[46] November

976 77 3
                                    

"Udah bulan November aja. Bentar lagi tahun baru ya. Nggak kerasa ya."

Hanzel menoleh ke gadis di sebelahnya yang sedang duduk di atas kursi roda. "Iya."

Sheira menggenggam tangan Hanzel lalu menatap Hanzel dengan tatapan senang. "Gue pengen ngeliat kembang api sama lo, Zel." Sheira tersenyum senang. Hanzel tau, itu bukan senyum palsu.

"Oh ya? Nanti gue ajak lo liat kembang api deh pas malam tahun baru." Hanzel tampak bersemangat.

"Dari dulu gue selalu suka lihat kembang api. Tapi gue cuma bisa ngelihat aja, soalnya Papa sama Mama ngelarang gue main kembang api." ucap gadis itu.

Sheira menatap ke langit biru yang cerah. Taman rumah sakit selalu menjadi tempat yang bagus untuk Sheira dikala Sheira merasa jenuh. Ia bisa melepaskan sedikit beban hidupnya saat melihat taman ini.

"Biasanya Erza ngasih gue petasan bawang. Yang dilempar-lempar gitu."

Hanzel terkekeh. Ia juga suka bermain petasan bawang bersama kedua adik kembarnya. Dan juga bersama dua sepupunya.

"Oh iya Zel, misalnya gue udah botak. Lo masih suka sama gue nggak?" tanya Sheira sambil terus menatap langit.

Saat ia menatap langit, semua pertanyaan muncul. Mengingat rambutnya yang terus menerus menipis--dan pasti akan habis-- membuat dirinya bertanya-tanya tentang perasaan Hanzel.

Hanzel menyerngit. "Kenapa nggak? Apa botak adalah alasan bagi gue untuk berhenti mencintai lo?"

//gue nulis apaan anj// -ochis

Aduh, kenapa dirinya menjadi sangat... melankolis begini?

Sheira terkekeh. "Serius?"

Hanzel mengangguk. "Pokoknya kalau ada alasan yang buat gue harus berhenti suka sama lo, gue bakal rebus jadi bakso alasan itu."

Sheira menyerngit sambil tersenyum. Jadi bakso, katanya. "Bener?"

Hanzel menganggukan kepalanya mantap. "Bener. Gue janji."

"Jangan buat janji. Karena belum tentu bisa lo tepati." Sheira mengusap kepala Hanzel lembut.

.
.
Tapi, suatu saat lo harus berhenti mencintai gue.

-tbc-

[1] Limited Time ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang