PART 9

116 34 86
                                        

“Perhatian gue berbeda dengan cowok lain. Tapi gue yakin, perhatian itu yang lo mau”

-Wonderful Feelings-







UKS SMA 75 sudah mulai menyepi setelah dipenuhi oleh banyak siswa beberapa saat yang lalu. Siapa lagi kalau bukan teman-teman Jenni dari kelas XI IPA 1 yang datang untuk melihat kondisi Jenni.

Sekarang, UKS itu hanya diisi oleh Adit, Putra, dan Lara. Mereka bertiga telah berganti baju lagi, mengingat bahwa jam olahraga kelas mereka telah berakhir.

“Put, La, kalian balik ke kelas aja. Jenni biar gue yang jaga” sahut Adit.

Cowok bermata coklat itu sedang duduk di kursi samping kasur Jenni. Ia memegang tangan kanan Jenni dengan sangat erat sedari tadi.

“Oh, ya udah. Kita duluan yah, Dit”

Putra sebenarnya ingin menjaga temannya juga. Namun, menjaga temannya berarti harus berdebat dengan Adit. Dan Ia tahu, ini bukan waktu yang pas untuk meladeni sahabatnya. Mereka pun memutuskan untuk kembali ke kelas, meninggalkan Adit dan Jenni dalam UKS. Tak lupa, Ia menutup pintu UKS dari luar.

Di sisi yang berlainan, Adit terus memegang dan menatap Jenni dalam diam. Ia tak menolehkan pandangan sedari tadi dari wanita berambut panjang itu.

“Maafin gue Jen”

Pandangan cowok itu pun beralih. Ia memandang tangan Jenni yang tengah Ia genggam sekarang. Ia mengeratkan genggamannya, seperti tak ingin melepaskan cewek yang satu itu.

“Maafin gue. Gue cowok yang gak becus banget jagain lo. Gue yang nyuruh lo main, tapi gua gak jagain lo. Gue gak tahu bisa maafin diri gue sendiri atau tidak, kalau sampai terjari apa-apa sama lo”

Tanpa Ia sadari, cairan bening keluar dari kelopak matanya.

“Seharusnya gue yang gantiin posisi lo sekarang. Seharusnya gue aja yang kena bolanya. Seharusnya gue bisa ngelindungin lo. Tapi, lagi-lagi gue gak ngelakuin itu semua. Gue malah fokus dengan permainan basket tadi. Gue fokus akan gelar juaranya. Maafin gue Jen. Gue tau gue salah banget sama lo. Maafin gue”

Tangisannya pecah saat itu juga. Butiran air matanya terjatuh tepat di genggaman tangan mereka. Ia merasa sangat bersalah dengan apa yang terjadi pada Jenni sekarang.

Bahkan, tanpa Ia sadari, Jenni sudah siuman sedari tadi. Cewek itu sengaja tak menegur Adit karena ingin mendengar apa yang Ia katakan. Ia sedikit terpaku dengan apa yang cowok itu katakan.

“Kenapa dia sampai segitunya ke gue? Sampai-sampai dia rela nangis hanya karna gue pingsan. Gue gak tahu sih siapa dia sebenarnya. Gue gak tau asal usulnya. Gue gak tau asal usul keluarganya juga. Tapi, gue kok kayak teduh kalau dekat dengan dia yah?” tanyanya dalam hati. Ia begitu penasaran dengan cowok yang sedang terisak di sampingnya ini.

Setelah waktu yang cukup lama, Ia pun menegur cowok itu.

“Dit?”

Mendengar suara seorang wanita yang memang Ia tunggui sedari tadi membuat cowok itu kaget dan mengangkat kepalanya. Ia mendapati Jenni sedang menatap ke arahnya sambil tersenyum manis.

Wonderful FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang