Kilauan warna saat sebuah bibir berucap.
Lembut dan hikmat di setiap kalimat.
Kala itu, kupu-kupu akan terbang di perutmu.
Mata yang bening nan hazel itu menyapu seluruh pandanganmu.
Dan lengkungan sabit seketika muncul saat itu.Tak ada lagi warna selain bibirnya yang merah merona.
Matamu hanya tertuju pada setiap lekukan bibir itu.
Hingga jiwamu melayang sampai langit ke tujuh.
Di situ kau tersenyum, bahagia.
Akan janji yang diucapnya.Alangkah indah jika itu sebuah rembulan yang senantiasa bersinar.
Meskipun yang kau dapat hanya, senyum sinis yang terpanah padamu.
Sakit,
Di saat kenikmatan dan kebahagiaan tiba, di saat itu kau pun jatuh.Tak ada lagi penyesalan untuk kembali saat itu.
Berlari adalah jalan satu-satunya.
Kau pergi bersama linangan air mata yang haru.
Dan kini, terisak adalah satu-satunya obat untuk menghilang dari jerit luka.Saat itu kau,
Daya untuk bangkit seakan musnah.
Kilauan warna di matamu seketika suram.Kau kalut.
Kau terjebak dalam janji yang mengulur luka.Wahai wanita, janjikah janji yang tepat?
Atau sekadar luka yang didapat?Selasa, 17 Oktober 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
KLASIK √
Poesía❲𝗽𝗲𝗺𝗲𝗻𝗮𝗻𝗴 𝘄𝗮𝘁𝘁𝘆𝘀 2017 𝗸𝗮𝘁𝗲𝗴𝗼𝗿𝗶 𝗡𝗲𝘄𝗰𝗼𝗺𝗲𝗿𝘀❳ Aku diterpa angin malam. Telingaku kalut, tertampar suara gagak hitam. Hingga aku tak dapat bermalam. Dalam hatimu yang tentram. © copyright 2017 R I N I...