BAB 6

17.4K 1.3K 36
                                    

University of Konoha setiap hari tidak pernah sepi dari suara bising. Terutama dari para perempuan miskin kain ditubuh mereka. Namikaze Naruto dengan segala Kesempurnaanya turun dari sebuah Motor sport berlebel Ducati berwarna merah metalic. Badannya yang terbalut jakel kulit membuat para perempuan menjerit-jerit.

Lalu kemana mobil mahal pemuda itu. Dengan alasan aneh pemuda kaya yang sialnya sangat Tampan itu begitu saja membuang kendaraan yang bahkan sangat di-impikan banyak orang hanya karena jijik pada seorang wanita yang pernah menaiki mobil itu dengannya. Uang memang mengerikan.

Wajah Tampan Naruto terlihat saat Helm fullface-nya terlepas. Dengan angkuh dia melewati setiap perempuan yang sengaja mencuri-curi sentuhan ditubuhnya. Berharap dapat menarik perhatian sang Namikaze muda dan berakhir diranjangnya.

Biru kelam itu mengunci atensi pada dua sosok ya tampaknya sedang terkena masalah. Mereka ditindas. Beberapa Perempuan menjambak rambut Hinata. Membuat bayi pirang digendongan wanita itu menangis. Naruto berjalan. Melewati tanpa bermaksud menolong. Lagipula itu bukan urusannya. Dia memang sedikit tertarik pada wanita Hyuuga itu tapi dia sama sekali tidak ingin ikut campur.

Boruto yang melihat Naruto melewatinya menangis kencang. Bayi itu memohon pertolongan. Tapi Naruto seakan tuli dan tidak peduli. Langkah berbalut sepatu mahal itu berhenti setelah beberapa meter. Tidak berbalik hanya diam dan mendengarkan.

Hinata merasakan rambutnya seperti akan tercabut Hingga botak. Dia hanya diam dan meringis sambil melindungi sang anak. Guncangan ditubuhnya membuat pertahanannya melemah. Seorang perempuan berhasil meraih Boruto dan menggores wajah bayi itu. Tangisan bayi itu terdengar sangat kencang. Pipinya tergores dan berdarah. Naruto  masih terdiam tidak melirik sedikitpun tidak juga berusaha menolong.

Perempuan-perempuan cantik nan sexy itu semakin menyiksa ibu dan Anak yang dari tadi hanya meringkuk.

"Hentikan!". Suara lemah lembut itu terdengar pelan.  "Aku bilang Hentikan!". Dengan sekali genggaman Hinata memelintir tangan yang sudah melukai wajah anaknya.

"Berani sekali kau melukai Putraku!".

Nadanya begitu dingin dan menusuk. Hinata meremas tangan itu hingga terdengar bunyi retakan tulang. Tangisan Boruto membuatnya hilang kendali. Dia menghajar habis-habisan para perempuan pesolek itu hingga jatuh tersungkur ke atas tanah. Dia bahkan tidak berhenti menendangi tiga orang yang sudah tidak berdaya dibawah kakinya.

Remasan pada bahu kirinya menghentikan aksi brutal yang dia lakukan. Hinata menoleh dan menemukan Naruto. Tepisan kuat dia berikan. Mata peraknya menajam.

"Kalian semua Monster! Menjauh dariku!".

Hinata berlalu pergi meninggalkan Naruto yang terlihat sedikit kaget akan respon yang diterimanya. Pemuda itu sedikit melebarkan Mata. Dia melihat tangan kanannya yang sedikit berdenyut -tenaga yang dipakai perempuan itu begitu besar. Mata biru kelamnya beralih memandang tiga sosok perempuan yang bahkan tidak bergerak sedikitpun.

"Bereskan dan buat mereka pergi dari sini".

Naruto berjalan sambil memasukkan ponselnya kedalam saku. Semua yang menyaksikan adegan barusan tidak berani melerai atau berusaha menolong. Mereka semua tidak mau berurusan dengan gadis miskin seperti wanita Hyuuga itu. Mereka memang berkelompok. Tapi tidak akan mau mengurusi masalah orang lain. Disini tidak ada yang namanya teman. Mereka berkelompok hanya demi menjalin relasi di masa depan.

.

.

.

Hinata mendudukan Boruto di atas bangku panjang dibawah pohon. Bayi 10 bulan itu masih belum berhenti menangis. Luka dipipi gembulnya sudah dibersihkan dan ditutup menggunakan plester. Pandangan Hinata melembut. Dia mengusap plester yang berada di pipi sang buah hati.

"Sst.. sudah sayang berhenti menangis! Mommy sudah tidak apa-apa".

Hinata tau anaknya itu menangis bukan karena pipinya terluka. Anaknya itu menangis karena melihat ibunya disakiti dan dipukuli. Boruto bukanlah bayi yang akan menangis hanya karena tergores. Bahkan bayi itu pernah terjatuh dari kursi dan keningnya berdarah. Tapi tidak sedikitpun suara tangisan terdengar. Malah suara tawa. Hinata pernah merasa takut bahwa anaknya ini tidak Normal.

Seandainya Hinata mengetahui bahwa keanehan itu diturunkan dari Ayah biologisnya. Entah apa yang akan diperbuat wanita itu Nanti.

Boruto berhenti menangis saat melihat sosok Naruto berjalan mendekat. Bayi itu memandang sengit sambil sedikit sesenggukan. Hinata juga menyadari kehadiran orang lain dibelakangnya. Masih dengan posisi berjongkok dan tidak berusaha berbalik Hinata tahu siapa itu.

"Apa mau mu?!"

Hinata menekan setiap perkataannya. Dia hanya ingin hidup tenang bersama anaknya. Apakah itu terasa sulit bagi kaum seperti Naruto. Hinata hanya ingin mereka menjauhinya. Hanya itu.

Hinata memutuskan berbalik dan memandang datar pada wajah yang lebih datar didepannya. "Dengar ya Tuan. Berhentilah mengikutiku. Kita tidak punya Urusan hingga kau selalu mengekoriku".

Hinata tidak sedang membanggakan dirinya karena seorang Namikaze selalu mengekorinya. Justru rasa muak-lah yang membuat wanita itu bersikap begini. Awalnya Hinata kira Naruto akan segera menjauhinya karena sikapnya yang dibuat membosankan. Tapi kenapa peehitungannya salah.

Kemiripan sang putra dengan sang Cassanova sedikit mengganggunya. Dua sosok ini begitu mirip. Hinata menyadarinya tapi tidak akan berspekulasi berlebihan. Seperti menebak bahwa Sperma yang membuahi sel telurnya adalah milik lelaki ini. Hinata sungguh tidak ingin fakta seperti itu.

"Bagaimana keadaanmu?"

Naruto bertanya dengan intonasi sedikit terlihat khawatir. Hinata mendecih dan memalingkan wajahnya.

"Kenapa? Kau mau membalaskan dendam para jalang-mu tadi?"

Hinata bukannya tidak mengetahui alasan sebenarnya kenapa dia ditindas dan diperlakukan tidak Manusiawi. Semua karena Naruto. Karena pemuda itu melirik bahkan duduk satu meja dengannya.

"Aku mohon Berhentilah mendekati kami! Keberadaanmu hanya membuat kami susah".

Hinata pergi dan menggendong Boruto. Naruto mematung. Jantungnya berdebar. Tapi bukan debaran seperti kemarin. debaran ini terasa menyesakkan. Dan Naruto tidak menyukai rasa ini.

.

.

.

Hinata sedikit merasakan pusing. Ini semua karena jambakan para wanita sialan tadi. Kepalanya begitu nyeri, Pandangannya sedikit mengabur. Boruto sedang bermain di dalam sebuah kolam karet yang di pinjamkan oleh Bos Tempat Hinata bekerja. Bayi gemuk itu tertawa sambil terus melempar-lempar Bola warna-warni yang mengelilingi badan gemuknya.

Tangan Hinata bertumpu pada kap mobil yang sedang dia bersihkan, kepalanya begitu pusing. Dia lupa bahwa hari ini belum makan apapun. Dia sungguh tidak kuat lagi. Boruto menangis dan berteriak saat melihat ibunya jatuh tersungkur disamping bak berisi air sabun.

Teman-teman Hinata mengerubungi tubuhnya. Seorang pria baru saja akan mengangkat tubuh gadis itu sebelum sebuah tangan Tan menyerobotnya.

.

.

Namikaze Naruto. Berdiri disamping motornya memandang wanita yang sedari tadi menganggu pikiran dan juga Hatinya. Mata birunya melirik Boruto yang sedang bermain Bola. Bayi itu terlihat senang, Sedikit senyum mengembang diwajahnya yang tertutupi Helm. Dia seperti seorang penguntit. Tidak! Naruto memang sedang menguntit.

Jeritan Boruto terdengar. Naruto tersentak saat melihat Hinata terkulai pingsan. Tubuh gadis itu ambruk dan menabrak ember berisi sabun. Kakinya bergerak cepat dan tanpa permisi tangannya menggendong gadis itu dan membawanya pergi dari kerumunan.

***

BERSAMBUNG

.

YUME O TSUZUKITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang