membalas, bahkan salah satu dari bantal yang mereka pakai untuk berperang pun robek sehingga membuat bulu angsa yang berada di dalamnya pun beterbangan ke mana-mana.
Sibuk terus berperang bantal, lama kelamaan Sean pun kewalahan menghadapi serangan dari Alana yang tidak mau berhenti. Alhasil, Sean menangkap Alana dan membuat gadis itu terjatuh tepat di atas tubuhnya.
"Hahaha..." Alana tertawa sangat lepas, menunjukkan lesung pipinya yang dalam hingga hal tersebut berhasil membuat Sean terpaku menatap wajahnya.
Pria tampan itu baru menyadari, jika si wanita gila yang baru dua hari masuk dalam kehidupannya ini adalah wanita cantik.
"Sial! Kenapa dia bisa secantik ini?" batin Sean terus menatap wajah cantik Alana.
Sementara Alana sendiri, pun tak jauh berbeda dengan Sean. Ketika matanya juga terpesona melihat ketampanan Sean yang ia lihat dari jarak yang sangat dekat. Mereka saling bertatapan, hingga Sean tidak kuasa menahan keinginannya untuk tidak mengecup bibir manis Alana.
Alana begitu kaget saat tangan besar Sean menyentuh pipinya dengan begitu lembut, lalu tangan tersebut perlahan-lahan mengarahkan wajah Alana agar lebih dekat dengan wajah Sean. Bibir mereka sangat dekat sekarang, bahkan Sean dapat merasakan hembusan nafas Alana begitu pula sebaliknya. Namun tiba-tiba, "Kruk... Kruk..." perut Alana mengeluarkan suara yang sangat besar.
Alana spontan menutup mulutnya menahan malu, sedangkan Sean tertawa lepas saat suara tersebut terdengar.
"Apakah cacing di perutmu sedang berdemo?" tanya Sean geli.
Alana menghela nafas panjang, lalu berpindah posisi. Ia duduk, sedangkan Sean masih dalam posisi guling.
"Ini sudah lewat jam makan siang, jadi wajar saja bila cacing di perutku berdemo. Sekarang ayo kita makan," ajak Alana.
Alana bahkan terlalu bersemangat hingga tak memedulikan Sean. Ia berdiri dari kasur tersebut dan berjalan menuju pintu keluar. Namun, pada saat Alana hendak membuka pintu ruangan tersebut, Alana sadar jika Sean tidak mengikutinya. Alana membalikkan tubuhnya menghadap Sean dan ternyata pria itu masih dalam posisi yang sama, bahkan sekarang Sean sedang menutup matanya seperti orang yang sedang tidur.
Alana berjalan mendekati Sean. Ia menghentakkan kakinya kasar sengaja supaya Sean dapat mendengarnya.
"Seannn...!" teriak Alana.
"Hmm," jawab Sean tanpa merubah posisinya, bahkan Ia tak membuka matanya untuk melihat kearah Alana.
"Seannn...!"
"Hmm..."
"Bangunnn...!" panggil Alana, menarik tangan Sean agar mau merubah posisinya.
Sean membuka matanya perlahan, lalu merubah posisinya menjadi duduk, "Apa?" tanyanya dengan memasang wajah polos.
"Astaga kau ini! Masa kau tidak peka sekali? Aku lapar, ayo kita makan!" ajak Alana.
"Aku sudah makan tadi, kau pergi saja sendiri," Sean berbohong.
"Apa? Pergi sendiri? Tidak mau!" Alana melipat kedua tangannya di depan dada, yang sudah menjadi kebiasaan Alana jika sedang merasa kesal.
"Aku ngantuk, Alana. Kau bisa pergi sendiri. Kantin kantor ini ada di lantai satu bagian belakang."
"Oh ayolah, Sean. Aku tidak membawa uang sepeser pun. Bagaimana aku harus membayar makananku nanti?" Alana memelas.
"Itu masalahmu," jawab Sean singkat.
"Kau ini kejam sekali! Bagaimana jika aku mati kelaparan? Kau mau kehilangan nyawamu di tangan Max nantinya?"
Sean diam tidak menghiraukan ocehan Alana. Ia kembali ke posisinya yang semula, hingga membuat Alana semakin kesal ketika melihat Sean yang sudah susah payah dia bangunkan malah tidur lagi.
"Seannn...!" panggil Alana lagi, lalu menggoyang-goyangkan tubuh sang pria, "Sean bangunnn...! Seannn...! Sean! Bangun!" Alana kali ini menarik hidung Sean, namun pria itu tetap tak meresponnya.
Alana tidak berhenti mengganggu Sean, hingga sepuluh menit lamanya. Akhirnya Sean yang sudah tidak tahan dengan ocehan serta teriakan Alana, pun memutuskan untuk bangun dari tidurnya.
"Akhirnya kau bangun juga," ucap Alana menghela napas lega.
Sean mengeluarkan dompet dari saku celananya dan memberi uang berwarna merah sebanyak lima lembar di telapak tangan Alana
"Untuk apa?" tanya Alana bingung.
"Beli makanan"
"Kenapa banyak sekali? Kurasa seratus ribu sudah sangat cukup. Lagi pula aku hanya ingin membeli makanan di kantin bukan di restoran," Alana memasukkan uang itu ke dalam saku celananya.
"Aku tidak menyuruhmu membeli makanan untuk dirimu saja!"
"Maksudmu?" tanya Alana sambil menyipitkan matanya.
"Belikan aku juga makanan dan minuman."
"Bukannya kau bilang sudah makan tadi?"
"Aku berbohong"
Alana menatap tajam kearah Sean.
"Kau hanya punya waktu lima belas menit. Jika kau telat lagi? Aku akan memberikan hukuman yang lebih berat!"
"Brengsek! Apa kau sudah gila? Aku bahkan tidak tahu di mana letak kantinnya. Sekarang kau malah menyuruhku untuk membelikan makanan dalam waktu lima belas menit? Aku tidak mau!" ketus Alana mengatur nafasnya, setelah berbicara dengan sangat cepat.
Sean tersenyum miring, "Ingat, hari ini sampai dua bulan ke depan aku adalah majikanmu!" balasnya.
"Sialan!" Alana menghentakkan kakinya lalu dengan cepat berbalik dan meninggalkan Sean.
Namun saat Alana hendak membuka pintu utama ruang kerja Sean, Alana mendengar suara pemuda tampan itu lagi, "Waktumu tinggal tiga belas menit, Alana! Aku tidak suka orang yang suka korupsi waktu!"
"What the hell?! Apa katanya? Korupsi waktu? Dasar laki-laki brengsekkk...!" keluh Alana.
"Aku bisa mendengarnya, Alanaaa...! Waktu mu sisa dua belas menit!"
***
To be continue
Jangan lupa vote dan comment yaa
Follow instagram : itsviy_
Terima kasih.
Love,
Itsviy (26.07.2018)
KAMU SEDANG MEMBACA
STORY OF ALANA
عاطفية|FINNISHED| • TERSEDIA DI GOOGLE PLAY BOOK #Hr : 51 in romance. The story is based on my own thinking and imagination. Please report to me if you found others who copy my story. *** Berani, cerdik dan ceroboh tiga kata yang bisa mendeskripsikan wa...