PART 2

220 82 123
                                    

“Jika sikap seseorang berubah, jangan tanya padanya, ada apa. Cobalah tuk bertanya pada diri Anda sendiri, apa ada yang kita lakukan untuknya”

-Wonderful Feelings-








Akhirnya, Jenni masuk ke dalam ruang Kepala Sekolah setelah Bu Nita. Di ruangan itu, duduk seorang lelaki tua yang tengah mengetik di depan sebuah laptop. Melihat kehadiran orang lain, Ia pun melirik sebentar lalu menutup laptopnya. Tak lupa Ia memberikan senyuman manisnya pada dua wanita yang baru saja memasuki ruangannya. Ya, cowok itu bernama Anton, Kepala Sekolah SMA 75 Makassar.

Kemunculan Jenni dan Bu Nita disambut baik oleh Pak Anton. Selama 15 menit, mereka membahas segala urusan administrasi Jenni. Tak lupa, Pak Anton juga memberi tahu mengenai beberapa aturan yang harus ditaati.

Pak Anton memang adalah guru yang sangat baik dan dermawan. Meskipun terbilang ‘pemula’, Ia adalah sosok yang mudah berbaur dengan para guru, staf, dan bahkan beberapa siswa di SMA ini. Hal itu dirasakan oleh hampir semua siswa di SMA ini, termasuk Jenni, seorang siswi yang baru masuk. Ia juga tak segan-segan memberikan beberapa nasihat kepada Jenni.

“Jadi, Jenni harus mudah bergaul yah. Siswa siswi di sekolah ini agak ‘dingin’ kepada orang baru. Tapi setelah berkenalan dengan baik, mereka akan menjadi teman yang sangat baik. Bapak yakin, banyak yang ingin berteman dengan orang seperti kamu”

Dari ucapan tersebut, Jenni juga tahu bahwa Pak Anton adalah orang yang sangat terbuka. Kebaikan, keburukan, bahkan beberapa masalah yang tak pernah Jenni bayangkan pun, di jelaskan dengan sangat baik. Bu Nita yang duduk di samping Jenni juga kecap kali menyambung dan membenarkan perkataan Kepala Sekolah yang satu ini.

Namun, dari sekian banyak hal yang baik, ada hal yang tak Ia sukai dari kepala sekolahnya ini.

Ia terlalu lama bercerita.

Meskipun baru 15 menit di dalam ruangan kepala sekolah, Jenni sudah merasa bosan. Ia memang adalah salah satu tipe cewek yang cepat merasa bosan akan sesuatu. Meskipun Pak Anton sering bercanda bersamanya, Ia tetap merasa bosan akan cerita-ceritanya yang menurutnya ‘dikarang-karang’.

Tak jarang pula, Ia melirik ke arah jam tangan yang terpasang di lengan kirinya. Ia bahkan lebih memilih fokus ke jarum jam yang terus saja berjalan dibandingkan cerita kepala sekolahnya itu.

Tiba-tiba, muncul ide cemerlang darinya untuk membuatnya terbebas dari cerita-cerita Pak Anton. Setelah memikirkan strateginya matang-matang, Ia pun kembali melihat ke jam tangannya.

“3 menit”

“Kamu kan baru sekolah di sini, pasti butuh banyak waktu untuk penyesuaian. Bapak inget dulu jaman-jaman Bapak SMA. Dulu Bapak nakal banget loh. Bapak suka manjat pagar, ganggu anjing sekolah sampai bangun,....”

Pak Anton terus bercerita mengenai masa mudanya dulu kepada Jenni. Namun, orang yang ditujukan malah fokus pada hal lain. Ia tak mengindahkan lagi cerita yang keluar dari mulut gurunya itu. Entah cerita itu memang pernah terjadi ataupun hanya ‘settingan’ belaka, Jenni tak ambil pusing.

“2 menit”

“Bahkan dulu Bapak sempat nyuruh kucing kawin. Soalnya Bapak gak suka liat anak kucing yang hamil di luar nikah. Ya udah, Bapak masukin aja kucingnya dalam dos. Dulu,....”

Wonderful FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang