BAB 13

16.6K 1.3K 51
                                    

Hinata berbaring disebuah ruangan yang dikatakan sebagai kamarnya. Ruangan berdinding putih dengan perabotannya juga putih. Sebuah karpet berbulu berwarna Lavender lembut berada dibawah Ranjang king size bersprei krem. Warna pastel, Semua berwarna pastel dan Hinata menyukainya.

Pintu kamarnya terbuka, Hinata hanya melirik sekilas dan kembali memandang langit-langit kamarnya. Hinata merasa canggung sekarang.

"Turunlah! Kita makan "Naruto akan berbalik tapi "tunggu!" Hinata mencegahnya. "Apa?" Naruto menatap Hinata. Wanita itu membuat gerakan aneh. Menyatukan jari telunjuknya didepan perutnya yang terlihat ramping. "Kenapa kau tadi bilang aku Istrimu?" mata Hinata terpejam, dia merasa malu.

"Kau tidak mau?"

"Mau! Maksudku tidak! Maksudku aishhh sudahlah kau turun saja dulu. Nanti aku menyusul"

Naruto hanya mengangguk dan keluar. Sementara Hinata berguling-guling dan memukuli bantal dengan brutal. Dia sungguh memalukan.

.

.

.

Meja makan dipenuhi berbagai macam masakan mewah. Hinata melototi jajaran makanan enak itu.

"Siapa yang akan memakan semua ini?" Tanya Hinata. Dia merasa sedikit tidak nyaman jika menghabur-hamburkan makanan. Bagaimana kalau makanan ini tidak habis dimakan? Hinata memanglah gadis miskin jadi makan seperti ini belum pernah dikihatnya.

"Duduk!" seperti biasa Nada perintah itu selalu terdengar. Naruto terbiasa menyuruh dari pada meminta tolong. Manusia kaya sepertinya tidak akan pernah tau hal lain selain memerintah. Dan Hinata si miskin yang biasa menerima perintah dari si kaya dan hanya terbiasa mematuhi.

Kursi kayu itu tergeser, "Mana Boruto?" tanya Hinata menarik Piring keramik dengan gambar bunga krisan yang terisi Nasi tidak banyak juga tidak sedikit. "Tidur" seru Naruto singkat sambil menyuapkan sesendok sup kepiting kedalam mulutnya.

Suasana begiu Romantis dengan terdapat lilin di meja itu. Tapi bagi Hinata suasana ini begitu mencekam. Perkataan istri yang keluar Dari mulut Naruto masih mengganggu pikirannya hingga kini.

"Menikah denganku!"

Sendok perak itu terjatuh membentur ujung piring. Membuat suara dentingan yang cukup nyaring. Disusul suara gebrakan meja.

"Kau gila! Kita tidak saling mencintai! " Hinata berteriak, nafasnya memburu. Lelaki didepannya ini sudah gila. Pernikahan bukanlah hal yang main-main.

Naruto meletakkan sendoknya. Menumpu dagu menggunakan kedua tangan. Dia akan mencoba mendengar apa mau wanita didepannya.

"Lalu?"

Pandangan mata biru itu begitu datar, Menyembunyikan emosi karena tidak ingin ditolak. Dia tidak suka penolakan.

"Aku tidak mencintaimu!"

Hinata berkata begitu lancar dan Naruto masih terlihat tidak ingin menimpali walau terlihat sedikit meremas tautan tangannya. "Bahkan kau juga tidak mencintaiku!" Hinata sedikit meninggikan suaranya.

"Memang! Tapi aku menginginkanmu menjadi milikku! Dan kau tidak punya pilihan lain bahkan sekedar menolaknya"

Suara deritan kursi terdengar diikuti langkah santai namun terkesan berat meninggalkan meja makan. Hinata meremas Surainya gemas. "Aaaargghhh.." dan berteriak seperti orang gila.

Pesona Namikaze memang tidak bisa diragukan lagi. Paras tampan, tubuh ideal, harta melimpah. Apa yang kurang?tidak ada. Namikaze Naruto itu sempurna. Tapi apa yang membuat Hinata masih ragu? Dia juga ingin menikah -sangat. Tapi bukan dengan Namikaze sombong ini. Bagaimana kehidupannya nanti? Bagaimana dengan kisah cinta-nya?

YUME O TSUZUKITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang