[20] Cemas

1.3K 95 2
                                    

Sepulang dari sekolah Hanzel langsung mengganti baju dan berdiam diri di kamar. Ia malas turun ke bawah di ruang keluarga, karena adik adik dan sepupunya itu pasti akan membuat keributan, apalagi ketika tidak ada orang tua di rumah seperti saat ini.

Hanzel merebahkan dirinya di sofa kecil yang ada di dalam kamarnya. Banyak sekali yang ia pikirkan saat ini.

Hanzel merasa kalau Sheira bukan hanya demam.

Ia curiga kalau Erza berbohong kepada dirinya.

Hanzel memutuskan untuk menelpon Sheira. Namun, saat ia ingin meraih ponselnya, adik bungsunya berteriak sambil mengetuk ngetuk pintu kamarnya.

"Apa?!" tanya Hanzel ketus saat ia membukakan pintu.

"Kak Zel, lihat remote tv di lantai bawah nggak?" tanya Alvi, adik bungsunya.

"Nggak! Tanya kembaranmu sana atau tanya Darren!" sahut Hanzel ketus lalu menutup pintu dengan keras.

Hanzel membanting tubuhnya di tempat tidurnya lalu meraih ponselnya dan langsung menelpon Sheira.

Ia harus menunggu cukup lama sampai akhirnya Sheira menjawab teleponnya.

"Halo Shei."

"Ah Halo Zel, kenapa?"

Hanzel agak khawatir karena suara Sheira terdengar serak.

"Lo sakit?"

"Hah? um..iya. Tau darimana?"

"Erza bilang lo demam. Bener?"

"....."

"Shei..."

"I-iya?"

"Bener lo cuma demam?"

"Bener kok."

Hening sesaat, sampai akhirnya Hanzel mendengar suara teriakan seorang wanita yang mengatakan bahwa Sheira mimisan lagi. Ada apa ini?

"Shei...Sheiii....SHEI!! Sheiraaa.... lo kenapa?!"

"Maaf Zel, nanti lagi ya. Bye."

Hanzel khawatir. Mimisan? Lagi? Kenapa Sheira terus menerus mimisan? Tunggu, Hanzel cemas? Cemas akan kondisi Sheira? Ada apa dengan dirinya? Sejak kapan Sheira terus ada dipikirannya?

.
.

Entah sejak kapan, gue mulai menyadari sesuatu, Shei. Tentang perasaan gue ke lo.

-TBC-
Vote and Comment

[1] Limited Time ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang