3. Bimbang

463 45 18
                                    

"Jess!" Seru Ben yang melihat Jess pingsan dari kejauhan. Ben berlari, berencana menggendong Jess ke UKS. Tapi Ben, kalah cepat oleh seseorang.

"Bawa dia ke UKS!" Seru Syifa. Ben ikut berlari ke UKS. Ben penasaran, siapakah yang menggendong Jess saat itu? Tentu saja bukan guru, karena Ia memakai alamamater yang sama dengan dikenakan dirinya sendiri.

Ben bimbang, tentang perasaannya.
"Apa Jess udah tau gue jadian sama Bella? Ya tuhan, gue harap gue ga salah ngelakuin ini semua." Gumamnya pada dirinya sendiri. Ben tak berhenti berfikir, apakah Ia pantas melakukan ini kepada seorang gadis lemah? Seorang gadis, yang telah Ia bahagiakan, lalu Ia tinggalkan dengan secerca harapan, yang menyakitkan.

Begitupun dengan Jess. Mungkin dalam tidurnya, Ia tidak bisa berhenti berfikir, bagaimana bisa seseorang yang telah membahagiakannya kini berhasil membuat luka terbesar dalam hidupnya. Seseorang yang telah memberinya harapan, berhasil merenggut kebahagiannya . Dan, seseorang yang telah mengambil hatinya, memberi memori permanen dalam otaknya.

Apakah seorang gadis lemah, akan memulihkan hatinya dan mengulangi hubungan dengan orang yang sama? Atau membangun hubungan baru dengan orang yang lain?

"Gilang?" Ben berhasil mengetahui bahwa temannya sendiri yang menggendong Jess.

"Eh, Ben. Lo di sini?" Tanya Gilang.

"Iya, gue liat ada yang pingsan tadi, jadi gue kepo aja," Dusta Ben. "Ternyata Jess."

"Gue rasa, Jess ga bakal sadar selama lo masih di sini," cela Caca. "Karena lo penyakitnya dia, Ben!"

"Salah apa gue?" Tanya Ben seolah tak bersalah.

"Lo mau ribut sama gue, hah?" Tantang Syifa. "Pergi dari sini sekarang."

"Oke," Ben memberi senyum penuh paksaan. "Bella, lo ikut!"

"Lo ga pergi selama Jess ga pergi!" Perintah Syifa.

"Duluan aja," ujar Amanda.

"Lo siapanya Jess, hah?" Tanya Ben pada Amanda. "Bukan babu kan?"

"Gue.." Amanda mencoba untuk menjawab, tapi kehabisan kata-kata.

"Dia kan, temennya Jess!" Ujar Caca.

"Hah?" Ben bingung.

"Ternyata sepupu gue ini cowok kejam. Pacaran sama temen gebetannya? Apa cewe lu yang sekarang gatau kalo lo sama Jess punya hubungan yang lebih dari sekedar temen? Gue harap lo ga nyesel udah bikin seorang cewe sedih sampe pingsan. Dan gue harap, cewe lu yang sekarang juga ga nyesel udah jadian sama lo! Jangan salahin siapapun disini, kecuali cowo pengecut yang gamau gue anggap lagi sebagai sepupu gue. Gue malu! Gue rasa gue belum pernah nyakitin perasaan orang sehebat ini!" Kini Syifa marah besar. Ia mengeluarkan amarahnya dengan kata-kata, tanpa perbuatan fisik. Itu semua karena bagaimanapun juga, Ben masih sepupunya. Lalu, Ben pergi tanpa membuka mulutnya lagi. "Kabur kan lo!"

"Sabar, Syifa," Ujar Gilang. "Bahkan gue mencoba sabar nunggu seseorang yang entah hatinya buat siapa."

"Siapa?" Tanya Caca.

"Sayangnya, seseorang yang gue tunggu, bukannya bahagia sama pilihan dia, tapi malah tersakiti." Gilang tidak menghiraukan Caca. Jawaban Gilang sudah lebih dari cukup. Caca mengerti. Begitupun dengan Syifa.

"Gue ngerti," ujar Caca.

"Lo mau kan jagain sahabat gue?" Tanya Syifa sambil menatap Gilang. "Gua ga bisa percaya sama sepupu gue."

"Maksud lo?" Tanya Gilang. Entah karena Ia tidak mengerti, atau pura-pura tidak mengerti.

"Ga mungkin lo ngerti." Ujar Caca.

Fake LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang