[44] Rasa Sakit

1K 66 3
                                    

Sheira merasa sangat sedih tatkala rambutnya harus dipotong sebahu. Ia sangat sayang dengan rambut panjangnya. Walau panjangnya hanya sampai punggungnya.

Kata Dokter Reza, rambut Sheira harus segera dipotong karena terus menerus rontok. Saat itu Sheira merasa dunia ini sangat tidak adil. Tapi ia berusaha tenang dan mengikuti takdir saja.

"Leukemia sialan!!! Dasar penyakitan!!!" Sheira berteriak kencang sambil memukul pahanya.

Erza merasakan sesak di dadanya ketika melihat Sheira memukul-mukul paha. "Shei...."

Erza menepuk-nepuk bahu Sheira pelan, ia merasa miris tiap kali melihat sepupunya seperti ini. "Lo nggak boleh bilang gitu, Shei."

Sheira menoleh lalu tertawa. "Kenapa? 'Kan emang faktanya. Gue emang penyakitan."

"Lo pasti sembuh."

Sheira tertawa semakin kencang. "Sembuh? Semua orsng bilang gitu. Mama, Papa, Dokter, Lo, Zel. Semuanya bilang gue bakal sembuh. Tapi..." Sheira meremas boneka merah muda yang ada di sampingnya, air matanya jatuh tepat di atas pahanya. Perih. Pedih. Sakit. Itulah yang dirasakan Sheira. Tapi, ia hanya menunjukan semuanya pada Erza.

Ia tidak menunjukan rasa sakitnya pada Ibu dan Ayahnya. Ia tidak mau orang-orang mengasihaninya.

"Tapi nyatanya gue nggak sembuh-sembuh. Lo pikir gue kuat? Sakit, Za! Lo nggak pernah ngerasain ini."

Sheira mengusap pipinya yang basah karena air matanya tak berhenti mengalir. "Obat, jarum, suntikan, terapi. Semuanya nggak berguna. Lebih baik gue mat--"

Erza segera membawa Sheira ke dalam dekapannya sebelum sepupunya itu melanjutkan kalimatnya. "Gue juga sakit. Sakit, ngelihat lo kayak gini."

Air mata Sheira tumpah di bahu Erza. Erza menitikkan air matanya lalu segera mengusapnya agar Sheira tak melihatnya.

Sheira memeluk Erza kencang, menenggelamkan kepalanya di bahu Erza. "Gue takut nggak bisa ngelihat semua orang yang gue sayangi lagi, Za."

Erza mengusap punggung Sheira pelan. Ia mengerti rasa sakit yang di rasakan Sheira. Pasti sakit sekali. Melihat Sheira seperti ini saya sudah sangat menyakitkan.

"Tuhan, berikanlah yang terbaik untuk Sheira." batin Erza. Jika memang yang terbaik untuk Sheira adalah pergi. Biarkanlah Sheira pergi daripada harus menahan semua rasa sakit ini.

Ia tahu, sulit tersenyum saat dirimu sedang sangat hancur. Tapi, Sheira bisa melakukannya. Sheira sebenarnya hanya setitik debu yang sangat rapuh. Yang bila tertiup angin saja bisa terbang dan hilang. Tapi Sheira juga sebuah kayu penopang. Yang terlihat kuat padahal memyimpan beban yang banyak.

 Yang terlihat kuat padahal memyimpan beban yang banyak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-tbc-

a/n :
nggak ada Zel di bab ini.
Aku hampir nangis buat bab ini :'(

[1] Limited Time ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang